Literasi Digital Dinilai Penting Hindari Tindak Kejahatan Siber
Seluruh individu yang berada di dunia digital bisa menjadi target tindak kejahatan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI Rizal E Halim mengingatkan pentingnya literasi digital agar dapat terhindar dari bahaya-bahaya yang mungkin terjadi di dalam ruang digital. "Dalam setiap kesempatan, selalu ada pihak yang mencari peluang sehingga dimanfaatkan untuk tindak kejahatan. Tidak ada cara lain kecuali pemerintah, industri, dan seluruh elemen masyarakat untuk menjaga literasi," kata Rizal dalam acara Indonesia Financial literacy Conference, yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat (21/7/2023).
Rizal mencontohkan, salah satu risiko digital yang mungkin dialami oleh individu adalah ketika membuka akun media sosial baru. Saat menyelesaikan pendaftaran akun, calon pengguna akan diminta untuk membaca syarat dan ketentuan yang berlaku, terutama terkait data yang bisa diakses oleh platform. Seringkali calon pengguna melewati bacaan dan langsung memberikan persetujuan.
Padahal, perizinan tersebut bisa menjadi celah yang bisa dimanfaatkan untuk memperjualbelikan data. Meski penyedia platform mengklaim hanya menggunakan data yang telah disetujui, namun Rizal mengatakan perusahaan tidak memiliki kontrol penuh terkait individu yang berada dalam korporasi.
"Karena ternyata banyak beredar data-data kita yang diperjualbelikan di pasar-pasar gelap. Itu tidak hanya terjadi pada saat digital, tapi juga sejak konvensional," ujar Rizal.
Selain individu, target yang bisa menjadi korban kejahatan digital adalah pemain industri. Perusahaan bisa mengalami kerugian besar bila mengalami kejahatan digital.
Oleh karena itu, Rizal menyarankan agar tiap pelaku industri telah mempersiapkan skenario dan kebijakan untuk mengatasi masalah kejahatan digital di level internal perusahaan. Dengan begitu, perusahaan bisa mengambil tindakan sebelum diserahkan ke aparat penegak hukum.
"Itu akan lebih efisien dan efektif. Jadi, saya menyarankan agar industri harus bisa membentengi dirinya sendiri dari risiko yang bisa merusak nama industri, reputasi, dan kredibilitas industri," jelas Rizal.