Presiden Korsel: Kerja Sama Militer Korut Rugikan Perdamaian Dunia

Korut dan Rusia membantah telah melakukan perundingan senjata.

AP/Alexander Zemlianichenko
Presiden Rusia Vladimir Putin, kanan, dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un berjabat tangan selama pertemuan mereka di Vladivostok, Rusia pada 25 April 2019.
Rep: Dwina Agustin Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk-yeol mengatakan, segala upaya untuk bekerja sama dengan Korea Utara (Korut) dalam urusan militer dengan cara yang merusak perdamaian internasional harus segera dihentikan. Yoon menyampaikan komentar tersebut pada pertemuan ASEAN di Jakarta  pada Rabu (6/9/2023) .

Baca Juga


“Upaya kerja sama militer dengan Korut yang merugikan perdamaian internasional harus segera dihentikan,” kantor Yoon mengutip pernyataannya pada pertemuan dengan para pemimpin negara-negara ASEAN.

Kantor kepresidenan Korsel tidak menjelaskan lebih lanjut maksud dari pernyataan itu. Namun komentarnya muncul di tengah laporan bahwa perundingan senjata antara Korut dan Rusia secara aktif mengalami kemajuan. Pemimpin Korut Kim Jong-un pun dikabarkan berencana untuk segera mengunjungi Rusia untuk bertemu dengan Presiden Vladimir Putin.

Korut dan Rusia membantah mereka melakukan perundingan senjata. Namun New York Times melaporkan minggu ini, kunjungan Kim pada akhir bulan ini ke kota pelabuhan Vladivostok di timur jauh Rusia adalah untuk membahas penyediaan senjata bagi Rusia untuk perang di Ukraina. Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu sebelumnya mengatakan kedua negara berencana melakukan latihan militer bersama.

Selain masalah militer Korut, Yoon juga menyerukan kewaspadaan untuk membantu menghentikan kegiatan terlarang Korut yang mendanai program nuklir dan rudalnya.

Yoon menyoroti tindakan Korut mengirim pekerja ke luar negeri untuk mendapatkan mata uang asing. Berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB yang diadopsi pada 2017 dan didukung oleh Cina, negara-negara anggota PBB diharuskan memulangkan semua pekerja Korut dan tidak menerima mereka lagi.

Sebelum pandemi ini, Cina menjadi tuan rumah bagi sebagian besar pekerja Korut di luar negeri. Setengah dari perkiraan 100 ribu orang tersebut berpenghasilan lebih dari 500 juta dolar AS per tahun.

Pada pertemuan selanjutnya dengan para pemimpin ASEAN, bersama dengan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dan Perdana Menteri Cina Li Qiang, Yoon mengatakan, Korsel akan bekerja sama dengan kedua negara tetangga di Asia tersebut. Hubungan ini bertujuan untuk melanjutkan perundingan tiga arah guna meningkatkan hubungan.

Pertemuan tahunan antara ketiga negara belum pernah diadakan sejak 2019. Kondisi itu akibat ketegangan yang terjadi, sebagian besar karena masa perang Jepang di masa lalu.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler