Dulu Bilang Hoaks, Kini Pemerintah Akui PLTU Salah Satu Sumber Utama Polusi Udara Jakarta
Dua sumber utama polusi udara di Jabodetabek yaitu kendaraan bermotor dan PLTU.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Wahyu Suryana, Eva Rianti, Antara
Seusai rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (28/8/2023), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengungkapkan dua sumber utama pencemaran udara yang terjadi di Jabodetabek. Dua sumber polusi udara itu yakni kendaraan bermotor sebesar 43 persen dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menyumbang 34 persen.
"Jadi dikonfirmasi kembali bahwa angka-angka yang dilihat sebagai sumber pencemaran atau pun penurunan kualitas udara Jabodetabek yaitu 44 persen kendaraan, 34 persen PLTU dan sisanya adalah lain-lain termasuk dari rumah tangga, pembakaran dan lain-lain," ujar Siti.
Menurut Siti, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun telah menginstruksikan seluruh kementerian dan lembaga agar memfokuskan upaya penanganan dan pengendalian polusi udara. Cara-cara penyelesaiannya akan dilakukan dengan dasar kesehatan.
Semua kementerian dan lembaga diminta untuk tegas dalam mengambil langkah dan kebijakan terkait penanganan polusi udara.
"Ini tentu pada konteks Kementerian LHK terkait dengan penegakan hukum terhadap sumber-sumber pencemaran terutama dari industri pembangkit listrik dan lain-lain dan juga uji untuk emisi kendaraan yang harus ketat," jelas Siti.
Pernyataan Siti itu berbeda dengan keterangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebelumnya, yang menegaskan polusi udara yang terjadi di Jakarta bukan bersumber dari PLTU berbahan bakar batu bara. Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK Luckmi Purwandari pada Rabu (18/8/2023) mengatakan, citra satelit yang menggambarkan sumber polusi udara dari PLTU adalah hoaks.
"Foto itu sudah beredar dan kami sebenarnya sudah melakukan kajian. Kalau dilihat di website satelit Copernicus Sentinel-5p menunjukkan bagaimana nitrogen dioksida di udara itu seperti apa," ujar Luckmi.
Luckmi menilai ada pihak yang ingin mengambil keuntungan di tengah isu polusi udara yang saat ini sedang menyelimuti Jakarta. Menurutnya, data dari laman Copernicus Sentinel-5p, menunjukkan arah angin bukan ke Jakarta, berbeda dengan gambar simulasi yang tersebar di masyarakat.
Sektor transportasi dan manufaktur masih menjadi masalah utama pencemaran udara di Jakarta yang harus segera dikendalikan agar publik bisa menikmati udara ibu kota yang lebih baik. Luckmi menyatakan hasil rapat terbatas pemerintah pusat memaparkan bahwa sektor transportasi menjadi penyebab utama polusi udara.
"Berdasarkan inventarisasi emisi dari berbagai riset beberapa tahun terakhir, pembuangan emisi dari sektor transportasi memang menjadi penyebab utama polusi di Jakarta, disusul industri," ujar Luckmi saat itu.
Anggota Komisi IV DPR RI, Andi Akmal Pasluddin menilai, sumber dari buruknya kualitas udara di Jakarta itu dipicu pembangkit listrik di ibu kota. Kehadiran 16 PLTU yang menyebabkan semakin parahnya kualitas udara, khususnya di Jakarta.
"Selain tingginya intensitas kendaraan bermotor, salah satu penyebab utamanya betul ada 16 PLTU dan pabrik-pabrik di sekitar Jabodetabek," kata Andi, Ahad (20/8).
Ia merasa, untuk menemukan solusi kualitas udara Jakarta yang buruk itu diperlukan perbaikan regulasi terkait penggunaan bahan bakar kendaraan. Teknologi yang mengarah ke penggunaan energi terbarukan harus didorong
"Jika ini dibiarkan terus-menerus akan semakin memperburuk situasi lingkungan ibu kota," ujar Andi.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga mengatakan, KLHK harus memberikan tindakan tegas terhadap PLTU batu bara yang menciptakan polutan di Jakarta. Sama halnya penindakan tegas yang dilakukan terhadap empat warga Tangerang yang baru-baru ini ditetapkan sebagai tersangka penyebab polusi udara.
“KLHK seharusnya juga memberi tindakan tegas kepada PLTU batu bara dan perusahaan pencemar udara. Ya harus (dibawa ke ranah hukum)” kata Nirwono kepada Republika, Kamis (24/8/2023).
Nirwono mengatakan, PLTU perlu diberi waktu beberapa tahun untuk beralih dari sumber energi batu bara ke energi baru terbarukan secara bertahap. Jika perusahaan bergeming terhadap aturan itu, bisa dilakukan penutupan operasional.
“PLTU diberi waktu dalam 1—5 tahun sudah harus beralih ke energi baru terbarukan secara bertahap atau terpaksa ditutup pada tahun kelima,” tutur dia.
Atau secara tegas, lanjut Nirwono, bisa juga dilakukan penindakan terhadap PLTU batu bara dengan menetapkan aturan bahwa perusahaan harus hengkang dari Jakarta dan wilayah penyangga.
“Seluruh perusahaan industri atau pabrik harus beralih ke industri ramah lingkungan dalam 5—10 tahun ke depan atau terpaksa dipindah keluar dari wilayah Jabodetabek,” tutur dia.
Nirwono menekankan pentingnya pemberian sanksi terhadap pabrik-pabrik yang berkontribusi terhadap polusi udara. Sektor industri sendiri diketahui merupakan salah satu sektor penyumbang terbesar, selain sektor transportasi, terhadap polusi udara.
Direktur Utama PLN IP, Edwin Nugraha Putra menjelaskan dalam mengoperasikan pembangkit, pihaknya menjunjung tinggi prinsip Enviromental, Social and Governance (ESG). Sehingga, PLN IP sangat memperhatikan emisi gas buang dari pembangkit.
"Selama PLTU atau PLTGU beroperasi, kami selalu berupaya tekan emisinya semaksimal mungkin, serta dimonitor secara realtime terhubung langsung dengan dashboard Kementerian LHK," kata Edwin melalui pernyataan resminya kepada Republika, Senin (21/8/2023).
Ia menambahkan, operasional PLTU PLN IP telah dilengkapi dengan teknologi ramah lingkungan termutakhir Electrostatic Precipitator (ESP) dan Continous Emission Monitoring System (CEMS) untuk memastikan emisi gas buang dari operasional pembangkitan ditekan semaksimal mungkin.
Sebagai informasi, CEMS merupakan teknologi yang digunakan untuk memantau emisi pembangkit secara terus menerus. Dengan begitu, emisi yang keluar dari cerobong dapat dipantau secara real time dan dipastikan tidak melebihi baku mutu udara ambien yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Di sekitar kawasan Jabodetabek, terdapat sejumlah PLTU yang dioperasikan langsung oleh PLN melalui PLN IP. Di antaranya yakni PLTU Suralaya 1-7, PLTU Pelabuhan Ratu, PLTGU Priok, PLTU Labuan, PLTU Lontar, dan PLTU Suralaya 8. Seluruh pembangkit tersebut, lanjut Edwin pun telah dilengkapi CEMS.
Adapun teknologi ESP merupakan teknologi ramah lingkungan pada PLTU yang berfungsi untuk menangkap debu dari emisi gas buang yang didesain mampu menyaring dan menangkap debu dengan ukuran sangat kecil yakni kurang dari 2 mikrometer hingga 99,9 persen, serta teknologi ramah lingkungan pengendali polutan lainnya seperti NOx dan SOx.
Seluruh pembangkit PLN IP yang ada di sekitar Jabodetabek telah memakai teknologi ESP yaitu PLTU Suralaya 1-7, PLTU Lontar, PLTU Pelabuhan Ratu, PLTU Labuan dan PLTU Suralaya 8.
"Berbagai upaya yang dilakukan PLN IP di atas berhasil memperbaiki kualitas udara ambien di sekitar lokasi pembangkit di Jakarta dan Banten. Parameter PM 2.5 di sekitar lokasi pembangkit menunjukkan tren yang cenderung menurun dan masih di bawah Baku Mutu Ambien (BMA) yang ditetapkan pemerintah," tambah Edwin.
Sebagai catatan, KLHK menetapkan ambang batas baku mutu emisi pembangkit tenaga listrik sebesar 550mg per Nm3 untuk parameter SO2 dan NOx serta 100mg per Nm3 untuk parameter partikulat pada PLTU Batubara. Sedangkan ambang batas untuk PLTGU (Gas) sebesar 150mg per Nm3 untuk parameter SO2, lau 400 mg per Nm3 untuk parameter NOx dan 30mg per Nm3 untuk parameter partikulat.
"Hasil Monitoring CEMS per 15 Agutus 2023 dari parameter SO2, NOx, PM dan Hg pembangkit-pembangkit yang dioperasikan PLN IP berada di bawah Baku Mutu Emisi sesuai dengan ketentuan Kementerian LHK terkait Baku Mutu Emisi Pembangkit Tenaga Listrik," papar Edwin.