Kejagung Periksa Pejabat Kemendag Terkait Kasus Korupsi Minyak Goreng

Kepala Biro Hukum Kementerian Perdagangan dipanggil sebagai saksi

Republika/Prayogi
Warga mengantre untuk membeli sembako dalam acara bazar ramadan dan pangan murah di Rusun KS Tubun, Jakarta, Kamis (6/4/2023). Kegiatan Bazar tersebut digelar agar masyarkat mendapatkan barang kebutuhan pokok (bapok) dengan harga terjangkau selama puasa dan menjelang Lebaran. bapok yang dijual mulai dari gula, tepung, beras, hingga minyak goreng Minyakita, sesuai dengan harga yang ditentukan pemerintah
Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI memeriksa Kepala Biro Hukum Kementerian Perdagangan sebagai saksi dalam penyidikan perkara korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Ketut Sumeda, dalam keterangannya di Jakarta, Senin (17/7/2023), menyebutkan saksi berinisial SH. Selain SH, kata dia, penyidik juga memeriksa seorang PNS di kementerian tersebut berinisial AS.

"Kedua orang saksi diperiksa terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit dalam Januari 2022 sampai dengan April 2022," kata Ketut.

Saksi SH merujuk pada keterangan Sri Haryati selaku Kepala Biro Hukum Kementerian Perdagangan, sedangkan saksi AS merujuk pada keterangan Arif Sulistyo. Ketut menambahkan bahwapemeriksaan saksi untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut.

Pemeriksaan pada hari Kamis (6/7), penyidik memeriksa Presiden Direktur PT Sari Agrotama Persana berinisial TM.

Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung RI menetapkan tiga perusahaanminyak kelapa sawitsebagai tersangka korporasi dalam perkara korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng,pada hari Kamis (15/6).

Ketiga perusahaan tersebut, yakni Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup. Ketiganya terbukti dalam perkara ini berdasarkan putusan MA yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 6,47 triliun.

Dalam perkara tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022, telah selesai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) di tingkat kasasi.

Lima orang terdakwa telah dijatuhi pidana penjara dalam rentang waktu 5?8 tahun. Kelima terpidana itu, yakni mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana, anggota tim Asisten Menko Bidang Perekonomian Lin Chen Wei, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Palulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, dan GM Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togas Sitanggang.

Dalam putusan perkara ini, terdapat satu hal yang sangat penting, yaitu majelis hakim memandang perbuatan para terpidana adalah merupakan aksi korporasi.

Oleh karena itu, majelis hakim menyatakan bahwa yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi (tempat para terpidana bekerja). Maka dari itu, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana tersebut.

Selain itu, perbuatan para terpidana juga telah menimbulkan dampak signifikan, yaitu terjadinya kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan daya beli masyarakat, khususnya terhadap komoditas minyak goreng.

Akibatnya, dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat terhadap komoditas minyak goreng, negara terpaksa menggelontorkan dana kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai senilai Rp 6,19 triliun.

Baca Juga


sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler