Karen Agustiawan Klaim Pengadaan LNG Sesuai Prosedur

Eks dirut Pertamina Karen Agustiawan sebut pengadaan LNG sudah sesuai prosedur.

Republika/Thoudy Badai
Tersangka mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2009-2014, Karen Agustiawan. Eks Dirut Pertamina Karena Agustiawan sebut pengadaan LNG sudah sesuai prosedur.
Rep: Flori Sidebang Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks Dirut Pertamina, Karen Agustiawan membantah tudingan KPK yang menyebutkan bahwa dirinya secara sepihak mengambil kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier di luar negeri dalam proyek pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) 2011-2021. Dia mengatakan, pengadaan LNG ini sudah sudah sesuai prosedur.

Baca Juga


Adapun KPK telah menetapkan Karen sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina (Persero) 2011-2021. Lembaga antirasuah ini langsung menahan Karen selama 20 hari ke depan.

“Yang namanya instruksi presiden itu adalah perintah jabatan, harus dilaksanakan,” kata Karen kepada wartawan, Selasa (19/9/2023) malam.

"Pemerintah tahu. Itu perintah jabatan dan saya melaksanakan sudah sesuai dengan melaksanakan sebagai pelaksanaan anggaran dasar," sambung dia.

Karen menyebut pengadaan ini pun telah ditandatangani oleh Dahlan Iskan. Saat itu, Dahlan menjabat sebagai Menteri BUMN dan menjadi penanggungjawab proyek ini sesuai Inpres Nomor 14 Tahun 2014.

“Itu jelas banget (ada disposisi tanda tangannya Dahlan Iskan). Tolong nanti ditanyakan ke Pertamina, di situ ada jelas bahwa ada targetnya,” ujar Karen.

Karen bahkan menegaskan, tidak tepat jika KPK menuduh dirinya seorang diri bermain curang dalam kasus ini. Sebab, jelas dia, konsultasi maupun kajian telah dilakukan hingga akhirnya diambil keputusan akhir bahwa proyek ini disetujui bersama.

“Itu sudah disetujui oleh seluruh direksi secara kolektif kolegial, secara sah, karena ingin melanjutkan apa yang tertuang di dalam proyek strategis nasional,” ungkap Karen.

Kondisi ini pun membuat Karen merasa dikorbankan. Namun, ia berkomentar lebih banyak soal dugaan ini. “Saya tidak mau komen (dikorbankan siapa),” ujar dia.

Sebelumnya, KPK mengungkapkan, kasus ini bermula ketika PT Pertamina berencana mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia sekitar tahun 2012. Sebab, perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia kurum waktu 2009-2040.

"Sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, Industri Pupuk dan Industri Petrokimia lainnya di Indonesia," ungkap Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers, Selasa.

Karen yang diangkat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Persero periode 2009-2014 kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri. Diantaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.

Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, Karen diduga secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero. 

"Selain itu pelaporan untuk menjadi bahasan dilingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu," jelas Firli.

Dalam prosesnya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik. Akibatnya, kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.

“Dari perbuatan GKK alias KA menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar 140 juta dolar Amerika Serikat yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun,” ungkap Firli.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler