Menkeu Sri Mulyani Beberkan Tiga Faktor Pendorong Ekonomi Indonesia

Daya beli masyarakat tetap terjaga atau bahkan menguat.

ANTARA/Muhammad Adimaja
Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Rep: Novita Intan Red: Yusuf Assidiq

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pemerintah mengungkapkan tiga faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester I 2023 sebesar 5,17 secara tahunan. Apalagi selama tujuh kuartal berturut-turut terjaga level lima persen.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan anggaran pendapatan dan belanja negara terus bekerja untuk menjaga momentum pemulihan pertumbuhan ekonomi.

“Konsumsi rumah tangga tumbuh 5,2 persen, lebih kuat dari kuartal I 2023 yang 4,5 persen. Banyak faktor yang dipengaruhi oleh APBN dari konsumsi rumah tangga,” ujarnya.

Pertama, capaian inflasi yang rendah karena anggaran pendapatan dan belanja negara dan Bank Indonesia (BI) bekerja sama untuk menjaga inflasi terus menurun. Adapun kondisi ini yang menyebabkan daya beli masyarakat tetap terjaga atau bahkan menguat.

Kedua, anggaran pendapatan dan belanja negara juga membantu masyarakat paling rentan, terutama 40 persen terbawah, dengan penyaluran bantuan sosial. Ketiga, pada kuartal II 2023, terdapat momen Idul Fitri, Idul Adha, dan masuk masa ajaran baru sekolah.

“Belanja yang dilakukan oleh pemerintah baik persiapan pemilu, penyelenggara keketuaan ASEAN, layanan birokrasi dan investasi baik proyek strategis nasional, IKN, dan pemeliharaan berbagai aset negara. Ini semua belanja negara yang jumlahnya sangat signifikan, sangat menentukan, dan memengaruhi kinerja growth terutama dari sisi permintaan,” kata menkeu.

Kedua jenis konsumsi tersebut, rumah tangga dan pemerintah, memberikan andil 60,8 persen terhadap total produk domestik bruto nasional. Konsumsi rumah tangga berhasil tumbuh 5,2 persen sementara konsumsi pemerintah tumbuh 10,6 persen pada kuartal II 2023. 

Dari sisi investasi, pembentukan modal tetap bruto tumbuh 4,6 persen, lebih kuat dari kuartal I 2023 sebesar 2,1 persen. Kemudian kinerja ekspor harus terkontraksi level minus 2,7 persen akibat normalisasi harga setelah pada 2021 dan 2022 sangat tinggi dan impor melambat minus 3,1 persen.

“Ini yang menyebabkan lingkungan eksternal menjadi faktor yang kita waspadai,” tegasnya.


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler