Usia Pengidap Kanker Paru di Indonesia 5-10 Tahun Lebih Muda Dibandingkan Negara Lain
Pengidap kanker paru di Indonesia berada di angka 58 tahun.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Onkologi, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Sita Laksmi Andarini mengatakan, Indonesia memiliki rataan usia pengidap kanker paru lima sampai sepuluh tahun lebih muda dibandingkan dengan luar negeri. "Di luar negeri, data menunjukkan rataan usia 68 tahun, di Indonesia berada di angka 58 tahun," katanya dalam acara yang bertajuk 'Kenali Konsensus Baru Nasional Skrining Kanker Paru' yang diikuti di Jakarta, Rabu (23/8/2023).
Sita mengatakan, angka tersebut merupakan angka rataan, bukan angka minimum. Sebab, dia mendapatkan sejumlah pasien kanker paru yang berada pada usia sekitar 40-an.
Dia menyebutkan, berbagai faktor risiko, seperti faktor genetik, zat karsinogen, bahan bangunan berupa asbes, debu, serta polusi udara yang terdapat di sejumlah daerah perkotaan di Indonesia menjadi beberapa faktor yang menyebabkan Indonesia berada pada angka tersebut. Ia menyayangkan kondisi tersebut juga diperparah dengan kasus kanker paru yang umumnya ditemukan saat sudah berada pada stadium lanjut.
"Di RSUP (Rumah Sakit Umum Pusat) Persahabatan Jakarta, 95 persen pasien yang datang untuk didiagnosis sudah mencapai stadium empat," ujarnya.
Oleh karena itu, Sita mengimbau kepada masyarakat agar melakukan skrining bila terpapar dengan faktor risiko penyebab kanker paru. Dengan melakukan skrining sejak dini, kata dia, dapat mengurangi risiko terjadinya kanker yang lebih parah, sehingga lebih mudah untuk ditangani dan disembuhkan.
"Kalau masih dini, angka harapan hidup jauh lebih besar. Juga pembiayaannya berbeda jika masih berada di stadium satu dan dua, dibandingkan jika sudah sampai stadium tiga dan empat," tutur Sita.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin menganjurkan seluruh lapisan masyarakat untuk melakukan deteksi dini atau skrining kesehatan secara berkala untuk pengendalian kasus di Indonesia.
“Kanker itu dapat dikendalikan, angka survival ratenya tinggi, tapi syaratnya harus deteksi dini. Sekitar 90 persen bisa dikendalikan, kalau ditemukan pada stadium lanjut, 90 persen akan meninggal,” kata Budi Gunadi Sadikin.
Di Indonesia, kata Menkes, sebagian besar pasien yang memeriksakan diri saat kanker sudah dalam stadium lanjut. Akibatnya 90 persen kasus tidak mendapatkan penanganan yang optimal, yang berakhir pada kematian.