Penyidik Kejagung Periksa Dua Saksi Terkait Kasus Ismail Thomas
Ismail Thomas ditetapkan tersangka atas perannya sebagai anggota Komisi I DPR.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dua pegawai perusahaan percetakan turut terseret kasus korupsi pemalsuan dokumen perizinan tambang PT Sendawar Jaya. Pada Rabu (16/8/2023) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa dua pegawai inisial ARB dan P dari pihak CV Aneka Ilmu.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) tersebut, terkait dengan pembuktian untuk tersangka Ismail Thomas (IT).
“ARB dan P diperiksa sebagai saksi dari CV Aneka Ilmu,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Dari data terbuka, CV Aneka Ilmu adalah perusahaan percetakan dan penerbitan di bilangan Jakarta Pusat (Jakpus) dan di Jakarta Barat (Jakbar). Ketut menjelaskan saksi ARB diperiksa terkait perannya selaku bagian keuangan CV Aneka Ilmu.
Sedangkan saksi P diperiksa terkait perannya selaku Wakil Direktur dan Tim Monitoring Proyek CV Aneka Ilmu. “Kedua saksi tersebut, ARB dan P diperiksa terkait penyidikan tindak pidana korupsi dalam penerbitan dokumen perizinan pertambangan PT Sendawar Jaya atas tersangka IT,” sambung Ketut.
Penyidik Jampidsus Kejagung pada Selasa (16/8/2023) menetapkan Ismail Thomas sebagai tersangka. Ismail Thomas ditetapkan tersangka atas perannya sebagai anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PDI Perjuangan.
Penyidik menjerat Ismail Thomas tersangka Pasal 9 UU 31/1999-20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Penyidik pun melakukan penahanan terhadap mantan Bupati Kutai Barat, Kalimantan Timur (Kaltim) 2006-2016 itu ke sel pembatasan sementara di Rutan Kejagung.
Versi penyidikan disebutkan, kasus yang menjerat Ismail Thomas sebagai tersangka terkait dengan pemalsuan dokumen dan surat-surat perizin pertambangan batu bara PT Sendawar Jaya. Pemalsuan dokumen dan surat-surat tersebut dilakukan untuk alat bukti atas hak kepemilikan lahan pertambangan batubara seluas 5.350 Hektare (Ha) PT Gunung Bara Utama (GBU).
Padahal diketahui PT GBU adalah aset sitaan eksekusi senilai Rp 1,9 triliun yang sudah dilepas lelang terkait dengan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Jiwasraya.