Warna Lautan Berubah Dampak dari Perubahan Iklim, Apa Artinya?
Warna lautan berubah menjadi lebih hijau dari waktu ke waktu karena krisis iklim.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Warna lautan telah berubah secara signifikan selama 20 tahun terakhir, dan tren global ini kemungkinan besar merupakan akibat dari perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia. Hal ini merujuk laporan para ilmuwan di Massachusetts Institute of Technology (MIT) AS dan National Oceanography Center di Inggris.
Dalam sebuah studi yang dipublikasikan di Nature, tim peneliti telah mendeteksi perubahan warna laut selama dua dekade terakhir yang tidak dapat dijelaskan oleh variabilitas alami dari tahun ke tahun. Pergeseran warna ini, meskipun tidak terlihat oleh mata manusia, telah terjadi di lebih dari 56 persen lautan di dunia -sebuah bentangan yang lebih besar dari total luas daratan di Bumi.
Secara khusus, para peneliti menemukan, wilayah lautan tropis di dekat khatulistiwa telah menjadi lebih hijau dari waktu ke waktu. Pergeseran warna lautan mengindikasikan bahwa ekosistem di dalam lautan juga berubah, karena warna lautan adalah cerminan harfiah dari organisme dan material di perairannya.
Pada titik ini, para peneliti tidak dapat mengatakan bagaimana tepatnya ekosistem laut berubah untuk mencerminkan pergeseran warna. Namun mereka cukup yakin akan satu hal, perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia kemungkinan besar adalah penyebabnya.
“Melihat perubahan warna laut terjadi secara nyata sangatlah menakutkan. Dan perubahan ini konsisten dengan perubahan yang disebabkan oleh manusia terhadap iklim kita,” kata salah satu penulis studi Stephanie Dutkiewicz, ilmuwan peneliti senior di Departemen Ilmu Bumi, Atmosfer, dan Planet di MIT.
Penulis utama lainnya, B B Cael dari National Oceanography Center, menambahkan bahwa perubahan warna laut ini memberikan bukti tentang bagaimana aktivitas manusia memengaruhi kehidupan di Bumi dalam cakupan yang sangat luas.
“Ini adalah cara lain manusia memengaruhi biosfer,” tegas Cael seperti dilansir dari laman MIT, Senin (16/10/2023).
Warna lautan berasal dari berbagai hal yang ada di lapisan atasnya. Umumnya, perairan yang berwarna biru tua mencerminkan sangat sedikit kehidupan, sedangkan perairan yang lebih hijau menunjukkan adanya ekosistem, dan terutama fitoplankton -mikroba mirip tumbuhan yang mengandung pigmen hijau klorofil. Pigmen ini membantu plankton menangkap sinar matahari, yang mereka gunakan untuk menangkap karbon dioksida dari atmosfer dan mengubahnya menjadi gula.
Oleh karena itu, para ilmuwan sangat tertarik untuk memantau fitoplankton di seluruh permukaan laut dan melihat bagaimana mereka dapat merespons perubahan iklim. Untuk melakukannya, para ilmuwan telah melacak perubahan klorofil, berdasarkan rasio seberapa banyak cahaya biru versus hijau yang dipantulkan dari permukaan laut, yang dapat dipantau dari luar angkasa.
Namun, jika melacak klorofil saja, dibutuhkan setidaknya 30 tahun pemantauan berkelanjutan untuk mendeteksi tren apa pun yang secara khusus didorong oleh perubahan iklim. Pasalnya, menurut tim peneliti, variasi alami klorofil yang besar dari tahun ke tahun akan mengalahkan pengaruh antropogenik terhadap konsentrasi klorofil.
Dalam studi saat ini, Cael dan tim menganalisis pengukuran warna laut yang diambil oleh Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) di atas satelit Aqua, yang telah memantau warna laut selama 21 tahun. MODIS melakukan pengukuran dalam tujuh panjang gelombang yang terlihat, termasuk dua warna yang secara tradisional digunakan oleh para peneliti untuk memperkirakan klorofil.
Perbedaan warna yang ditangkap oleh satelit terlalu halus untuk dibedakan oleh mata manusia. Sebagian besar lautan tampak berwarna biru di mata kita, padahal warna yang sebenarnya mungkin terdiri dari campuran panjang gelombang yang lebih halus, dari biru ke hijau dan bahkan merah.
Cael melakukan analisis statistik dengan menggunakan ketujuh warna lautan yang diukur oleh satelit dari tahun 2002 hingga 2022 secara bersamaan. Pertama-tama, ia menganalisa seberapa banyak warna yang berubah dari satu wilayah ke wilayah lain selama satu tahun tertentu, yang memberi gambaran tentang variasi alamiahnya. Dia kemudian mengalisa bagaimana variasi tahunan dalam warna lautan ini berubah selama dua dekade. Analisis ini menunjukkan tren yang jelas, di atas variabilitas normal dari tahun ke tahun.
Untuk melihat apakah tren ini terkait dengan perubahan iklim, ia kemudian melihat model Dutkiewicz dari tahun 2019. Model ini mensimulasikan lautan Bumi dalam dua skenario, satu dengan penambahan gas rumah kaca, dan satu lagi tanpa gas rumah kaca. Model gas rumah kaca memperkirakan bahwa tren signifikan akan muncul dalam 20 tahun dan tren ini akan menyebabkan perubahan warna laut di sekitar 50 persen lautan di dunia -hampir persis seperti yang ditemukan Cael dalam analisisnya terhadap data satelit dunia nyata.
"Hal ini menunjukkan bahwa tren yang kami amati bukanlah variasi acak dalam sistem Bumi. Hal ini konsisten dengan perubahan iklim akibat manusia,” kata Cael.