Swedia Akhirnya akan Ubah UU demi Cegah Pembakaran Alquran
Menlu Swedia akan memastikan sikap tidak hormat terhadap Alquran tak terulang lagi
REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Pemerintah Swedia akhirnya mencoba mengubah undang-undang yang akan mencegah pembakaran Alquran ataupun pelecehan terhadap kitab suci lainnya di masa depan. Kabar ini disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Aljazair saat Menteri Luar Negeri Swedia Tobias Billstrom berbicara melalui telepon dengan Menteri Luar Negeri Ahmed Attaf pada Selasa (26/7/2023)
Selama percakapan tersebut, Billstrom menunjuk pada pembatasan konstitusional yang menghalangi kemampuan pemerintah untuk mencegah perilaku seperti itu. Dia pun mengungkapkan penyesalan yang mendalam atas tindakan pelecehan terhadap kitab suci umat Islam.
“Kami bekerja untuk memastikan bahwa sikap tidak hormat terhadap Alquran tidak terulang kembali,” kata Billstrom dikutip dari Anadolu Agency.
Billstrom juga memberi pengarahan kepada Attaf tentang inisiatif yang diambil oleh Kementerian Kehakiman Swedia. Rencana ini mengevaluasi kemungkinan mengadopsi undang-undang tentang menjaga ketertiban umum untuk mengatasi perilaku yang tidak dapat diterima tersebut.
Pekan lalu, pengungsi Irak berusia 37 tahun yang tinggal di Swedia bernama Salwan Momika menginjak dan menendang Alquran. Tindakan ini hanya beberapa minggu setelah membakarnya di luar masjid Stockholm.
Pada Januari 2023, pemimpin sayap kanan Denmark Rasmus Paludan membakar Alquran di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm. Insiden itu memicu kemarahan dan kecaman di seluruh dunia Islam.
Menyusul insiden terbaru atas pelecehan terhadap Alquran, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi resolusi yang menyesalkan semua tindakan kekerasan terhadap kitab suci sebagai pelanggaran hukum internasional. Lembaga yang beranggotakan 193 negara ini mengadopsi resolusi yang disusun oleh Maroko melalui konsensus.
Para pemimpin dan politisi Muslim telah menekankan bahwa penodaan dan provokasi semacam itu tidak tercakup dalam undang-undang kebebasan berekspresi.
"Semua tindakan kekerasan terhadap orang atas dasar agama atau kepercayaan mereka, serta setiap tindakan yang ditujukan terhadap simbol agama, kitab suci, rumah, bisnis, properti, sekolah, pusat budaya atau tempat ibadah, serta semua serangan terhadap dan di tempat-tempat keagamaan, situs dan tempat suci yang melanggar hukum internasional," ujar resolusi terbaru Majelis Umum PBB itu.