PBB Suarakan Keprihatinan Terhadap Warga Gaza

Kerusakan fasilitas air, sanitasi dan kebersihan di Gaza menghambat layanan ke warga.

AP Photo/Ramez Mahmoud
Warga Palestina mengeluarkan jenazah dari reruntuhan bangunan pasca serangan udara Israel di kamp pengungsi Jebaliya, Jalur Gaza, Senin,(9/10/2023).
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kelompok-kelompok bantuan, dan pakar kesehatan masyarakat pada Senin (9/10/2023), menyatakan keprihatinan mengenai kebutuhan kemanusiaan di wilayah Palestina. Pernyataan ini muncul ketika Israel meningkatkan tindakan balasan militer dan mengunci Gaza, setelah serangan mengejutkan Hamas pada akhir pekan.

Baca Juga


Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, berupaya untuk menempatkan fokus pada warga sipil di Israel dan Gaza. Dia memperbarui kecamannya atas korban jiwa dan penyanderaan yang dilakukan oleh Hamas. Dia juga memperingatkan kemungkinan hilangnya lebih banyak nyawa tak berdosa.

Dalam sebuah pernyataan kepada wartawan di New York, Guterres mengatakan, lebih dari 137.000 orang di Gaza, atau sekitar 6 persen dari populasinya,  kini berlindung di lokasi yang dikelola oleh UNRWA, badan bantuan untuk Palestina.  Dia mengutip laporan serangan rudal Israel terhadap sejumlah tempat seperti sekolah, fasilitas kesehatan dan gedung apartemen bertingkat tinggi.

“Saya sangat tertekan dengan pengumuman hari ini bahwa Israel akan memulai pengepungan total terhadap Jalur Gaza, tidak ada yang diizinkan masuk, tidak ada listrik, makanan, atau bahan bakar,” kata Guterres.

“Situasi kemanusiaan di Gaza sangat mengerikan sebelum adanya permusuhan ini.  Sekarang, kondisinya akan memburuk secara eksponensial,” kata Guterres.

Guterres berhati-hati untuk tidak meremehkan kehancuran dan penderitaan hebat yang dialami warga Israel sejak Sabtu (7/10/2023). Guterres  mengecam peluncuran ribuan roket oleh Hamas yang mencapai Israel tengah, termasuk Tel Aviv dan Yerusalem.

“Saya mengakui keluhan yang wajar dari rakyat Palestina. Tapi tidak ada yang bisa membenarkan tindakan teror dan pembunuhan, pencacatan dan penculikan warga sipil ini,” kata Guterres.

Guterres juga mencatat bagaimana serangan udara Israel menghantam Gaza. Dia mengutip laporan ratusan warga Palestina yang meninggal dunia dan ribuan lainnya terluka.

Kantor Koordinasi Bantuan Kemanusiaan PBB, atau OCHA mengatakan, kerusakan fasilitas air, sanitasi dan kebersihan di Gaza telah menghambat layanan bagi lebih dari 400.000 orang, atau sekitar seperenam dari total populasi.

Israel menguasai sebagian besar sumber daya air di wilayah Palestina. Para ahli mengatakan, pemboman dan penghancuran infrastruktur air di Gaza hanya akan memperburuk keadaan di wilayah yang sudah mengalami masalah pencernaan, hati dan kulit karena kekurangan air bersih.

“Setiap tetes air sangat berarti,” kata Amira Aker, peneliti pascadoktoral kesehatan lingkungan di Universitas Laval di Kota Quebec, Kanada, yang meneliti masalah air di wilayah Palestina. 

Aker mencatat masalah kesehatan seperti meningkatnya angka penyakit menular dan masalah pencernaan, hati dan kulit akibat kekurangan air bersih. "Dengan serangan udara Israel yang memutus aliran listrik di Gaza, keran yang mengering adalah masalah yang mendesak. Tidak ada cara bagi mereka untuk menjernihkan air," ujar Aker.

Wael Al-Delaimy, seorang profesor kesehatan masyarakat di Universitas California, San Diego, mengatakan, ketika warga Gaza terpaksa mengonsumsi air dengan kualitas lebih rendah, maka akan semakin banyak penyakit yang menyusul. “Rakyat biasalah yang menderita,” kata Al-Delaimy.

Hingga Ahad (8/10/2023) malam, OCHA mengatakan, Pemerintah Israel telah menghentikan pasokan listrik ke Gaza, memutus aliran listrik hingga tidak lebih dari empat jam per hari. Pembangkit Listrik Gaza adalah satu-satunya sumber listrik di wilayah tersebut, dan pembangkit listrik itu bisa kehabisan bahan bakar  dalam beberapa hari.

“Bantuan kemanusiaan dan pasokan penting harus diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan, dengan cepat dan tanpa hambatan. Semua pihak harus memastikan kebebasan bergerak bagi pekerja kemanusiaan," kata juru bicara OCHA, Jens Laerke.

Secara terpisah, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa blokade Gaza selama 16 tahun telah menyebabkan sistem medisnya kekurangan sumber daya, dan meningkatnya permusuhan memperparah situasi yang sudah mengerikan. WHO pada Senin (9/10/2023) melaporkan total 11 serangan terhadap layanan kesehatan – termasuk fasilitas medis, ambulans dan penyedia layanan dalam 36 jam pertama konflik baru di Gaza.

“Ada kebutuhan mendesak untuk membangun koridor kemanusiaan agar rujukan pasien dan pergerakan personel kemanusiaan serta pasokan kesehatan penting dapat dilakukan tanpa hambatan dan dapat menyelamatkan nyawa,” kata WHO.

Banyak aktivis kemanusiaan menyuarakan harapan sederhana untuk diakhirinya kekerasan. “Permusuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini, dan jumlah korban tewas yang meningkat dengan cepat menggarisbawahi pentingnya semua pihak untuk menghentikan kekerasan dan memastikan warga sipil dilindungi,” kata Ana Povrzenic, direktur Palestina di Dewan Pengungsi Norwegia.

Dalam sebuah pernyataan, organisasi Norwegia tersebut mengatakan situasi kemanusiaan terus memburuk di Gaza. Pengumuman Israel mengenai pengepungan wilayah Gaza merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional.

“Saya mendesak semua pihak dan pihak terkait untuk memberikan akses kepada PBB untuk memberikan bantuan kemanusiaan mendesak kepada warga sipil Palestina yang terjebak dan tidak berdaya di Jalur Gaza. Saya mengimbau komunitas internasional untuk segera memobilisasi dukungan kemanusiaan untuk upaya ini," kata Guterres. 

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler