650 Orang Meninggal Akibat Demam Berdarah di Bangladesh

Selain kebersihan yang buruk, perubahan iklim memperparah penularan DBD.

www.freepik.com
Nyamuk Aedes aegypti sebagai penyebab penyakit DBD( (ilustrasi). Penyebaran nyamuk yang mengandung bakteri Wolbachia menjadi strategi baru untuk mengatasi penularan kasus demam berdarah dengue di Indonesia.
Rep: Mabruroh Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan pada Rabu (6/9/2023), lebih dari 650 orang meninggal dunia di Bangladesh, saat negara itu bergulat dengan wabah demam berdarah (DBD) paling parah yang pernah tercatat WHO.

"Selain kebersihan yang buruk, kurangnya kesadaran dan tindakan pencegahan, perubahan iklim juga berkontribusi terhadap penyebaran penyakit yang ditularkan oleh nyamuk," menurut WHO dilansir dari Daily Sabah, Jumat (8/9/2023).

Sejak wabah ini dimulai pada bulan April, lebih dari 135 ribu kasus demam berdarah dan 650 kematian telah tercatat di negara dengan populasi terbesar kedelapan di dunia.

"Lebih dari 300 kematian akibat demam berdarah dilaporkan pada bulan lalu saja," kata ketua WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada konferensi pers online.

“Wabah ini memberikan tekanan besar pada sistem kesehatan,” katanya.

Meskipun kasus-kasus mulai menurun di ibu kota Dhaka, namun kasus-kasus tersebut meningkat di wilayah lain di negara tersebut.

WHO mengatakan pihaknya telah mengerahkan para ahli di Bangladesh, dan mendukung pihak berwenang untuk memperkuat pengawasan, meningkatkan kapasitas laboratorium, dan meningkatkan komunikasi dengan masyarakat yang terkena dampak.

Demam berdarah merupakan penyakit endemik di daerah tropis yang menyebabkan demam tinggi, sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot, dan dalam kasus yang paling serius, pendarahan yang dapat menyebabkan kematian.

WHO telah memperingatkan bahwa demam berdarah dan penyakit lain yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk seperti chikungunya, demam kuning, dan Zika, menyebar lebih cepat dan lebih jauh akibat perubahan iklim.

Direktur peringatan dan tanggap badan tersebut, Abdi Mahamud, mengatakan pada konferensi tersebut bahwa wabah semacam itu adalah “burung kenari di tambang batu bara krisis iklim.”

Dia mengatakan kombinasi beberapa faktor termasuk perubahan iklim dan pola cuaca El Nino yang memanas tahun ini telah berkontribusi terhadap wabah demam berdarah yang parah di beberapa wilayah termasuk di Bangladesh dan Amerika Selatan.

"Negara-negara di Afrika sub-Sahara, seperti Chad, juga baru-baru ini melaporkan wabah ini," tambahnya.

Pekan lalu Guatemala mengumumkan darurat kesehatan nasional untuk wabah demam berdarah di negaranya.

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler