Resmi Gabung BRICS, Iran: Ini Kemenangan Strategis
Pengalaman Iran dengan sanksi AS menjadikannya sebagai anggota penting di BRICS
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran menggambarkan keanggotaan permanennya di BRICS sebagai kemenangan strategis. Wakil Kepala Staf Urusan Politik Presiden Iran, Mohammad Jamshidi, mengatakan bergabungnya Iran sebagai anggota BRICS merupakan langkah bersejarah.
“Dalam sebuah langkah bersejarah, Republik Islam Iran menjadi anggota tetap BRICS. Sebuah kemenangan strategis bagi kebijakan luar negeri Iran,” ujar Jamshidi, dilaporkan Middle East Monitor, Kamis (24/8/2023).
Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa yang merupakan tuan rumah KTT BRICS tahun ini, mengumumkan enam negara baru yang resmi menjadi anggota. Enam negara tersebut yaitu Argentina, Mesir, Iran, Ethiopia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA). Perluasan kelompok negara-negara berkembang, BRICS, menjadi agenda utama dalam pertemuan puncak tahun ini di Johannesburg.
Presiden Iran, Ebrahim Raisi, menjadi salah satu pemimpin dunia yang diundang ke KTT BRICS ke-15. Raisi tiba di Johannesburg pada Kamis pagi. Sebelum menaiki pesawat untuk terbang ke Afrika Selatan, Raisi menggambarkan BRICS sebagai kekuatan baru di dunia yang menyatukan negara-negara independen. Raisi juga menyatakan kesiapan Iran untuk meningkatkan kerja sama dengan negara-negara anggota BRICS.
Keanggotaan Iran dalam BRICS terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Teheran dan Washington, di tengah kebuntuan perjanjian nuklir 2015, serta ketegangan antara kedua pihak di Teluk Persia. Para ahli melihat BRICS sebagai penyeimbang yang layak terhadap G-7, yaitu sebuah forum politik kuat yang dipimpin AS dengan anggota Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang dan Inggris.
BRICS adalah blok geopolitik berpengaruh dengan lima negara anggota yaitu Rusia, Cina, Brasil, India, dan Afrika Selatan. Kelompok ini mencakup 42 persen populasi dunia dan diperkirakan menyumbang lebih dari 50 persen PDB global pada 2030.
Iran mengajukan permohonan keanggotaan penuh di blok tersebut pada Juni tahun lalu. Pengajuan ini berlangsung beberapa hari setelah Presiden Raisi diundang untuk berpidato secara virtual di KTT BRICS Plus. Dalam pidatonya, Raisi menyatakan kesediaan negaranya berbagi kemampuan dan potensi yang besar untuk membantu blok tersebut mencapai tujuannya. Dia menyoroti berbagai tantangan global seperti tren global yang saling bertentangan, unilateralisme, keberpihakan nasionalis, sanksi dan tindakan ekonomi yang memaksa.
Sebelumnya Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan, keanggotaan penuh Iran di BRICS akan menambah nilai. Awal bulan ini, Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian mengatakan, negaranya adalah mitra yang dapat diandalkan dan berpengaruh di kelompok BRICS.
“Iran adalah mitra yang dapat diandalkan dan berpengaruh dalam kerja sama bilateral dan multilateral karena letak geografisnya yang strategis dan unik, cadangan energi yang besar, terutama minyak dan gas, jaringan transportasi dan transit yang murah dan pendek, tenaga kerja muda dan ahli serta pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi modern," ujar Amir-Abdollahian.
Pengamat mengatakan, pengalaman Iran dengan sanksi AS menjadikannya sebagai negara anggota penting di BRICS. Karena Iran berupaya untuk membuang dolar AS demi mengedepankan mata uang lokal. BRICS melontarkan gagasan pembentukan Bank Pembangunan Baru (New Development Bank) sebagai saingan Dana Moneter Internasional (IMF), yang saat ini mendominasi sistem keuangan global.