Netizen Ungkit Janji Kampanye Masa Lalu Cawapres, Ekonom: Jangan Janji Surga!

Bhima menyebut janji-janji ekonomi capres capres hanya sebuah template.

Republika/Prayogi
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira (tengah).
Rep: Novita Intan Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Center of Economic and Law Studies (Celios) meminta para calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) tidak menyebarkan janji surga soal ekonomi kepada masyarakat.

Baca Juga


Hal ini merespons aksi netizen mengungkit janji masa lalu seorang calon wakil presiden untuk menggratiskan bahan bakar minyak hingga subsidi pupuk.

Direktur Celios Bhima Yudhistira mengatakan, calon presiden dan calon wakil presiden semestinya harus mampu mencari sumber pembiayaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa mendatang. Hal ini mengingat anggaran pendapatan dan belanja negara sudah "berdarah-darah".

"Tidak boleh secara etik melakukan kampanye tebar janji surga, harus berpijak ke bumi melihat dengan detail anggaran pendapatan dan belanja negara yang sudah berdarah-darah, maka dia harus dicari sumber pembiayaannya," ujar Bhima ketika dihubungi Republika, Selasa (5/9/2023).

Bhima menyebut saat ini masyarakat Indonesia tergolong pintar. Masyarakat dapat menilai bahwa tidak mungkin calon presiden memberikan program secara gratis kepada masyarakat terutama subsidi pupuk hingga bahar bakar minyak.

Soal BBM hanya populer saat kampanye tapi bisa jadi saat menjabat yang pertama kali dilakukan si pejabat justru menaikkan harga bahan bakar minyak karena butuh ruang fiskal, penghematan subsidi dibutuhkan karena ruang fiskal sempit, beban utang semakin banyak, beban subsidi juga besar, sehingga menjalankan program lainny. Maka, salah satu harus ada yang dikorbankan.

Apalagi kalau sampai pupuk gratis, padahal ketua partai yang banyak menempatkan menteri-menteri jabatan strategis era Joko Widodo, juga belum banyak kebijakan yang propetani. Justru subsidi pupuk dikurangi secara signifikan.

"Subsidi pupuk digratiskan maka utang juga naik pajaknya juga naik, harus dirinci. Kecuali bilang, kalau subsidi pupuk gratis dsn harga bahan bakar turun, pajak orang kaya dinaikkan," kata Bhima.

Karena itu, lanjut Bhima, harus ada koherensi antara kampanye dengan sumber pendanaan program kerjanya.

Kalau tidak, masyarakat akan melihat kebijakan ini tidak akan berjalan. Yang terburuk, program jalan tapi efek pajak yang membebani masyarakat atau utang pemerintah yang meningkat secara drastis.

"Jadi ini menunjukkan ketidakpahaman dan upaya melakukan kampanye yang menganggap masyarakat gampang percaya padahal masyarakat semakin pintar menilai. Masyarakat tahu bahwa tidak mungkin program yang banyak ditawarkan gratis, dari mana pembiayaannya?," ujarnya.

Bhima menyebut janji-janji ekonomi yang dikampanyekan oleh calon presiden merupakan sebuah template yang tidak akan pernah berubah dari pemilihan umum sebelumnya. Maka itu, Bhima menyarankan agar calon presiden bisa menunjukkan kepahamanan solusi sisi pembiayaan kepada masyarakat ketika berkampanye. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler