Polusi Udara Jabodetabek, Apa Dampaknya Bagi Ekonomi Ibu Kota?

Perusahaan yang ingin merelokasi kantor atau pabriknya akan berpikir ulang.

Republika/Thoudy Badai
Kendaraan terjebak kemacetan di kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (14/8/2023).
Rep: Novita Intan Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center of Economic and Law Studies (Celios) mengungkapkan dampak tingginya tingkat polusi udara di Jakarta dapat menurunkan minat investasi. Hal ini disebabkan perusahaan yang ingin merelokasi kantor atau pabriknya ke sekitar Ibu Kota akan berpikir ulang.

Baca Juga


Direktur Celios Bhima Yudhistira mengatakan realisasi investasi akan terpengaruh akibat tingginya polusi udara di Jabodetabek. “Menurunnya minat berinvestasi di Jakarta. Karena tingginya polusi udara, perusahaan yang ingin relokasi kantor atau pabriknya jadi berpikir ulang. Akibatnya realisasi investasi jadi terpengaruh,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Senin (21/8/2023).

Bhima menyebut tingginya polusi udara juga mengakibatkan produktivitas kerja masyarakat terganggu. Menurut Bhima, banyak studi menunjukkan tingginya polusi udara berkorelasi dengan sering absennya pekerja, jumlah izin sakitnya tinggi, dan mengganggu konsentrasi kerja. 

“Bahkan ada yang sengaja bolos kerja khawatir terpapar polusi udara ketika berangkat pulang pergi ke tempat kerja,” ucapnya.

Hal tersebut kata Bhima juga berdampak terhadap mahalnya biaya kesehatan. Ini akan menjadi beban bagi BPJS kesehatan jangka panjang.

Kemudian, memicu berkurangnya tempat wisata terbuka atau outdoor serta pertunjukkan seni musik budaya di tempat terbuka. Padahal, pascapandemi salah satu penggerak ekonomi Jakarta merupakan pariwisata dan bisnis hiburan.

“(Polusi) menambah mahal biaya perawatan kendaraan dan AC kantor dan perumahan. Kalau udara kotor, pengusaha dan masyarakat akan keluarkan biaya lebih mahal perawatan AC di mobil, kantor, rumah,” ucapnya.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler