Syariat Islam Izinkan Utang Piutang, Ini Syaratnya

Proses utang harus sesuai syariat Islam dan tidak boleh ada riba di dalamnya.

Republika/Friska
Ilustrasi pinjaman online (pinjol).
Rep: Dian Fath Risalah Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Teror pinjaman online (pinjol) memakan korban. Belum lama ini viral seorang nasabah platform peer to peer lending (P2P lending) AdaKami yang diduga bunuh diri setelah mendapatkan sejumlah ancaman dari pihak desk collection (DC).

Baca Juga


Tak dipungkiri, masalah utang-piutang kerap terjadi di masyarakat. Islam tidak melarang perkara utang-piutang, namun mengaturnya agar umat Islam tidak salah arah dalam memahami perkara tersebut. Ajaran Islam memperbolehkan seorang Muslim berutang kepada orang lain. Akan tetapi, proses utang harus sesuai syariat Islam dan tidak boleh ada riba di dalamnya. Orang yang berutang pun harus bertanggungjawab dan menepati janji yang disepakati untuk mengembalikan utangnya. 

"Boleh (utang piutang), tanpa menjanjikan atau mengharuskan adanya tambahan dalam pembayaran," ujar Anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) Gunawan Yasni kepada Republika, Jumat (22/9/2023).

Dalam muamalah ekonomi syariah sebenarnya utang piutang untuk kebutuhan konsumtif diperbolehkan menggunakan dana zakat, infak dan sedekah. Tentunya, dengan prioritas kepada mustahik atau yang berhak menerima, yaitu dalam kategori delapan asnaf yang telah disebutkan dalam Alquran Surat At Taubah ayat 60. Kedelapan kategori tersebut adalah fakir, miskin, riqab, gharim, mualaf, fi sabilillah, ibnu sabil, dan amil.

Untuk orang yang berutang sendiri masuk dalam kategori gharim dan bisa berhutang menggunakan dana zakat, infak, dan sedekah asalkan digunakan untuk kebutuhan pokok. "Kebutuhan tunggakan biaya sekolah misalnya," ujarnya.

Dalam buku Harta Nabi karya Abdul Fattah As-Samman dijelaskan, Nabi Muhammad tidak sedang meninggalkan utang ketika wafat. Meski dalam sebuah hadis diceritakan bahwa Rasululllah SAW pernah berutang. Diceritakan pula bagaimana Rasulullah SAW pernah berutang tepung dari gandum sebelum meninggal.

Meski pembayaran tepung gandum itu ditangguhkan Nabi, Nabi menyerahkan baju besi sebagai jaminannya. Kemudian beliau meninggal sebelum masa jatuh temponya tiba. Hadis yang dikeluarkan tentang peristiwa ini yaitu gadai zirah, kemudian menyifatinya sebagai utang adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

Dari Anas bin Maik dan Aisyah diriwayatkan, "Rasulullah SAW pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran yang ditangguhkan. Lalu beliau meminjamkan (gadai) baju besi beliau kepadanya."

Hadits lainnya yang diriwayatkan Aisyah berbunyi, "Sesungguhnya Rasulullah pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran yang ditangguhkan sampai setahun, kemudian beliau menggadaikan baju besi beliau (sebagai jaminan) kepadanya." 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler