Celios: Pensiun Dini PLTU Batubara Berdampak ke Indikator Ekonomi

Risiko belum sikapnya transisi energi akan ciptakan tekanan pada tenaga kerja.

Indonesia Power
PLTU. Pengamat menilai pensiun dini PLTU akan berdampak pada berbagai indikator ekonomi.
Rep: Rahayu Subekti Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center of Economic and Law Studies (Celios) belerja sama dengan Yayasan Indonesia CERAH meluncurkan hasil studi pada kemarin (18/7/2023). Hasil studi menunjukan dampak pensiun dini PLTU batubara akan berdampak pada berbagai indikator ekonomi di daerah tempat PLTU beroperasi.

Baca Juga


Saat ini terdapat peluncuran rencana tindak lanjut pendanaan transisi energi atau Just Energy Transition Partnership (JETP) pada 16 Agustus 2023. Direktur Celios Bhima Yudhistira menilai rencana JETP perlu melibatkan berbagai unsur salah satunya pemerintah daerah. Bhima menuturkan, risiko dari belum siapnya pemerintah daerah dalam melaksanakan transisi energi akan menciptakan tekanan pada sektor tenaga kerja dan pendapatan masyarakat yang bergantung pada rantai pasok PLTU.

“Sebagai contoh, terdapat sekitar 4.666 pekerja langsung baik tetap dan tidak tetap yang akan terdampak penutupan PLTU batubara di Langkat, Cilacap, dan Probolinggo. Ini pun belum termasuk pekerja tidak langsung yakni para pelaku UMKM yang berada di sekitar lokasi PLTU, serta pekerja di lokasi sumber batubara,” kata Bhima, Selasa (18/7/2023).

Bhima menambahkan, studi yang dilakukan di tiga provinsi yakni Sumatra Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan tiga kabupaten di Langkat, Cilacap, dan Probolinggo menyimpulkan bahwa pemerintah daerah belum aktif dilibatkan dalam agenda JETP. Khsuusnya pada tahap transisi pekerja yang langsung terdampak dan pekerja sektor UMKM di sekitar lokasi PLTU.

“Bahkan dampak pensiun PLTU batubara yang berakibat pada potensi pendapatan daerah yang hilang pascapensiun PLTU belum disiapkan potensi pengganti nya. Hal ini berakibat pada poin transisi berkeadilan atau just yang diusung JETP menjadi pertanyaan,” ungkap Bhima.

Peneliti Celios, Muhammad Saleh mengungkapkan sebagian besar pemerintah daerah yang menjadi objek penelitian belum tahu dan tidak dilibatkan dalam kebijakan transisi energi JETP. “Secara spesifik Pemda bahkan belum mengetahui keberadaan Perpres Nomor 11 Tahun 2023 tentang Urusan Pemerintahan Konkuren Tambahan di Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral pada sub-Bidang Energi Baru Terbarukan,” ujar Saleh.

Hingga kini, Saleh menuturkan pemerintah daerah belum memiliki kerangka regulasi pelaksana Perpres Nomor 11 Tahun 2023. Selain itu pemerintah daerah juga menyatakan kerangka regulasi yang ada belum mampu menjawab kebutuhan transisi energi.

Saleh menilai, pemerintah daerah idealnya mulai mempersiapkan jaminan perlindungan materiil kepada masyarakat pasca penutupan PLTU. “Artinya, ketika PLTU batubara dipensiunkan maka masyarakat yang kehilangan pendapatan tetap mendapat kompensasi berupa peralihan ke profesi lainnya,” jelas Saleh.

Sementara itu, peneliti Celios, Muhammad Andri Perdana menyatakan, pada aspek pendapatan dan anggaran daerah terdapay potensi hilangnya PAD dari pemensiunan dini PLTU. Hal itu dengan kisaran 1,2 persen hingga 6,4 persen dari keseluruhan PAD di suatu kabupaten yang bergantung pada besarnya kapasitas PLTU batubara di masing-masing daerah.

Hanya saja, Andri mengatakan potential loss PAD tersebut dapat dimitigasi dengan melakukan negosiasi dengan pemerintah pusat atas kenaikan nilai dana transfer ke darrah. Selain itu juga mendorong komitmen investasi energi bersih sebagai pengganti sumber penghasilan daerah yang hilang.

Lalu pada aspek ketenagakerjaan, Andri menegaskan, pemerintah daerah juga dapat mendorong adanya program upskilling dan reskilling atau peningkatan keahlian tenaga kerja yang terdampak. “Ini sebagaimana dilaksanakan pada daerah-daerah lokasi pensiun dini PLTU di program JETP Afrika Selatan,” ungkap Andri.

Sementara pada aspek perputaran ekonomi UMKM, Andri mengatakan studi Celios menemukan dampak langsung keberadaan PLTU. Meskipun begitu dampaknya kecil terhadap ekonomi sektor informal, namun perlu mendapat perhatian dari skema JETP.

Ad Interim Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia CERAH, Agung Budiono menuturkan, temuan riset tersebut sangat penting. Sebab, kata Agungg, hal itu menunjukan terdapat sejumlah celah yang harus segera dibenahi oleh pengambil kebijakan mulai dari aspek perencanaan, penguatan regulasi, dan implementasi skema JETP yang berhubungan langsung dengan daerah.

“Dorongan untuk menyudahi penggunaan PLTU dan akselerasi pengembangan energi terbarukan perlu dilihat sebagai peluang untuk beralih dari ketergantungan energi yang menghasilkan banyak emisi,” jelas Agung.

Agung menilai, kebijakan tersebut berdampak positif dalam jangka panjang. Namun di sisi lain strategi perencanaan dan mitigasi atas dampak sosial, ekonomi dan lingkungan yang ada di daerah penting dilakukan agar proses transisi benar-bener dapat mengimplementasikan nilai yang berkeadilan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler