Ini yang Disampaikan Airlangga Usai Jalani Pemeriksaan 12 Jam di Kejagung

Airlangga mengaku dicecar 46 pertanyaan oleh penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung.

Republika/Putra M. Akbar
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (24/7/2023).
Rep: Bambang Noroyono Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto diperiksa selama 12 jam sejak pukul sembilan pagi di Gedung Pidana, Kejaksaan Agung (Kejagung). Sekitar pukul sembilan malam Airlangga baru keluar dari pemeriksaan sebagai saksi terkait korupsi pemberian izin ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO).

Usai diperiksa, Airlangga bersama-sama pejabat di Pidsus Kejakgung sempat melakukan konpers di pelataran Gedung Pidsus. Sesi konpers pertama, diperuntukan untuk Airlangga. Namun hal ini tak berlangsung lama karena Airlangga, tak bersedia melakukan sesi tanya jawab dengan ratusan pewarta yang sudah menunggunya sejak pagi.

Airlangga hanya menyampaikan tiga kalimat kepada wartawan. “Saya hari ini hadir untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan penyidik. Ada 46 pertanyaan. Dan saya sudah menjawab dengan sebaik-baiknya,” tutur Airlangga, Senin (24/7/2023).

Usai pernyataan tersebut, Airlangga pun memutuskan menutup konfrensi pers sesi pertama tanpa ada sesi tanya jawab untuk wartawan. Airlangga, pun langsung pergi menuju mobil Land Cruider B 2585 SJI yang sudah menunggunya untuk pulang.

Tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa Airlangga sebagai saksi dalam lanjutan penyidikan korupsi pemberian izin ekspor CPO di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Airlangga dijejali sebanyak 46 pertanyaan seputar peran, fungsi, dan jabatannya dalam mengatasi kelangkaan minyak goreng. Serta perannya dalam pemberian izin ekspor CPO untuk tiga tersangka korporasi Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi menuturkan, pemeriksaan terhadap Airlangga merupakan pengembangan dari putusan hukum yang inkrah atas lima terpidana perorangan yang sudah divonis bersalah. “Dalam rangka untuk membuat terang suatu peristiwa pidana, maka kami memandang perlu untuk memeriksa Airlangga Hartarto selaku Menko Perekonomian, khususnya terkait dengan tugas dan tanggung jawab beliau dalam rangka mengatasi kelangkaan minyak goreng, dan pemberian fasilitas ekspor CPO yang terbukti telah menimbulkan kerugian keuangan negara,” ujar Kuntadi di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejagung, Senin (24/7/2023).

Kuntadi menolak membeberkan materi penting apa saja yang ada dalam daftar 46 pertanyaan saat pemeriksaan Airlangga. Namun, ia mengeklaim, tim penyidikannya menanyakan kepada Airlangga seputar kaitannya dengan fakta-fakta hukum tetap dari hasil persidangan enam terpidana perorangan yang sudah dinyatakan inkrah bersalah dalam korupsi penyebab kelangkaan minyak goreng itu.

“Tentunya 46 pertanyaan ini sangat teknis sekali dalam penyidikan sehingga kami tidak bisa menyampaikan. Namun inti dari pemeriksaan kami untuk mengetahui sejauh mana tindakan penanggulangan dari menteri perekonomian dalam mengatasi kelangkaan minyak goreng, dan peran apa dalam pemberian fasilitas ekspor CPO serta turunannya itu,” kata Kuntadi.

Kasus korupsi pemberian izin ekspor CPO oleh Kemendag ini, dinyatakan oleh pengadilan sebagai sebab terjadinya krisis dan kelangkaan minyak goreng yang terjadi di Indonesia pada 2021-2022. Kelangkaan tersebut membuat harga minyak goreng di Tanah Air melambung tinggi. Sehingga pemerintah harus menggelontorkan subsidi setotal Rp 6,47 triliun yang dinyatakan oleh pengadilan, sebagai kerugian negara dalam mengatasi pelambungan harga tinggi minyak goreng di dalam negeri.
Enam nama yang diseret ke pengadilan sudah inkrah dinyatakan bersalah, dan dihukum penjara. Di antaranya, Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana dihukum 3 tahun penjara. Selanjutnya adalah anggota tim asistensi Kementerian Koordinator Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei yang dihukum 7 tahun penjara.

Sedangkan yang lainnya adalah para terpidana dari pihak swasta, yakni Pierre Togar Sitanggang, general manager Musim Mas dipenjara 6 tahun. Master Parulian Tumanggor (MPT) selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, dihukum penjara 1 tahun 6 bulan. Terakhir terdakwa Stanley MA, selaku manager corporate Permata Hijau Group dihukum penjara 1 tahun 6 bulan.

Namun terhadap para terpidana itu, hakim di tingkat Mahkamah Agung (MA) tak membebankan pengembalian kerugian negara. Karena menurut hakim kerugian negara tersebut disebabkan oleh kebijakan korporasi. Karena itu, mahkamah membebankan penggantian kerugian negara senilai Rp 6,47 triliun kepada tiga korporasi yang belakangan ditetapkan sebagai tersangka. Yakni Wilmar Group, dan Musim Mas Group, serta Permata Hijau Group.

Baca Juga


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler