Unilever Masuk Daftar Sponsor Perang Putin Versi Ukraina 

Unilever menyatakan jumlah produk yang dijual di Rusia turun drastis.

AP Photo/Roman Chop
Pemandangan Kota Bakhmut, tempat pertempuran terberat dengan pasukan Rusia, wilayah Donetsk, Ukraina, Rabu (15/3/2023).
Red: Ferry kisihandi

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV – Perusahaan multinasional Unilever dituding sebagai sponsor internasional perang Rusia oleh Pemerintah Ukraina. Tuduhan ini mereka sampaikan setelah produsen produk Marmite, Dove, Domestos tersebut menjadi subjek hukum di Rusia. 


Dalam aturan itu, Rusia mewajibkan semua perusahaan besar yang beroperasi di sana, termasuk Unilever berkontribusi langsung pada perang yang dilakukan Rusia di Ukraina, menyusul desakan agar bos baru Unilever, Hein Schumacher, menarik perusahaan itu keluar Rusia. 

Namun, bisnis lokal Unilever masih tetap menjual produk-produk esensial dari teh sampai es krim. Terdapat bukti juga yang muncul bahwa Unilever membayar pajak usaha mereka di Rusia sebesar 331 juta dolar AS pada periode tahun lalu. 

Menurut laporan laman berita Guardian, Senin (3/7/2023), aturan baru Rusia tersebut juga bisa membuat 3.000 pekerja Unilever masuk wajib militer, mereka tersebar di empat pabrik dan kantor pusat di seantero Rusia. 

Follow the Money, kelompok investigasi asal Belanda, mengungkapkan, Unilever Rus, cabang bisnis Unilever yang didaftarkan di Moskow dan Omsk tahun lalu labanya meningkat dua kali lipat jadi 9,2 miliar rubel dan belanja iklan meningkat 10 persen sebesar 21,7 miliar rubel.

Ukraine Solidarity Project (USP), Senin (3/7/2023) memegang billboard di luar kantor pusat Unilever di London, Inggris dengan gambar tentara-tentara Ukraina yang terluka dengan pose seperti iklan Dove. Di bagian atas sebeah kiri tertulis "Helping to fund Russia’s war in Ukraine.”

Juru bicara USP, Valeriia Voshchevska, mengatakan, "Unilever memberikan ratusan juta dolar dalam bentuk pajak pendapatan ke negara yang membunuh warga sipil dan mendanai tentara bayaran yang di Inggris dikategorikan sebagai organisasi teroris.’’

Perusahaan ini, dia menjelaskan, berisiko menempatkan staf dan sumber daya mereka dimobilisasi sebagai mesin Putin dalam perang. Sejumlah perusahaan besar dunia telah meninggalkan Rusia.

Selain Unilever, perusahaan besar lain yang masuk daftar sponsor perang versi Ukraina adalah Procter & Gamble (P&G), produsen terbesar produk perawatan pribadi serta jaringan supermarket Prancis, Leroy Merlin. 

Sebelumnya, Unilever menyatakan telah menghentikan seluruh impor dan ekspor produk ke dan keluar Rusia pada Maret tahun lalu. Tak hanya itu, mereka mengeklaim menghentikan semua belanja media dan iklan serta aliran dana. 

Alan Jope, bos Unilever yang segera berakhir masa tugasnya, menyatakan jumlah produk yang dijual Unilever di Rusia turun drastis hingga dua kali lipat. Sedangkan peningkatan penjualan, laba, dan belanja iklan itu akibat inflasi dan selisih nilai tukar mata uang. 

Pihak Unilever juga menyatakan, terus memasok produk makanan dan produk higienis yang diproduksi di Rusia ke konsumen di sana. Bukan hanya sabun dan sampo, tetapi juga es krim termasuk mereka Magnum dan Cornetto.

Putin menandatangani dekret....

‘’Kami mengerti mengapa ada desakan agar Unilever meninggalkan Rusia. Kami juga ingin menjelaskan, tak mencoba melindungi atau mengelola bisnis di Rusia,’’ ujar Unilever, Senin. Namun, Unilever yang memiliki pabrik besar, tak bisa begitu saja keluar dari Rusia. 

Jika menelantarkan bisnis dan merek di Rusia, Unilever menjelaskan, kemudian akan dioperasikan oleh Rusia. 

Kremlin mengultimatum bisa menyita lebih banyak aset milik perusahaan Barat. Rusia paling tidak telah merampas aset milik Fortum, perusahaan Finlandia dan Uniper dari Jerman. Penyitaan aset ini merupakan balasan langkah serupa yang dialami perusahaan Rusia.

Sita aset

Presiden Rusia Vladimir Putin pada Selasa (25/4/2023) tengah malam menandatangani dekret yang menegaskan kendali sementara atas aset dua perusahaan energi, yaitu Fortum dan Uniper. Kementerian Keuangan Jerman belum berkomentar atas tindakan Rusia ini. 

Dekret itu menunjukkan, Moskow melakukan tindakan terhadap aset divisi Uniper di Rusia, Unipro dan Fortum. Uniper memiliki 83,73 persen saham Unipro yang mengoperasikan lima pembangkit listrik dengan kapasitas lebih dari 11 gigawatt di Rusia, memiliki 4.300 pekerja. 

Finlandia memiliki kepemilikan mayoritas atas Fortum. Awal bulan ini, Finlandia bergabung dengan NATO. Moskow menyebut Finlandia melakukan kesalahan fatal. Moskow juga berang atas sikap G7 yang mempertimbangkan pelarangan sepenuhnya ekspor ke Rusia.

Negara lainnya, menyerukan sanksi lebih keras untuk melumpuhkan kemampuan Rusia bertempur di Ukraina. Uni Eropa mengkaji aset Rusia yang dibekukan digunakan untuk rekonstruksi Ukraina. Tahun lalu, Jerman menasionalisasi divisi perusahaan energi Rusia, Gazprom. 

‘’Dekret ini respons atas tindakan agresif negara-negara yang tak bersahabat pada Rusia,’’ kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, Rabu (26/4/2023). Menurut dia, ini refleksi tindakan pemerintah negara Barat terhadap aset-aset milik perusahaan Rusia. 

‘’Tujuan utama dekret ini membentuk dana kompensasi atas tindakan ilegal terhadap aset Rusia di luar negeri,’’ ujar Peskov. Kementerian Luar Negeri Finlandia belum berkomentar atas potensi tindakan Rusia memengaruhi hubungan kedua negara. 

"Pemahaman Fortum saat ini, dekret baru itu tak berpengaruh pada kepemilikan yang didaftarkan atas aset dan perusahaan di Rusia,’’ demikian pernyataan Fortum. Belum jelas bagaimana kebijakan Rusia ini bakal berpengaruh operasi Fortum di Rusia. 

Divisi Fortum di Rusia memiliki pembangkit listrik tenaga thermal di wilayah Ural dan Siberia barat. Mereka juga punya portofolio pembangkit tenaga angin dan matahari bersama perusahaan lokal. Pada akhir 2022, nilai buku aset di sana mencapai 1,87 miliar dolar AS.

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler