Jual Ginjal Korban Rp 200 Juta ke Kamboja, Sindikat Raup Keuntungan Puluhan Miliar

Sebanyak 122 orang telah menjadi korban praktik perdagangan ginjal.

Republika/Alli Mansur
Polda Metro Jaya telah menetapkan sebanyak 12 orang sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus penjulan organ tubuh ginjal. Dua diantaranya merupakan oknum kepolisian dan imigrasi, Kamis (20/7/2023).
Rep: Ali Mansur Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polda Metro Jaya membongkar sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus penjualan organ tubuh ginjal ke luar negeri. Sebanyak 122 orang telah menjadi korban dan ginjal milik korban dijual dengan harga Rp 200 juta. Ginjal para korban diambil di rumah sakit Preah Ket Mealea yang terletak di wilayah ibu kota Kamboja, Phnom Penh.  

Baca Juga


"Para sindikat Indonesia terima pembayaran Rp 200 juta, (lalu) Rp 135 juta dibayar ke pendonor. Sindikat terima Rp 65 juta perorang dipotong ongkos operasional pembuatan paspor, naik angkutan dari bandar ke rumah dan dan sebagainya," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya,  Jakarta Selatan, Kamis (20/7).

Menurut Hengki, total omzet yang didapat para sindikat sejak tahun 2019 sampai dengan tahun 2023 sebesar Rp 24,4 milyar. Angka tersebut didapat dari hasil penjualan ginjal sebanyak 122 korban. Namun, tidak tertutup kemungkinan jumlah korban masih bisa bertambah seiring dengan penyidikan yang masih berjalan. 

Adapun motif para korban rela menjual bagia organ tubuhnya karena kebutuhan ekonomi. Sehingga para sindikat pun memanfaatkan kondisi ekonomi korban yang sedang tidak baik-baik saja. Latar belakang dari para korban cukup bervariasi mulai dari pedagang, guru hingga ada yang lulusan strata dua atau S2 di perguruan tinggi terkemuka.  

"Para pelaku memanfaatkan posisi rentan para korban yang umumnya kesulitan secara finansial dan mengeksploitasi korban demi memperoleh keuntungan. Para korban dijanjikan diberi uang Rp 135 apabila berhasil mendonorkan ginjalnya," kata Hengki.

 

 

Hengki melanjutkan, pelaku menjaring para korban dari mulut ke mulut dan menggunakan fasilitas media sosial Facebook dengan nama Group Donor Ginjal Luar Negeri dan Donor Ginjal Indonesia. Kemudian para korban umumnya tergabung dalam grup melihat broadcast pesan pelaku kemudian dilanjutkan bertukar kontak dan berkomunikasi pribadi melalui whatsapp.

"Korban diarahkan untuk mengikuti prosedur pemeriksaan kesehatan dan berangkat ke tempat penampungan di Bekasi sambil menunggu pengurusan paspor dan tiket ke Kamboja dengan kedok seolah-olah melaksanakan perjalanan wisata," ungkap Hengki. 

Dalam kasus ini, penyidik telah menangkap dan menetapkan sebanyak 12 orang sebagai tersangka dalam kasus TPPO dengan modus penjulan organ tubuh ginjal. Dua dari 12 tersangka diantaranya merupakan oknum kepolisian berinisiap Aipda M dan pegawai Imigrasi berinisial AH.  "Non sindikat ada dua tersangka, satu oknum Polri dan oknum Imigrasi," ucap Hengki. 

Hengki menyebut, Aipda M yang diduga berusaha merintangi penyidikan dari Tim Gabungan Polri. Dia diduga menyuruh sindikat untuk menghilangkan barang bukti. Seperti menyuruh tersangka membuang handphone dan berpindah-pindah tempat untuk mengelebahu petugas. "Yang bersangkutan menerima Rp 612 juta, menipu, menyatakan bisa menghentikan kasus agar tidak diurus," terang Hengki.

Sementara oknum Imigrasi berinsial AH berperan membantu meloloskan korban pada saat pemeriksaan Imigrasi di Bandara Ngurah Rai, di Bali. Diduga oknum Imigrasi berinisial AH tersebut menerima imbalan sekitar Rp 3 juta per orang yang diberangkatkan ke Kamboja. 

"Yang bersangkutan mendapat Rp 3,2 juta sampai Rp 3,5 juta per kepala yang diberangkatkan dari Bali," kata Hengki.  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler