PBB Nyatakan Era Pemanasan Global Tiba, Juli 2023 Memiliki Iklim Terpanas Sepanjang Masa

PBB meminta setiap negara targetkan nol emisi gas karbon di 2050.

EPA-EFE/CLEMENS BILAN
Para pengunjuk rasa menghadiri hari aksi iklim global di Berlin, Jerman.
Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa mengingatkan bahwa era pemanasan global sudah tiba di mana Juli ini iklim mencapai yang terpanas sepanjang masa. "Perubahan iklim telah terjadi. Sungguh mengerikan, dan ini baru permulaan. Era bumi yang hangat sudah berakhir, era pemanasan global sudah tiba," kata Antonio Guterres kepada wartawan di markas besar PBB di New York, Jumat (28/7/2023).

Baca Juga


"Para pemimpin harus memimpin. Tidak boleh lagi bimbang. Tidak ada lagi alasan. Tidak ada lagi yang menunggu siapa yang bertindak lebih dulu. Tiada  lagi waktu untuk itu," sambung Guterres.

Juli menjadi bulan paling panas yang pernah terjadi, kata Organisasi Meteorologi Dunia dan Layanan Perubahan Iklim Copernicus Komisi Eropa. Data dari kedua badan cuaca tersebut menunjukkan bulan ini terjadi suhu laut tertinggi yang pernah ada sepanjang tahun ini.

Guterres mengatakan bisa saja kenaikan suhu dibatasi hingga 1,5 derajat Celsius sehingga menghindari perubahan iklim terburuk. Perjanjian Iklim Paris yang disetujui pada 2015 berusaha membatasi pemanasan global hingga jauh di bawah 2 C, tapi lebih baik pada 1,5 C sampai akhir abad ini untuk memerangi perubahan iklim.

Di dalam perjanjian itu, PBB meminta kepada setiap negara guna mengurangi emisi hingga setengahnya pada 2030 dan turun hingga nol emisi pada 2050. "Kami perlu target pengurangan emisi nasional baru yang ambisius dari para anggota G-20," kata Guterres.

Dia mendesak perusahaan-perusahaan, kota-kota, wilayah-wilayah dan lembaga-lembaga keuangan agar menghadiri Konferensi Ambisi Iklim dengan membawa rencana perubahan yang kredibel.

"Tak ada lagi greenwashing. Tak ada lagi penipuan. Dan tak ada lagi distorsi terang-terangan terhadap hukum antimonopoli untuk menyabotase aliansi nol emisi," kata Guterres.

Greenwashing adalah strategi pemasaran dan komunikasi untuk mendapatkan citra ramah lingkungan, padahal tak begitu serius melakukan kegiatan yang berdampak positif terhadap lingkungan.

"Buktinya terjadi di mana-mana. Manusia menyebabkan kehancuran. Ini tidak boleh melahirkan  keputusasaan, melainkan tindakan. Kita masih bisa menghentikan yang terburuk," tutup Guterres.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler