Firli Tanda Tangani Penangkapan Syahrul Yasin Limpo, KPK: Itu Urusan Teknis

Novel Baswedan menilai seharusnya Firli tak tanda tangani penangkapan.

Antara/Asprilla Dwi Adha
Tersangka kasus dugaan korupsi di Kementan, Syahrul Yasin Limpo (tengah) berjalan menuju ruangan untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (12/10/2023). Mantan Menteri Pertanian tersebut dijemput paksa oleh petugas KPK untuk menjalani pemeriksaan.
Rep: Flori Sidebang Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta masyarakat tak mempersoalkan tanda tangan Ketua KPK Firli Bahuri dalam surat perintah penangkapan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Sebab, lembaga antirasuah ini menyebut, penangkapan SYL dilakukan sesuai aturan yang berlaku.

Baca Juga


Hal ini disampaikan Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri menanggapi pernyataan eks penyidik KPK Novel Baswedan yang menyoroti tindakan Firli menandatangani surat penangkapan dengan atribusi pimpinan dan penyidik. Menurut Novel, berdasarkan UU Nomor 29 Tahun 2019 tentang KPK, pimpinan lembaga antikorupsi bukan penyidik.

“Tidak usah dipersoalkan urusan teknis. Itu soal beda tafsir undang-undang saja. Semua adminsitrasi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan ada aturan tata naskah yang berlaku di KPK,” kata Ali kepada wartawan, Jumat (13/10/2023).

Ali mengatakan, pimpinan KPK sebagai pengendali dan penanggung jawab tertinggi atas kebijakan penegakan hukum pemberantasan korupsi. Sehingga secara ex officio harus diartikan juga bahwa pimpinan sebagai penyidik dan penuntut umum. 

"Itu artinya, pimpinan KPK tetap berwenang menetapkan tersangka dan lain-lain. Dengan demikian, pimpinan KPK tetap berhak menandatangani surat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi dalam bentuk administrasi penindakan hukum," jelas Ali.

Ali menegaskan, KPK menangkap SYL sesuai dengan aturan yang berlaku. "Kami lakukan penangkapan terhadap tersangka SYL tentu ada dasar hukumnya," ujar dia.

"Prinsipnya begini, penangkapan dapat dilakukan terhadap siapapun yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan alat bukti yang cukup dan tidak harus didahului pemanggilan. Jemput paksa dapat dilakukan terhadap siapapun karena mangkir dari panggilan penegak hukum," kata Ali menjelaskan.

Pandangan Novel

 

Mantan penyidik KPK Novel Baswedan menilai, Ketua KPK Firli Bahuri seharusnya tak bisa menandatangani surat penangkapan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Sebab, berdasarkan undang-undang yang baru, Pimpinan KPK tidak lagi sekaligus menjadi penyidik.

Adapun berdasarkan foto yang beredar, surat perintah penangkapan itu ditandatangani oleh Ketua KPK, Firli Bahuri tanggal 11 Oktober 2023. Dalam dokumen itu tertulis dia menjabat sebagai pimpinan dan selaku penyidik KPK.

"Yang seharusnya pimpinan itu sadar karena dengan UU KPK yang baru ini pimpinan bukan lagi penyidik, mestinya dia (Firli Bahuri) tidak bisa menandatangani," kata Novel kepada wartawan, Jumat (13/10/2023).

Novel menjelaskan, surat penangkapan tersangka kasus korupsi biasanya cukup ditandatangani oleh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK. Sehingga tidak harus ditandatangani oleh Pimpinan KPK.

 "Firli Bahuri menandatangani (surat) penangkapan, kan lucu itu. Biasanya penangkapan itu tidak harus pimpinan KPK, karena penangkapan itu cukup deputi. Kalau (surat) penahanan memang (harus ditandatangani) pimpinan KPK walaupun dengan UU sekarang itu enggak lagi karena mereka tidak lagi penyidik," jelas Novel.

Dia pun mengaku khawatir jika pejabat struktural yang seharusnya menandatangani surat penangkapan itu justru menolak perintah untuk menyalahgunakan wewenang. Hingga akhirnya Firli sendiri yang menandatangani dokumen tersebut. "Saya khawatirnya malah seperti itu. Jadi ini parah betul," ujar dia.

Sebelumnya, KPK menangkap SYL di salah satu apartemen di wilayah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Kamis (12/10/2023) malam. Alasannya, lembaga antikorupsi ini khawatir dia bakal melarikan diri hingga menghilangkan barang bukti terkait dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).

Padahal, KPK sudah menerbitkan surat pemanggilan kedua pada 11 Oktober 2023 terhadap SYL untuk diperiksa terkait kasus korupsi di Kementan pada Jumat (13/10/2023). SYL pun memastikan bakal menghadiri pemanggilan itu. Namun, dia keburu ditangkap KPK.

 Adapun pemanggilan pertama SYL harusnya dilakukan 11 Oktober 2023. Tetapi dia sudah mengonfirmasi ke KPK bahwa ia tidak bisa hadir lantaran harus kembali ke kampung halamannya di Makassar, Sulawesi Selatan untuk menjenguk ibunya yang sedang sakit.

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler