DLH DKI Pastikan Tindak Perusahaan yang Sebabkan Polusi Batu Bara di Marunda
Pencemaran lingkungan tidak hanya dirasakan warga Rusunawa Marunda, tapi juga nelayan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta memastikan bakal menindak perusahaan yang menyebabkan pencemaran udara berupa polusi batu bara di kawasan Marunda. Pernyataan ini menjawab keluhan warga Rusunawa Marunda mengenai polusi lagi, meski perusahaan yang menyebabkan pencemaran telah disetop operasionalnya.
"Kalau memang ternyata terbukti melakukan pencemaran dan tidak sesuai dengan regulasi, kami dan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dam Kehutanan) akan menindak," kata Kepala DLH DKI Jakarta Asep Kuswanto kepada wartawan, Rabu (30/8/2023).
Asep menambahkan, ada tim dari pihaknya yang diterjunkan ke kawasan Marunda pada Rabu (30/8/2023). Tim tersebut akan melakukan pengecekan dan pemeriksaan mengenai kebenaran dari informasi yang diperoleh.
Diantaranya informasi bahwa masih terdampaknya warga atas polusi batu bara, meski PT Karya Citra Nusantara (KCN) yang terbukti menyebabkan pencemaran udara telah ditutup Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun lalu.
"Kita akan melihat juga upaya-upaya penanganan polusi udara yang dilakukan oleh industri tersebut," tutur dia.
Asep melanjutkan, KLHK juga sudah melakukan penindakan kepada empat perusahaan lainnya. Terhadap perusahaan-perusahaan itu, Asep mengaku turut mengevaluasinya dan memastikan akan menindak jika menyebabkan polusi dan tidak sesuai dengan regulasi.
Sebelumnya diketahui, Forum Masyarakat Rusunawa Marunda (FMRM) menuntut Pemprov DKI Jakarta berhenti mempertaruhkan kondisi kesehatan warga Marunda dan serius menindak pelaku industri di wilayah Marunda. Warga menilai, pemerintah tidak serius dalam menangani kasus pencemaran debu batubara di Marunda.
Bahkan, sikap pemerintah terhadap kasus itu dinilai hanya sebuah gimmick. Hal itu kaitannya dengan pengawasan atas penutupan operasional PT Karya Cipta Nusantara (KCN) karena menyebabkan pencemaran lingkungan akibat polusi debu batu bara.
"Kami prihatin atas apa yang terjadi di Jakarta terkait pencemaran udara dan kami sangat kecewa kepada pemerintah karena pasca penutupan PT KCN, kita sudah menyampaikan kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Pelabuhan Marunda untuk mengevaluasi dan mengawasi agar potensi pencemaran dari perusahaan bisa ditanggulangi. Sayangnya, pengawasan yang kami minta tidak dijalankan," kata Didi Suwandi dari FMRM dalam keterangannya, dikutip Selasa (29/8/2023).
Didi menuturkan, warga telah berulang kali mengeluhkan masalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan penyakit kulit berupa gatal-gatal. Namun, menurut penuturannya, pemerintah justru membantah dan menyebut bahwa penyakit tersebut terjadi karena hawa panas.
Didi menyebut, pencemaran lingkungan tidak hanya dirasakan oleh warga Rusunawa Marunda, tetapi juga oleh nelayan. "Nelayan merasakan bahwa pencemaran itu juga terjadi di laut, sehingga daya tangkap mereka menjadi semakin jauh jaraknya," tegas dia.
Warga Marunda dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Tim Advokasi Lawan Batubara mendesak sejumlah hal. Diantaranya, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta segera memberikan hasil verifikasi lapangan atas terjadinya pencemaran lingkungan akibat debu batubara.
Diduga debu batubara ini berasal dari industri pengguna batubara dan stockpile di wilayah Marunda sebagai salah satu penyumbang pencemaran udara di DKI Jakarta dan memberi sanksi administratif kepada pelaku pencemar.
DLH DKI Jakarta juga diminta untuk segera memberikan segala macam informasi termasuk diantaranya informasi hasil pemantauan dan penelitian berbasis data ilmiah yang akuntabel dan transparan kepada warga Marunda dan warga Jakarta.