Hakim tak Sependapat dengan Eksepsi Johnny G Plate, Beri Peringatan Lagi Soal Independensi
Dalam putusan sela, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak eksepsi Johnny.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim kembali menegaskan independensi dalam menyidangkan kasus korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kominfo Tahun 2020-2022. Kasus itu menjerat eks Sekjen NasDem sekaligus eks Menkominfo Johnny G Plate.
Hal tersebut dikatakan oleh Hakim Anggota Sukartono dalam sidang dengan agenda pembacaan putusan sela atau eksepsi terhadap Johnny di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Selasa (18/7/2023). Sukartono semula menyoroti materi eksepsi kubu Johnny yang mempersoalkan asas praduga tak bersalah.
"Eksepsi tim penasihat hukum terdakwa menyatakan setelah baca surat dakwaan hampir semua orang terpengaruh dengan berita. Menganggap terdakwa seorang yang bersalah dan sepatutnya dihukum seberat-beratnya dan melupakan asas praduga tak bersalah," kata Sukartono dalam sidang tersebut.
Atas poin eksepsi itu, Majelis Hakim tak sependapat. Sukartono menyatakan Majelis Hakim berada dalam posisi bebas alias tak terpengaruh berita dan tekanan di luar persidangan.
"Menimbang bahwa atas eksepsi tim penasihat hukum terdakwa, Majelis tidak sependapat dengan pertimbangan Majelis selama persidangan tetap menerapkan azas praduga tak bersalah, Majelis berada di poisisi tengah di antara Penuntut Umum dan penasihat hukum terdakwa dan Majelis tidak terpengaruh berita-berita di luar persidangan," ujar Sukartono.
Sukartono juga menekankan Majelis hakim tak bisa diintervensi oleh siapapun. Sukartono menjamin Majelis Hakim bakal menyidangkan perkara ini dengan adil.
"Majelis tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun sehingga diharapkan penasihat hukum dalan membela terdakwa di persidangan menjunjung tinggi dan mengedepankan hukum acara yang berlaku, demikian pula penuntut umum," ucap Sukartono.
Sukartono menyebut tanggapan Majelis Hakim tersebut disampaikan guna merespons poin dalam materi eksepsi Johnny. Sukartono menyampaikan Majelis Hakim menolak eksepsi Johnny.
"Majelis menilai keberatan penasihat hukum terdakwa tidak masuk materi keberatan namun karena sudah disampaikan penasihat hukum maka Majelis memberikan tanggapan singkat sehingga eksepsi penasihat hukum tidak dapat diterima," ujar Sukartono.
Peringatan sebelumnya juga sudah dilontarkan majelis hakim di hadapan Johnny G Plate yang duduk di kursi pesakitan. Majelis hakim menegaskan sidang ini bukan alat politik guna menjerat Johnny.
Hal tersebut disampaikan hakim ketua Fahzal Hendri usai sidang pembacaan eksepsi Johnny di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada Selasa (4/7/2023).
"Di awal uraian eksepsi atau keberatan ini ada singgung seolah-olah saudara itu dicari-cari kesalahannya seperti itu. Di sini untuk saudara tahu saja, bahwa sidang ini tidak terpengaruh apa-apa, biar saudara tahu. Kami tidak ada tendensi politik apa-apa, kami bebas dari masalah politik," kata Fahzal di hadapan Johnny dalam persidangan tersebut.
Fahzal menegaskan, lembaga peradilan berada dalam posisi independen dalam menyidangkan perkara ini. Ia tak ingin ada anggapan bahwa pengadilan ini ditujukan sebagai alat politik.
"Jadi nanti jangan saudara nanti beranggapan pengadilan ini juga alat politik, tidak. Tidak lembaga yudikatif terbebas dari semuanya itu," lanjut Fahzal.
Sebelumnya, JPU dari Kejaksaan Agung meminta Majelis Hakim menolak eksepsi atau nota keberatan dari Johnny G Plate. JPU meyakini eksepsi Johnny tidak berdasar hukum sehingga harus ditolak. JPU memandang eksepsi yang disampaikan Johnny sudah tergolong materi pokok perkara.
"Menolak keseluruhan eksepsi terdakwa Johnny Gerald Plate," kata JPU dalam persidangan pada pekan lalu.
Tercatat, Johnny G Plate mempermasalahkan perhitungan kerugian keuangan negara dalam kasus proyek penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kominfo Tahun 2020-2022 dalam eksepsinya. Johnny memandang perhitungan itu dilakukan tanpa melalui prosedur.
Hal itu dikatakan Johnny yang diwakili pengacaranya Achmad Cholidin ketika sidang pembacaan eksepsi atau nota keberatan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada Selasa (4/7/2023). Cholidin menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak cermat menjabarkan kerugian keuangan negara dalam surat dakwaan.
"Tidak cermat menguraikan kerugian keuangan negara sebesar Rp8.032.084.133.795,51 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyediaan Infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan Infrastruktur Pendukung Paket 1, 2, 3, 4, dan 5 pada Badan Aksesibilitas Telekomunikasi Dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2020 Sampai Dengan 2022 Nomor: PE-03.03/SR/SP-319/D5/02/2023 tanggal 6 April 2023 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Republik Indonesia," kata Cholidin dalam persidangan tersebut.
Johnny juga menegaskan proyek penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kominfo Tahun 2020-2022 merupakan arahan Presiden Joko Widodo. Johnny ogah disalahkan dalam perkara tersebut.
"Faktanya pengadaan BTS 4G 2021-20222 adalah penjabaran pelaksanaan arahan presiden RI yang disampaikan dalam berbagai rapat terbatas dan rapat intern kabinet," kata pengacara Johnny, Dion Pongkor
Diketahui, Johnny G Plate Dkk didakwa merugikan negara hingga Rp8 triliun. Kerugian ini muncul dari kasus korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kominfo Tahun 2020-2022 yang melibatkan Johnny dan lima terdakwa lainnya.
Kelima orang tersebut adalah Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia tahun 2020 Yohan Suryanto, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak, Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali, dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan.
"Bahwa perbuatan terdakwa Johnny Gerard Plate, bersama dengan Anang Achmad Latif, Yohan Suryanto, Irwan Hermawan, Galumbang Menak Simanjuntak, Mukti Ali, Windi Purnama dan Muhammad Yusrizki Muliawan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp8.032.084.133.795,51," kata JPU dalam persidangan pada 27 Juni 2023.
Atas tindakan tersebut, JPU mendakwa Johnny Plate, Anang dan Yohan dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.