Kemenkes Minta Masyarakat tidak Anggap Enteng Dampak Polusi Udara

Pneumonia merupakan dampak berkepanjangan dari polusi udara yang disepelekan.

Republika/Wihdan Hidayat
Tenaga kesehatan memeriksa warga penderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di Puskesmas Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Senin (29/8/2023). Data penderita ISPA di Jakarta imbas kualitas udara yang buruk mengalami lonjakan. Menurut kementerian kesehatan bahwa pasien ISPA di Jakarta mencapai 200 ribu orang, padahal sebelum andemi Covid 19 hanya 50 ribu pasien. Mengutip data IQAir polusi udara menyebabkan 8.100 kematian di Jakarta selama 2023 serta membawa kerugian sekitar Rp 32,09 triliun.
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengimbau masyarakat tidak menganggap enteng dampak yang ditimbulkan oleh polusi udara, seperti pneumonia.

Baca Juga


"Ketika pandemi Covid-19, banyak korban yang meninggal karena pneumonia, artinya tidak bisa dianggap enteng karena bisa menimbulkan kematian," katanya dalam diskusi terkait polusi udara yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (31/8/2023).

Nadia mengatakan pneumonia merupakan dampak berkepanjangan dari polusi udara yang disepelekan. Mula-mula, dia menjelaskan, diawali dengan batuk dan pilek, yang diakibatkan oleh reaksi alergi terhadap polutan yang berada di udara selama berkepanjangan.

Lama-kelamaan akan berpengaruh kepada kondisi kesehatan yang tidak fit. Ini dapat memperbesar risiko penularan bakteri hingga terjadinya infeksi.

"Pada kondisi berat, infeksi bakteri tersebut dapat menjadi pneumonia," ujarnya.

Selain itu, kata Nadia, para penderita asma umumnya akan lebih sering mendapat serangan asma di kala terpapar polusi udara. Jika masyarakat terus terkontaminasi dengan polusi udara dalam waktu yang lama, maka dapat menyebabkan hal buruk pada kesehatan manusia.

"Dalam jangka panjang keterpaparan terhadap polutan ini, tentunya akan ada penyakit lagi yang kita lihat tiga terbanyak, yaitu kanker paru, TB, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)," kata Nadia.

Untuk itu, kata Nadia, Kemenkes telah melakukan berbagai upaya yang diawali dengan melakukan kampanye gerakan 6M dan 1S. Langkah tersebut terdiri atas memeriksa kualitas udara melalui aplikasi atau laman web, kedua mengurangi aktivitas luar ruangan dan menutup ventilasi rumah, kantor, sekolah, dan tempat umum di saat polusi udara tinggi, dan menggunakan penjernih udara dalam ruangan.

Keempat menghindari sumber polusi dan asap rokok. Kelima, menggunakan masker saat polusi udara tinggi. Keenam, melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta segera konsultasi secara daring atau luring dengan tenaga kesehatan jika muncul keluhan pernapasan.

"Ini yang tentunya menjadi langkah kita bersama, maka masyarakat perlu menjaga diri dan jangan anggap enteng (soal dampak polusi udara)," ucap Siti.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler