Presiden Steinmeier: Islam Milik Jerman
Jumlah Muslim di Jerman terbesar di Eropa
REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN – Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier mengatakan bahwa Islam adalah milik Jerman. Pernyataan ini disampaikan di tengah meningkatnya rasisme dan Islamofobia.
Kondisi tersebut dinilai dipicu propaganda kelompok dan partai sayap kanan, yang mengeksploitasi krisis pengungsi dan berupaya memicu ketakutan terhadap imigran.
"Islam, agama Muslim, kehidupan Muslim, budaya Muslim telah mengakar di negara kami,” kata Steinmeier pada perayaan 50 tahun berdirinya Asosiasi Pusat Kebudayaan Islam (VIKZ) di Cologne, pada Sabtu (16/9/2023), dikutip di Anadolu Agency, Senin (18/9/2023).
Saat ini, lanjut dia, keberagaman Islam maupun keberagaman lebih dari 5 juta umat Islam, juga merupakan bagian dari negara tersebut.
Steinmeier lantas menekankan bahwa kebebasan beragama juga berarti melindungi hak-hak semua penganutnya. Jerman adalah negara yang netral secara ideologi.
"Namun kebebasan beragama bukan berarti negara kita bebas dari agama. Tidak, itu berarti memberikan ruang bagi agama dan melindungi kebebasan umat beriman, semua umat beriman," ujar dia.
Pernyataan tersebut muncul setelah adanya laporan baru-baru ini, yang mengatakan rasisme dan Islamofobia telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di Jerman.
Sebanyak 898 insiden anti-Muslim tercatat di Jerman pada 2022. Sementara, muncul pemikiran bahwa jumlah kasus yang tidak dilaporkan masih tinggi.
Informasi tersebut didapat dari laporan situasi yang dirilis pada bulan Juni oleh organisasi non-pemerintah yang berbasis di Berlin, yaitu Aliansi Melawan Islamofobia dan Permusuhan Muslim.
"Rasisme adalah bagian dari kehidupan sehari-hari umat Islam di Jerman, dengan banyak kasus tercatat melibatkan perempuan," menurut penelitian tersebut.
Di antara kasus-kasus yang terdokumentasi adalah 500 serangan verbal, termasuk pernyataan yang menghasut, penghinaan, ancaman dan pemaksaan.
Setidaknya sebelas surat ancaman dikirimkan ke masjid-masjid setempat. Ancaman kekerasan dan kematian yang sering kali berlebihan juga ikut dilaporkan. Di sisi lain, surat-surat tersebut kerap berisi simbol-simbol Nazi atau referensi pada era Nazi.
Tidak hanya itu, laporan tersebut juga mencatat 190 kasus diskriminasi dan 167 kasus perilaku merugikan. Kategori terakhir mencakup 71 kasus penganiayaan fisik, 44 kasus pengrusakan properti, tiga serangan pembakaran, serta 49 tindakan kekerasan lainnya.
Selain itu, serangan bermotif rasial terhadap generasi muda dan anak-anak semakin meningkat. Ada kasus dimana perempuan diserang di hadapan anak-anaknya dan perempuan hamil ditendang atau dipukul di bagian perut.
Penulis penelitian berasumsi bahwa jumlah kasus yang tidak dilaporkan tinggi, karena tidak adanya pemberitaan media yang luas. Laporan situasi pertama mencakup data dari 10 pusat nasihat di lima negara bagian Jerman, laporan melalui portal "I-Report", statistik kekerasan bermotif politik, serta laporan polisi dan pers.
Baca juga: Keajaiban Angka 19 yang Disebutkan dalam Alquran dan Pengakuan Sarjana Barat
Laporan tersebut menyebutkan, kejahatan anti-Muslim seringkali tidak diakui atau mereka yang terkena dampak tidak melaporkannya karena kurangnya kepercayaan pada pihak berwenang.
Laporan itu juga menyerukan adanya desakan, antara lain, perluasan struktur pelaporan dan peningkatan kesadaran mengenai topik ini oleh pihak berwenang, sekolah, dan sektor kesehatan.
Sebagai negara berpenduduk lebih dari 84 juta jiwa, Jerman memiliki populasi Muslim terbesar kedua di Eropa Barat setelah Prancis. Menurut angka resmi, negara itu merupakan rumah bagi lebih dari 5 juta Muslim.
Sumber: 5pillarsuk, anadolu