BRICS Coba Merombak Tatanan Dunia
Tatanan dunia yang dianggap tidak cukup adil bagi negara dunia ketiga.
REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG -- Blok negara-negara berkembang BRICS pada hari Kamis (24/8/2023), sepakat untuk menerima enam anggota baru, yakni Arab Saudi, Iran, Ethiopia, Mesir, Argentina, dan Uni Emirat Arab (UAE). Penambahan enam negara anggota BRICS ini sebuah langkah yang bertujuan untuk mempercepat upaya mereka merombak tatanan dunia yang dianggap tidak cukup adil bagi negara dunia ketiga.
Dalam memutuskan untuk mendukung perluasan, yang pertama kali dilakukan oleh blok ini dalam 13 tahun terakhir, yakni para pemimpin BRICS membiarkan pintu terbuka bagi negara yang ingin bergabung. Karena rencana ekspansi kelompok ini telah lama dirancang dan disuarakan. Terbukti setidaknya ada lusinan negara lain yang telah menyatakan tertarik untuk bergabung.
Selanjutnya, ekspansi ini menambah kekuatan ekonomi BRICS, yang saat ini anggota utamanya adalah Cina, negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, serta Brasil, Rusia, India, dan Afrika Selatan. Hal ini juga dapat memperkuat ambisi mereka untuk menjadi juara di kawasan negara-negara Selatan.
Namun, ketegangan yang sudah berlangsung lama dapat bertahan di antara anggota yang ingin membentuk kelompok ini menjadi penyeimbang bagi Barat - terutama Cina, Rusia, dan sekarang Iran - dan mereka yang terus membina hubungan dekat dengan Amerika Serikat dan Eropa.
"Perluasan keanggotaan ini bersejarah," ujar Presiden Cina Xi Jinping, pendukung utama perluasan blok ini. "Ini menunjukkan tekad negara-negara BRICS untuk bersatu dan bekerja sama dengan negara-negara berkembang yang lebih luas."
Awalnya nama blok ini merupakan sebuah akronim yang diciptakan oleh kepala ekonom Goldman Sachs Jim O'Neill pada tahun 2001, blok ini didirikan sebagai sebuah klub empat negara informal pada tahun 2009, dan kemudian menambahkan Afrika Selatan setahun selanjutnya.
Saat ini, keenam kandidat baru tersebut akan secara resmi menjadi anggota pada 1 Januari 2024, kata Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa saat menyebutkan nama-nama negara tersebut, dalam pertemuan para pemimpin selama tiga hari yang diselenggarakannya di Johannesburg.
"BRICS telah memulai babak baru dalam upayanya untuk membangun sebuah dunia yang adil, dunia yang adil, dunia yang juga inklusif dan sejahtera," kata Ramaphosa.
"Kami telah mencapai konsensus mengenai fase pertama dari proses ekspansi ini dan fase-fase lainnya akan menyusul."
Kandidat Pemimpin dari Negara Sahabat dan Sekutu
Negara-negara yang diundang untuk bergabung mencerminkan keinginan masing-masing anggota BRICS untuk membawa sekutu ke dalam klub.
Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva secara vokal melobi negara tetangganya, Argentina, untuk bergabung, sementara Mesir memiliki hubungan komersial yang erat dengan Rusia dan India.
Masuknya kekuatan minyak Arab Saudi dan Uni Emirat Arab menyoroti pergeseran mereka dari orbit Amerika Serikat dan ambisi mereka untuk menjadi kelas berat global dengan sendirinya.
Rusia dan Iran telah menemukan kesamaan dalam perjuangan bersama mereka melawan sanksi-sanksi dan isolasi diplomatik yang dipimpin oleh AS, dengan hubungan ekonomi mereka yang semakin erat setelah invasi Moskow ke Ukraina.
"BRICS tidak bersaing dengan siapa pun," kata Presiden Rusia Vladimir Putin, yang menghadiri KTT ini dari jarak jauh karena adanya surat perintah internasional atas dugaan kejahatan perang, pada hari Kamis.
"Namun, jelas juga bahwa proses munculnya tatanan dunia baru ini masih memiliki penentang yang keras."
Presiden Iran Ebrahim Raisi merayakan undangan BRICS negaranya dengan menyindir Washington, dengan mengatakan di jaringan televisi Iran, Al Alam, bahwa perluasan tersebut "menunjukkan bahwa pendekatan unilateral sedang dalam proses pembusukan".
Beijing dekat dengan Ethiopia dan keikutsertaan negara ini juga menunjukkan keinginan Afrika Selatan untuk memperkuat suara Afrika dalam urusan-urusan global.
Ambisi yang tinggi, hasil yang kecil
Ambisi yang tinggi, hasil yang kecil
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menghadiri acara BRICS saat pengumuman perluasan pada hari Kamis. Menurutnya agenda itu, telah mencerminkan pengaruh blok ini yang semakin besar. Ia menggemakan seruan BRICS yang telah lama ada untuk melakukan reformasi di Dewan Keamanan PBB, Dana Moneter Internasional, dan Bank Dunia.
"Struktur tata kelola global saat ini mencerminkan dunia kemarin," katanya. "Agar lembaga-lembaga multilateral tetap benar-benar universal, mereka harus melakukan reformasi untuk mencerminkan kekuatan dan realitas ekonomi saat ini."
Negara-negara BRICS memiliki ekonomi yang sangat berbeda dalam skala dan pemerintahan dengan tujuan kebijakan luar negeri yang sering kali berbeda, sebuah faktor yang menyulitkan bagi model pengambilan keputusan konsensus blok tersebut.
Meskipun merupakan rumah bagi sekitar 40 persen populasi dunia dan seperempat produk domestik bruto global, perpecahan internal telah lama menghambat ambisi BRICS untuk menjadi pemain utama di panggung dunia. Kenyataannya, BRICS juga telah lama dikritik karena gagal memenuhi ambisi besarnya.
Keinginan negara-negara anggotanya untuk melepaskan diri dari dolar, misalnya, tidak pernah terwujud. Dan pencapaiannya yang paling konkret, Bank Pembangunan Baru, kini sedang berjuang menghadapi sanksi terhadap pemegang saham pendiri, Rusia.
Bahkan ketika para pemimpin BRICS minggu ini mempertimbangkan untuk memperluas kelompok ini, yang telah didukung oleh semua, masih saja terjadi perpecahan antar anggota. Perpecahan tersebut terkait mengenai jumlah negara, seberapa banyak dan seberapa cepat, progresnya.
Pertimbangan-pertimbangan di menit-menit terakhir mengenai kriteria keanggotaan dan negara-negara mana yang akan diundang untuk bergabung diperpanjang hingga Rabu (23/8/2023) malam.
Cina yang merupakan anggota blok ini telah lama menyerukan perluasan BRICS karena ingin menantang dominasi Barat, sebuah strategi yang juga dianut oleh Rusia. Anggota BRICS lainnya mendukung penciptaan tatanan global multi-kutub. Namun, Brasil dan India juga telah menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Barat.
Lula dari Brasil telah menolak gagasan bahwa blok ini harus berusaha menyaingi Amerika Serikat dan Kelompok Tujuh negara kaya. Namun, ketika ia meninggalkan Afrika Selatan pada hari Kamis, (24/8/2023), ia mengatakan bahwa ia tidak melihat adanya pertentangan dalam mengajak Iran.
Di mana Iran merupakan musuh bebuyutan Washington selama ini. Namun bagi Brasil, tak masalah jika Iran masuk sebagai anggota selama dapat memajukan kepentingan negara berkembang.
"Kita tidak dapat menyangkal kepentingan geopolitik Iran dan negara-negara lain yang akan bergabung dengan BRICS. ... Yang penting bukanlah orang yang memerintah, melainkan pentingnya negara tersebut," kata Lula.