Hary Tanoe Sekeluarga Nyaleg Dapat Nomor Urut Kecil, Ini Alasan Perindo
Berdasarkan penelitian Perludem, 63 persen caleg terpilih adalah caleg nomor urut 1.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo dan semua anggota keluarganya terdaftar sebagai calon anggota DPR dari Partai Perindo dengan nomor urut kecil. Nomor urut kecil atau teratas merupakan salah faktor kunci penentu kemenangan.
Wakil Ketua Umum Partai Perindo Ferry Kurnia Rizkiansyah menyebut, pemberian nomor urut kecil kepada Hary sekeluarga sudah sesuai dengan ketentuan internal Partai Perindo. Pemberian nomor urut teratas kepada Hary, istrinya, dan anaknya itu bertujuan untuk mendongkrak perolehan suara Partai Perindo dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.
"Penempatan nomor urut sudah sesuai dengan mekanisme yang ada. Ini merupakan bentuk komitmen partai untuk memenangkan Perindo di Pileg 2024," kata Ferry ketika dihubungi Republika dari Jakarta, Kamis (24/8/2023).
Sebagai catatan, Partai Perindo dalam Pemilu 2019 lalu gagal menempatkan kadernya di DPR. Sebab, raihan suara partai yang didirikan Hary itu tak mencapai ambang batas parlemen (empat persen suara sah nasional).
Dosen hukum pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini mengatakan, dalam pemilihan legislatif dengan sistem proporsional terbuka, pada dasarnya setiap calon anggota legislatif (caleg) punya kesempatan sama untuk menang. Namun, pada kenyataannya nomor urut caleg tetap menjadi salah satu faktor penentu kemenangan.
"Berdasarkan hasil kajian Perludem atas hasil pileg Pemilu 2019, sebanyak 63 persen caleg yang terpilih dan duduk di DPR adalah caleg pada nomor urut 1," kata Titi yang merupakan pembina pada Perkumpulan untuk Demokrasi dan Pemilu (Perludem) itu, kepada Republika pada Juni 2023 lalu.
Klaim kapasitas
Ferry menyatakan, langkah partainya mengusung Hary sekeluarga sebagai bakal caleg DPR tak perlu diperdebatkan oleh publik. Sebab, tidak ada aturan yang melarang satu keluarga maju sebagai caleg DPR. Yang penting, semua anggota keluarga itu memenuhi kualifikasi dan mengikuti aturan pendaftaran caleg.
Dia pun mengklaim, bahwa Hary Tanoe dan semua anggota keluarganya memenuhi kualifikasi untuk menjadi caleg DPR dari Partai Perindo. Karena itu, semua keluarga ketua umumnya itu patut diusung dan didukung menjadi calon wakil rakyat.
"Semua orang, termasuk keluarga Pak HT, yang memiliki kapasitas, integritas, dan komitmen kebangsaannya patut didukung," kata Ferry menegaskan.
Semua anggota keluarga konglomerat Harry Tanoesoedibjo terdaftar sebagai bakal caleg terungkap setelah KPU RI mengumumkan Daftar Calon Sementara (DCS) Anggota DPR RI pada Sabtu (19/8/2023). Hary, istrinya, dan semua anaknya menjadi bakal caleg Partai Perindo di tujuh daerah pemilihan (dapil).
Hary Tanoesoedibjo tercatat sebagai bakal di Dapil Banten III. Dia menempati nomor urut 1 di antara bakal caleg Partai Perindo lainnya di dapil tersebut.
Sedangkan istrinya Hary, Liliyana Tanaja Tanoesoedibjo terdaftar sebagai bakal caleg nomor urut 1 di Dapil Jakarta II. Anak pertamanya sekaligus Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Angela H Tanoesoedibjo jadi bakal caleg nomor urut 1 di Dapil Jawa Timur I.
Anak kedua Hary, Valencia H Tanoesoedibjo terdaftar sebagai bakal caleg nomor urut 1 di Dapil Jakarta III. Anak ketiganya, Jessica Tanoesoedibjo maju di Dapil NTT II dan mendapatkan nomor urut 1.
Anak keempatnya, Clarissa Tanoesoedibjo tercatat sebagai bakal caleg nomor urut 2 di Dapil Jawa Barat I. Adapun anak bungsunya, Warren Tanoesoedibjo juga ikut menjadi bakal caleg lewat partai milik bapaknya itu dan mendapatkan nomor urut 2 di Dapil Jawa Tengah I.
Setelah kabar Hary Tanoe sekeluarga menjadi caleg ini tersiar, publik ramai-ramai melontarkan kritik di media sosial. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) juga menyampaikan kritikan keras.
Peneliti Formappi, Lucius Karus menyebut, pengusungan Hary Tanoe sekeluarga sebagai bakal caleg ini merupakan wujud nyata dari politik kekerabatan. Fenomena ini disebut merusak demokrasi dari banyak sisi.
"Jaringan politik kekerabatan ini sulit diketahui oleh masyarakat, padahal itu dampaknya buruk, merusak demokrasi kita," kata Lucius Karus ketika dihubungi Republika dari Jakarta, Senin (21/8/2023).
Lucius menjelaskan, fenomena politik kekerabatan di tubuh Partai Perindo itu merusak proses kaderisasi partai. Kader-kader potensial yang sudah mengikuti tahapan kaderisasi, bahkan mungkin pencalonan, tentu terhalang langkahnya menjadi caleg karena harus mengalah dengan keluarga ketum-nya. Kalaupun bisa menjadi caleg, para kader tetap saja harus merelakan nomor urut kecil apabila terdaftar di dapil yang sama dengan keluarga bos partai.
"Umumnya caleg-caleg kekerabatan ini menjadi caleg dengan menempuh jalan pintas, yakni mengandalkan kedekatan dengan elite partai. Mereka biasanya mendaftar di hari terakhir pendaftaran dan tidak mengikuti tahapan kaderisasi seperti anggota partai lainnya," kata Lucius.
Selain merusak kaderisasi partai, kata dia, fenomena politik kekerabatan ini juga akan membuka peluang terjadinya praktik korupsi apabila mereka terpilih sebagai anggota dewan. Sebab, elite partai lebih muda mengontrol anggota dewan yang merupakan keluarganya saat hendak melakukan praktik culas berjamaah.
"Elite partai cenderung merekrut keluarganya, kerabatnya menjadi caleg, ya untuk kepentingan itu. Agar jangkauan informasi terkait dengan praktik-praktik menyimpang yang mereka lakukan bisa dikendalikan," ujar Lucius.
Menurut dia, politik kekerabatan atau politik dinasti ini terjadi karena regulasi pemilu memang tidak melarang hal tersebut. Praktik tersebut semakin subur akibat adanya "oligarki partai" alias segelintir orang yang punya kuasa penuh menentukan kebijakan partai.