Atlet Bola Basket Kecewa Larangan Jilbab di Olimpiade Prancis
Menteri Olahraga mengumumkan tidak ada atlet Prancis yang boleh memakai jilbab.
REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Atlet bola basket Muslimah Prancis Salimata Sylla mengungkapkan kekecewaannya atas keputusan pemerintah Prancis yang menyeret aturan jilbab pada Olimpiade Paris 2024. Sylla mengaku sedih harus terlahir sebagai warga negara di mana negaranya tidak menginginkan kehadiran Islam dan simbol-simbol agamanya.
Sejak 1905, Prancis mempertahankan pemisahan agama dan negara. Hasilnya, pegawai negeri dan siswa di sekolah umum, tidak termasuk universitas, dilarang memakai simbol agama seperti jilbab atau kalung salib berdasarkan apa yang dikatakan negara sebagai prinsip netralitas.
Larangan atlet mengenakan simbol agama di Prancis telah menjadi bahan perdebatan. Beberapa mendukung larangan itu, sementara yang lain percaya itu bisa mengecualikan wanita Muslim dari olahraga.
Sylla, pemain bola basket Prancis berusia 26 tahun yang dikenal sebagai "Sali," telah meninggikan suaranya menentang larangan jilbab dalam kompetisi resmi di negaranya sejak Januari.
Mengomentari larangan tersebut, Sylla memberi tahu dirinya tidak terlalu terkejut dengan pengumuman Menteri Olahraga Amelie Oudea-Castera tentang larangan jilbab untuk atlet Prancis di Olimpiade. “Mereka memang tidak pernah mengingkan kami (Muslim) bermain sejak awal,” kata Sylla, dilansir dari TRT World, Jumat (6/10/2023).
Memperhatikan bahwa Olimpiade diadakan di Prancis seabad yang lalu, Sylla berkata: "Prancis sama sekali tidak ingin kami mendapatkan keuntungan dari acara olahraga ini."
"Sangat menyedihkan sebagai wanita muda Muslim yang terlihat, kami dikucilkan. Menyadari bahwa kami dilahirkan di negara yang tidak menginginkan kami tidak hanya menyedihkan tetapi juga merendahkan," katanya.
"Mereka tidak menginginkan kami apa adanya, yang sangat menyedihkan. Olahraga harus inklusif untuk semua orang," kata Sylla yang lahir di Prancis dengan orang tua yang bekerja di sana.
Dia menambahkan olahraga seharusnya tidak boleh melibatkan perdebatan berdasarkan agama atau warna kulit. Pada 26 September, juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Marta Hurtado, mengatakan dia yakin larangan atlet Prancis mengenakan jilbab di Olimpiade tidak tepat. Hurtado menekankan, secara umum, tidak ada yang harus mendikte apa yang harus dikenakan seorang wanita.
Sylla mengaku senang mendapatkan dukungan dari PBB. Menurutnya, mendapatkan tanggapan dan dukungan dari PBB ini memberi mereka harapan dan mengingatkan mereka untuk tidak menyerah, menekankan pentingnya berjuang untuk terlibat dalam olahraga di negara mereka sendiri.
Sylla menegaskan hak mengenakan jilbab olahraga di ruang publik dan juga berbagi pengalamannya dilarang dari kompetisi resmi sejak Januari. Dia mengatakan mereka tidak dapat berhenti berolahraga hanya karena mereka dikesampingkan. Pada 24 September, Menteri Olahraga Prancis Amelie Oudea-Caster mengumumkan tidak ada wanita di delegasi negara itu yang boleh mengenakan jilbab selama Olimpiade Prancis 2024.