Prancis Sangkal Soal Rasisme Sistemik di Dalam Badan Hukum Negaranya
Prancis mengalami gelombang protes setelah polisi menembak mati remaja di Nanterre.
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Prancis menyangkal pernyataan dari Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) yang pada Jumat (30/6/2023) mendesak Prancis untuk mengatasi masalah diskriminasi rasial di dalam badan-badan penegakan hukum di negara mereka.
"Setiap tudingan rasisme atau diskriminasi sistemik oleh polisi di Prancis sama sekali tidak berdasar," kata Kementerian Luar Negeri Prancis dalam sebuah pernyataan.
Kemlu Prancis mengatakan bahwa para petugas polisi di Prancis terikat pada pengawasan internal, eksternal, dan yudisial sebagaimana yang diterapkan di beberapa negara. Kementerian tersebut menegaskan bahwa "Prancis dan polisinya berjuang dengan tegas melawan rasisme dan segala bentuk diskriminasi."
"Tidak ada keraguan tentang komitmen ini," kata pernyataan itu.
Pernyataan tersebut juga menggarisbawahi bahwa polisi menangani situasi kekerasan "dengan profesionalisme yang tinggi", dan menambahkan bahwa penggunaan kekuatan oleh otoritas terkait "diatur oleh prinsip-prinsip kebutuhan dan proporsionalitas yang mutlak, dan diatur dan dikendalikan dengan ketat."
Sebanyak 249 petugas polisi terluka dalam kerusuhan yang terjadi di Prancis dalam beberapa hari terakhir, tambah pernyataan itu.
Sebelumnya, juru bicara Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR) Ravina Shamdasani mengatakan bahwa Prancis harus segera menangani masalah-masalah rasisme dan diskriminasi dalam penegakan hukum di negaranya. "Ini adalah momen bagi negara tersebut untuk secara serius menangani masalah rasisme dan diskriminasi yang tertanam di dalam penegakan hukum," kata Shamdasani.
Prancis telah mengalami gelombang protes setelah petugas polisi menembak mati remaja berusia 17 tahun bernama Nahel di Nanterre, pinggiran kota Paris pada Selasa (27/6/2022).