Sumber Bahan Baku Obat Herbal 85 Persen dari Alam

Sumber bahan baku obat herbal di Indonesia masih didominasi dari alam.

ANTARA FOTO/YULIUS SATRIA WIJAYA
Sumber bahan baku obat herbal dan obat tradisional masih didominasi dari alam dengan persentase mencapai 85 persen.
Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan sumber bahan baku obat herbal dan obat tradisional masih didominasi dari alam dengan persentase mencapai 85 persen. "Sumber bahan baku itu di Indonesia masih dominan disuplai dari tanaman-tanaman yang belum dibudidayakan," kata Peneliti Pusat Riset Bahan Obat Herbal dan Obat Tradisional BRIN Yuli Widiyastuti dalam bincang riset yang dipantau Jakarta, Jumat (25/8/2023).

Baca Juga


Yuli menuturkan, beberapa sumber bahan baku bahkan masih eksplorasi dari tanaman yang tumbuh di taman nasional, hutan-hutan, dan kebun-kebun. Contoh tanaman liar bahan baku obat herbal yang masih diambil dari alam adalah pulasari, kayu angin, benalu, greges otot, daun sendok, secang, dan lain sebagainya.

"Tanaman itu belum menjadi komoditas yang ditanam secara masif oleh masyarakat maupun oleh industri pengolahan bahan baku," kata Yuli.

Lebih lanjut dia menyampaikan, hanya 15 persen saja sumber bahan baku obat herbal dan obat tradisional yang dihasilkan melalui budi daya, meskipun beberapa belum menggunakan teknologi yang memadai. Obat herbal dan obat tradisional yang menggunakan bahan baku dari budi daya bisa menjamin kemurnian produk obat tersebut karena tidak tercampur dari spesies-spesies lain, apalagi yang secara morfologi sangat mirip.

Selain itu, kata dia, standar umur panen juga bisa ditentukan bila dilakukan secara budi daya. "Beda dengan kalau tanamannya itu kita panen atau tambang dari tanaman liar, maka kita tidak bisa mengatur berapa umur yang akan kita panen," kata Yuli.

Berdasarkan prediksi Research and Markets potensi pasar produk obat herbal mencapai 411,2 miliar dolar AS pada tahun 2026 dengan kenaikan rata-rata sebesar 30 persen per tahun. Kenaikan pasar itu dipicu pandemi Covid-19 yang meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan lebih memilih untuk menjaga kesehatan ketimbang mengobati penyakit.

Seiring dengan tren peningkatan produksi dan konsumsi obat-obatan herbal tersebut, maka konsekuensi logisnya adalah peningkatan penggunaan bahan baku. Yuli mengungkapkan, bahan baku produk yang diambil dari alam berupa tumbuhan obat ataupun juga biota laut sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan.

Jadi dari musim ke musim punya profil yang berbeda. Bahkan dari spesies ke spesies lain, satu genus ke genus lain juga berbeda, sehingga perlu satu metode dan teknik bagaimana menjaga supaya itu bisa tetap stabil.

"Hal yang perlu dilakukan adalah standardisasi. Meskipun konsep standardisasi itu sudah kita pahami secara utuh mulai dari benih, kemudian penanaman budi daya pascapanen kemudian di industri nanti ada proses ekstraksi dan lain sebagainya," ujar Yuli.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler