Israel Larang Arab Saudi Buka Misi Fisik di Yerusalem: Tidak akan Kami Izinkan

Arab Saudi tegaskan dukungan untuk kemerdekaan Palestina

REUTERS/Thaier Al-Sudani
Ilustrasi bendera Israel. Normalisasi hubungan Arab Saudi dan Israel masih temukan ganjalan
Rep: Umar Mukhtar Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH –  Israel melarang Arab Saudi melakukan misi fisik di Yerusalem pada Ahad (13/8/2023). Arab Saudi melalui utusan Saudi pertama untuk Palestina ingin melakukan misi fisik di Yerusalem.

Baca Juga


Duta Besar Arab Saudi untuk Yordania Nayef al-Sudairi memperluas mandatnya untuk memasukkan utusan non-residen untuk Palestina. Sebuah posting media sosial oleh kedutaannya mengatakan Konsul Jenderal di Yerusalem sekarang juga menjadi tugas al-Sudairi. 

Namun, seperti dilansir Middle East Eye, Senin (14/8/2023), Israel menegaskan tidak akan ada misi fisik untuk Arab Saudi di Yerusalem Timur yang diduduki. 

"Ini (al-Sudairi) bisa menjadi delegasi yang akan bertemu dengan perwakilan di Otoritas Palestina. Apakah akan ada pejabat yang duduk secara fisik di Yerusalem? Ini tidak akan kami izinkan," kata Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen. 

Langkah Arab Saudi dilakukan setelah Amerika Serikat (AS) mengatakan telah ada beberapa kemajuan dalam upayanya untuk menengahi hubungan formal antara Israel dan Kerajaan, yang sebelumnya mengesampingkan pakta semacam itu sampai tujuan kenegaraan Palestina tercapai.  

"Orang-orang Arab Saudi ingin menyampaikan pesan kepada orang-orang Palestina bahwa mereka (Saudi) tidak melupakan mereka (rakyat Palestina)," kata Cohen. 

Arab Saudi merasa dikesampingkan oleh peningkatan pembicaraan tidak langsung. Di sisi lain, Palestina menyuarakan harapan awal bulan ini bahwa Riyadh akan mendengar keprihatinan mereka dan berkoordinasi dengan mereka. Rakyat Palestina pun terdengar lebih optimis setelah pengangkatan al-Sudairi. 

Duta Besar Palestina untuk Riyadh Bassam al-Agha mengatakan, menafsirkan penunjukan al-Sudairi sebagai utusan non residen untuk Palestina adalah bentuk "penolakan" pengakuan Amerika Serikat pada 2017 atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel. 

"Apa artinya juga mengatakan (dia) 'konsul jenderal di Yerusalem'? Itu berarti kelanjutan dari posisi Arab Saudi," kata Agha. 

Baca juga: Ketika Berada di Bumi, Apakah Hawa Sudah Berhijab? Ini Penjelasan Pakar

Palestina menginginkan sebuah negara di wilayah yang direbut oleh Israel dalam perang 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota mereka. Negosiasi yang disponsori Amerika Serikat dengan Israel untuk mencapai hal itu terhenti lebih dari satu dekade lalu. 

Di antara rintangannya adalah pemukiman Israel atas tanah yang diduduki dan perseteruan antara otoritas Palestina yang didukung Barat di Tepi Barat yang diduduki dan gerakan Hamas yang memerintah di Gaza. 

Poin penting lainnya adalah Yerusalem, yang dianggap Israel sebagai ibu kotanya yang tak terpisahkan, sebuah status yang tidak diakui secara luas di luar negeri. Otoritas Israel melarang diplomasi Palestina di kota itu. 

Al-Sudairi menyerahkan mandatnya kepada misi Palestina di Amman. Ini menunjukkan bahwa ibu kota Yordania akan tetap menjadi markasnya. 

Pemerintah sayap kanan Israel telah mengecilkan kemungkinan memberikan landasan yang signifikan kepada Palestina sebagai bagian dari potensi kesepakatan normalisasi dengan Arab Saudi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler