Zaman Belanda Wisata ke Puncak Bogor Harus Ditandu, Naik Kereta Kuda, Lewati Hutan dan Bertemu Hewan

Di era Hindia Belanda berlibur ke kawasan Puncak berisiko karena bisa bertemu perampok.

network /Kurusetra
.
Rep: Kurusetra Red: Partner
Kawasan Puncak. Sejak era Hindia Belanda, Bogor dan kawasan Puncak menjadi destinasi wisata favorit.

CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Pada akhir pekan atau liburan panjang, kawasan Puncak menjadi salah satu tujuan favorit wisatawan asal Jakarta dan sekitarnya. Karena itu, saban akhir pekan polisi memberlakukan jalan satu jalur selama beberapa jam secara bergantian, baik dari arah Ciawi-Puncak maupun sebaliknya. Walaupun begitu, kemacetan di kawasan Puncak tetap saja terjadi dan para wisatawan seperti tak kapok wisata ke wilayah pegunungan tersebut. Namun pernahkan Sedulur membayangkan bagaimana kawasan Puncak di era pemerintahan Hindia Belanda?

Hampir tidak ada yang terpikir bagaimana sulitnya membangun jalan raya di daerah pegunungan tersebut pada masa gubernur jenderal Herman William Daendels (1808-1811). Ketika itu, orang nomor satu di VOC tersebut memaksa rakyat melebarkan dan memperbaiki jalan-jalan lama dan membuka jalan baru, yang dapat diselesaikan dalam tempo setahun (1808-1809).

.

BACA JUGA: Sejarah, Larangan, dan 5 Mitos di Malam Satu Suro (1 Muharram) Bagi Orang Jawa

Grote Postweg (Jalan Raya Pos) yang dibangun oleh jenderal anak buah Kaisar Napoleon Bonaparte — saat Prancis menaklukkan Belanda — bermula dari Anyer di Selat Sunda (Banten) dan berakhir di Panarukan (Banywangi, Jatim), sejauh kurang lebih 1000 km. Ketika Grote Postweg antara Bogor-Puncak dibangun —tanpa alat berat seperti sekarang — harus melintasi hutan-hutan belukar, gunung-gunung tinggi, jurang-jurang, tebing dan sungai-sungai lebar dan dalam. Entah berapa ribu rakyat yang dipaksa harus kerja rodi dan tanpa dibayar.

Daendels yang terkenal keras kepala itu, ketika permintaan 1.000 tenaga sukarela untuk dipekerjakan di Ujung Kulon, yang merupakan sarang malaria, tidak disanggupi oleh Sultan Banten. Naik pitam, Daendels pun menghancurkan Keraton Surosowan, yang runtuhannya masih dapat Sedulur saksikan saat ini.

BACA JUGA: Daendels Tumbalkan 12 Ribu Pekerja untuk Bangun Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan

Jalan raya Jakarta-Bogor, yang tiap hari didatangi banyak orang, saat dibangun Jalan Pos Raya — terutama dekat Bekasi — hutan-hutan lebat menjadi sarang binantang buas dan tempat persembunyian para penyamun, pembunuh budak buronan (perbudakan baru dihapus 1860 di era Gubernur Jenderal Sir Thomas Stamford Raffles). Sedang antara Bogor-Puncak, selain banyak binatang liar lain, juga dihuni badak. Lebih-lebih di dekat tanjakan.

Wisata ke Puncak naik tandu dan kereta kuda...


Kawasan Puncak. Sejak era Hindia Belanda, Bogor dan kawasan Puncak menjadi destinasi wisata favorit.

WISATA NAIK TANDU DAN KERETA KUDA

Menurut Tio Ie Soei, dalam tulisannya, Mengenang Lalu Lintas Abad ke-19, lebih dari setengah abad di Grote Postweg jarang tampak orang menunggang kuda atau ditandu, pedati, reiswagen atau baros, kereta pos dan karos, kendaraan-kendaraan masa itu. Kala itu orang yang bepergian jauh, bila naik tandu yang digotong dua atau empat pemikul yang dengan upah Rp 1,25 untuk Jakarta-Bogor dan Rp 2,00 untuk Bogor-Cianjur, harus melewati Puncak.

Karena tidak aman di perjalanan, tak ada wanita muda yang berani melakukan perjalanan seorang diri. Kala itu anak gadis masih dipingit. Mereka tidak naik tandu dari muka rumah, tapi tandunya dimasukkan ke pertengahan rumah. Supaya penumpangnya tidak kepanasan dan kehujanan dan tidak ditonton orang, tandu itu diberi tirai. Kemudian setelah si gadis berada di dalamnya, baru tandu digotong keluar, diantar oleh ayah atau saudara laki-laki.

BACA JUGA: Sejarah Gelar Haji di Indonesia, Diberikan Belanda untuk Redam Perlawanan Umat Islam

.

Selain tandu, untuk perjalanan jauh juga digunakan kahar yang lebih dikenal dengan sebutan kretek atau sado, yang ditarik oleh seekor atau dua ekor kuda kampung yang memuat empat penumpang. Sewanya Rp 12,50 untuk Bogor-Jakarta dan Rp 15,00 Bogor-Cianjur per orang. Seperti juga pedati, beberapa kali sado harus ganti kahar yang disediakan orang kampung di beberapa kampung tertentu.

Jika melewati tanjakan yang berat, dan kuda tidak sanggup menanjak, ia dibantu dorong atau ditarik oleh sapi atau kerbau. Sepanjang Grote Postweg Batavia-Puncak terdapat rumah-rumah pos tempat pengganti kuda-kuda gubernemen tiap enam paal (1 paal = 1.507 meter) di tanah datar dan lima paal di tanah tanjakan (pegunungan).

BACA JUGA: Daendels Bangun Jalan Anyer-Panarukan, Thomas Raffles Pugar Candi Borobudur

Yang disebut rumah pos adalah sebuah bangsal (los) besar panjang dan tinggi. Dalam tempo beberapa menit saja kuda-kuda yang telah lelah berganti dengan yang segar yang tersedia di istal rumah-rumah pos.

Sementara, penumpang yang tengah beristirahat dapat makan dan minum sambil menikmati pemandangan indah dan hawa pegunungan yang sejuk. Dengan naik kahar, Jakarta-Bogor yang berjarak sekitar 60-an km, dapat ditempuh kira-kira dalam delapan jam. Sedangkan Bogor-Cianjur — sekitar 20-an km — membutuhkan 12 jam.

BACA JUGA: Demi Ambisi Kuasai Hindia Belanda, Raffles dan Daendels Berperang Hingga Puluhan Ribu Nyawa Prajurit

Dari Jatinegara Gunung Salak dan Gunung Gede sudah terlihat....


Kawasan Puncak. Sejak era Hindia Belanda, Bogor dan kawasan Puncak menjadi destinasi wisata favorit.

PEMANDANGAN GUNUNG SALAK DAN GEDE DARI JATINEGARA

Waktu itu, kalau melewati Meester Cornelis (Jatinegara) — sekitar 15 km dari pusat kota Batavia di Pasar Ikan — tampak sawah, tegalan dan kadang-kadang kelompok kecil beberapa kampung. Dari sini tampak jelas Gunung Salak (2.211 meter) dan Gunung Gede (2.958 meter) yang bertambah lama bertambah jelas dari kebiru-biruan menjadi kehijau-hijauan. Setelah melewati Jatinegara hawa akan bertambah sejuk.

Grote Postweg melewati Istana Bogor dan Kebon Raya yang diteduhi pohon-pohon kenari besar dari kedua pinggirnya. Di sini terdapat tempat sidang kabinet karena para gubernur jenderal Belanda lebih senang tinggal di Istana Bogor ketimbang di Istana Noordwijk (kini Istana Negara) dan Istana Merdeka.

BACA JUGA: Bogor Daerah Perbukitan, Mengapa Bisa Punya Dermaga?

.

Presiden Soekarno juga seringkali tinggal di Istana Bogor, terutama saat-saat menjelang akhir pekan. Istana Bogor, dengan puluhan kijang di taman dan halamannya,didirikan oleh gubernur jenderal van Imhoff(1744), diperbesar oleh Daendels (1809) dan diperbaharui oleh van der Capellen (1815). Di Istana Bogor, Bung Karno sering menerima tamu asing dan para menteri serta beberapa kali mengadakan sidang kabinet.

Bogor yang pada masa Belanda bernama Buitenzorg (sana sauci) — yang artinya kota tanpa rasa risau — sampai tahun 1960-an merupakan kota yang banyak dihuni para pensiunan dari Jakarta untuk mencari ketenangan. Bogor kini sangat sibuk dan sempat berubah menjadi kota seribu angkot, yang polusi udaranya sudah parah.

BACA JUGA: Kenapa Belanda Banyak Membangun Istana dan Villa di Bogor?

.

JANGAN LEWATKAN ARTIKEL MENARIK LAINNYA:


>
Humor Gus Dur: Pura-Pura Tangkap Santri Pencuri Ikan Kiai, Padahal Ikut Bantuin
> 7 Menu Jagoan Nasi Padang yang Diharamkan
> Rendang Nasi Padang Makanan Terenak Nomor Satu di Dunia, Yakin Mau Diharamkan?
> Restoran Nasi Padang Ada Sejak Zaman Belanda, Kok Baru Sekarang Diharamkan
> Humor Gus Dur: Jauh-Jauh ke Eropa Makannya Rendang Nasi Padang, Kapan Spagetinya?

.

TONTON JUGA PILIHAN:

iv>

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

sumber : https://kurusetra.republika.co.id/posts/228465/zaman-belanda-wisata-ke-puncak-bogor-harus-ditandu-naik-kereta-kuda-lewati-hutan-dan-bertemu-hewan-buas
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler