Analisis Anggap Koalisi Indonesia Maju 'Direstui' Jokowi

Relasi antara KIM dan PDIP akan terus berbenturan memperebutkan pengaruh Jokowi.

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto merangkul Zulhas dan Cak Imin di acara HUT ke-25 Partai Amanat Nasional (PAN) di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Senin (28/8/2023) malam WIB.
Rep: Fergi Nadira B Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) telah berganti nama menjadi Koalisi Indonesia Maju (KIM) dengan PAN, Gerindra, PKB, Golkar, dan PBB berada di dalamnya. Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis (TPS), Agung Baskoro menilai, bergabungnya Golkar-PAN di KIM menghasilkan momentum politik di internal maupun di eksternal secara keseluruhan.

"Berubahnya nama KKIR menjadi KIM mengafirmasi bahwa KIM merupakan koalisi yang 'direstui' oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi)," ucap Agung dalam keterangan pers kepada Republika.co.id di Jakarta pada Selasa (29/8/2023).

Baca Juga


"Apalagi dalam setiap kesempatan para menteri kabinet yang notabene ketua umum Gerindra, PAN, dan Golkar senantiasa menempatkan Presiden Jokowi sebagai mentor politik maupun pembina koalisi (king maker) karena teruji senantiasa menang dalam pertarungan elektoral di tingkat kota, provinsi, hingga nasional," kata Agung menjelaskan.

Hal itu diperkuat dengan narasi pembangunan ekonomi ala Jokowi dalam term Jokowinomics yang diangkat oleh pidato capres Prabowo Subianto dalam kesempatan perayaan Hari Ulang Tahun ke-25 PAN. Menurut dia, pidato itu seakan mempertegas Prabowo merupakan capres yang didukung oleh Jokowi karena siap melanjutkan legacy-nya.

Agung juga menilai, mengemukanya Presiden Jokowi sebagai king maker di Koalisi Besar, selain menguatkan KIM juga membuka peluang pencawapresan nama, seperti Gibran Rakabuming Raka, Khofifah Indar Parawansa, atau nama lain yang direkomendasikan oleh RI 1 tersebut.

Pasalnya, bila di internal KIM ke-empat ketua umum merekomendasikan nama dirinya masing-masing atau jagoannya maka bisa terjadi kebuntuan politik (political deadlock). "Di titik inilah butuh jalan tengah (win-win solution) dengan memunculkan figur baru yang memiliki akseptabilitas dan elektabilitas yang mumpuni agar bisa diterima oleh semua ketua umum," kata Agung.

Di sisi lain, Agung menilai, relasi antara KIM dan PDIP sedikit banyak akan terus berbenturan dalam konteks memperebutkan pengaruh Jokowi sekaligus PKB dengan Cak Imin-nya. Sebab, kedua sosok ini memiliki pengaruh elektoral atas nama tingkat kepuasan kinerja publik yang tinggi.

Hal itu didukung militansi relawan di sisi Jokowi dan penguasaan atas Jawa Timur maupun pengaruh di ormas Nahdlatul Ulama oleh Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. Agung juga menyoroti KIM dan Koalisi Perubahan tidak ada masalah.

"Kemudian bagaimana relasi dengan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP)? Dibanding dengan PDIP, hubungan antara KIM dengan KPP relatif cair karena selain punya akar historis kerja sama, irisan massa yang menjadi ceruk pemilih keduanya juga berdekatan secara ideologis," katanya.

Tiga pasang untungkan Prabowo...

"Artinya, peluang Koalisi Besar dalam narasi Pilpres putaran kedua akan lebih menguntungkan kubu KIM dengan Prabowo-nya jika capres-cawapres yang bertarung tetap tiga pasang hingga pendaftaran oleh KPU ditutup 25 November 2023," ujar Agung melanjutkan.

Dalam acara HUT ke-25 PAN, lima ketua umum partai pendukung KIM, termasuk Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra memberikan orasinya atau testimoninya. Presiden Jokowi turut membuka acara HUT PAN, walaupun dalam bentuk sambutan secara virtual.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler