Pemilik Restoran di Swedia Tolak Jual Minuman ke Pembakar Alquran
Momika menodai Alquran dan bendera Irak.
REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Pria berkebangsaan Irak, yang membakar Alquran di Swedia, Salwan Momika, ditolak dari sebuah restoran milik seorang imigran Kristen Irak, Ibrahim Sirimci.
Sirimci, pemilik restoran di ibu kota Stockholm, menolak menjual minuman ringan ke Momika. Pemilik restoran membagikan kejadian itu secara langsung di media sosial.
Seorang warga Kristen Irak yang juga berada di restoran itu mengatakan kepada Momika: "Saya juga orang Irak, saya seorang Kristen. Apa yang Anda lakukan memalukan. Anda menghina Islam. Anda menyakiti kami seperti Anda menyakiti orang lain."
Sirimci mengatakan, Momika datang ke tokonya untuk membeli minuman ringan, dan ketika dia menyadari siapa dirinya, dia tidak menjualnya kepadanya.
"Dia datang ke toko saya dan ingin membeli minuman ringan. Saya mengenalinya dan berkata, 'Kamu adalah orang yang membakar Quran, kamu tidak dapat memiliki minuman ringan,'" kata Sirimci dilansir dari laman TRT World pada Selasa (25/7/2023).
Momika, pria asal Irak yang tinggal di Swedia, membakar Alquran di bawah perlindungan polisi di depan Masjid Stockholm pada hari pertama Idul Adha.
Pada 20 Juli, Momika menodai Alquran dan bendera Irak di bawah perlindungan polisi di depan Kedutaan Besar Irak di Stockholm.
Slogan Nazi dilarang tapi bakar Alquran diizinkan ...
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) akan segera bertindak jika Pemerintah Swedia tak mengamendemen aturannya terkait penyebaran kebencian. Hal ini disampaikan pengamat geopolitik Arab Saudi, Salman Al-Ansari.
"Jika Pemerintah Swedia tidak memperbaiki sistem hukum yang mengizinkan ekstremis dan kelompok radikal menyebarkan kebencian, saya tak akan kaget OKI mengambil keputusan tak terduga," kata Ansari dalam program Frankly Speaking Arab News, Ahad (23/7/2023).
Pernyataan Ansari muncul bersamaan dengan kecaman OKI terhadap aksi pembakaran Alquran di Denmark yang dilakukan kelompok ekstremis sayap kanan Danske Patrioter (Patriot Denmark) di luar Kedubes Irak di Kopenhagen, Jumat (21/7/2023).
Ia menuding Pemerintah Swedia berlaku hipokrit. Ia mencontohkan aktivis kelompok sayap kanan menghadapi penindakan hukum karena menggunakan slogan Nazi sedangkan tindakan-tindakan anti-Muslim tak dikenai hukum apapun.
"Mereka berdalih, aksi pembakaran Alquran atau kitab suci apapun merupakan bagian dari kebebasan berekspresi. Jadi, bagaimana dengan slogan Nazi?" tanya Ansari. Padahal tindakan penistaan itu merupakan kebencian terhadap 1,7 miliar orang, baik Muslim, Kristen, maupun Yahudi.
‘’Membakar kitab suci mana pun, apakah Alquran, Injil, atau Taurat itu menjijikan dan tak bisa dibenarkan. Ini tindakan kebencian yang ekstrem. Jika bukan kebencian mengapa mengangkat kebencian? Ini pertanyaan saya,’’ ujar Ansari.
Maka itu, dijelaskan Ansari, yang diharapkan semua pihak adalah kaji ulang oleh Swedia atas sistem hukum mereka. Ini akan berdampak pada nasib mereka juga terutama dalam hubungan diplomasi dengan puluhan negara Muslim.