JPPR: Berlebihan Larang ASN Follow Akun Pemenangan Capres

JPPR menilai berlebihan melarang ASN untuk follow akun pemenangan capres.

Republika/Agung Supriyanto
Ilustrasi ASN.
Rep: Febryan A Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), sebuah organisasi pemantau pemilu terakreditasi di Bawaslu RI, menilai larangan bagi aparatur sipil negara (ASN) untuk mengikuti akun media sosial pemenangan capres merupakan aturan yang berlebihan. 

Baca Juga


Koordinator JPPR Nurlia Dian Paramita menjelaskan, sebenarnya memang dibutuhkan ketentuan teknis untuk menegakkan netralitas ASN pada Pemilu 2024. Termasuk ketentuan teknis terkait penggunaan media sosial mengingat para kandidat menggunakan ruang-ruang digital demi memperoleh kemenangan. 

Ketentuan teknis itu sudah termuat dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menpan-RB, Mendagri, Kepala BKN, Ketua KASN, dan Ketua Bawaslu RI yang diteken 22 September 2022 lalu. Dalam beleid tersebut, ASN dilarang membuat posting, comment, share, like, bergabung/follow dalam group/akun pemenangan bakal calon, baik itu capres, caleg, maupun calon kepala daerah. 

Kendati begitu, Mita menilai larangan bagi ASN mengikuti akun pemenangan itu berlebihan. Sebab, ASN sebagai warga negara yang punya hak pilih membutuhkan informasi terkait visi-misi calon yang akan dipilih. 

"Itu (mengetahui informasi calon) hak ASN. Selama tidak bertindak aktif berkomentar, menarasikan, atau membagikan informasi calon tertentu, saya kira tidak masalah," kata Mita kepada Republika, Senin (25/9/2023). 

Menurut Mita, ASN seharusnya diperbolehkan mengikuti akun pemenangan capres sepanjang menggunakan akun media sosial yang tidak diatur privat alias tidak bisa dilihat orang lain. Dengan begitu, publik ataupun pengawas bisa mengawasi semua tindak tanduk ASN di media sosial. 

Sebagai catatan, dalam SKB lima menteri/ketua lembaga itu diatur pula sanksi bagi ASN yang melanggar larangan posting, comment, share, like, bergabung/follow dalam group/akun pemenangan bakal calon. Sanksinya beragam, mulai dari sanksi moral, penurunan jabatan, hingga pemecatan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler