Ditinggal Anies, Peluang Demokrat Bentuk Koalisi Baru Dinilai Tidak Menarik bagi PKS
Pengamat sebut koalisi yang ingin dibentuk Demokrat tidak menarik bagi PKS.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari lembaga Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menakar peluang koalisi baru antara Partai Demokrat dengan Partai Keadilan Sejahters (PKS) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) usai ditinggal deklarasi Anies Baswedan dengan Muhaimin Iskandar. Dedi menilai, dari struktur kursi di parlemen memang memungkinkan bagi ketiga partai ini berkoalisi.
Namun demikian, koalisi baru ini akan tidak menarik bagi PKS yang sejak awal mengasosiasikan dirinya dengan figur Anies Baswedan.
"Dari sisi struktur kursi di parlemen, Demokrat bisa saja bangun koalisi baru dengan PKS dan PPP, lalu usung AHY-Sandiaga, tetapi koalisi semacam ini jelas tidak menarik bagi PKS," ujar Dedi dalam keterangannya, Senin (4/9/2023).
PKS, menurut Dedi, memahami jika soliditas partai serta kadernya terlanjut kuat dengan Anies. Selain itu, sejak awal juga PKS telah berkomitmen menyerahkan pilihan cawapres kepada Anies Baswedan.
"Mereka memahami jika soliditad PKS serta kadernya sudah terlanjur kuat dengan Anies, dan juga PKS menyadari komitmen koalisi sejak awal menyerahkan pilihan Cawapres pada Anies Baswedan," ujarnya.
Karena itu, dengan kemudian Demokrat mendorong dibentuknya koalisi baru justru bisa menjadi pertanyaan bagi PKS. Apalagi sejak awal dua partai ini menyerahkan kepada Anies untuk memilih cawapresnya sendiri. Karena itu, Dedi menilai kecil kemungkinan PKS berkoalisi mendukung pasangan lain.
"Justru, Demokrat bisa saja dianggap oleh PKS sebagai partai kekanak-kanakan, karena membangun opini seolah dikhianati dan keluar dari koalisi, padahal PKS sendiri apa yang terjadi masih sesuai dengan komitmen, sikap PKS ini bisa menguatkan pemilihnya," ujarnya.
Sementara, jika tidak membentuk koalisi baru, Demokrat punya kemungkinan bergabung dengan koalisi Prabowo Subianto, Namun demikian, hal ini tidak akan menaikkan daya tawar Demokrat.
"Demokrat hanya akan menjadi periuh koalisi, tidak miliki bargaining yang kuat, karena sudah ada mitra lebih awal yang cukup kuat yakni Golkar dan PAN," ujarnya.