Tanggapan Munafik Pemimpin Barat Ketika Perang Rusia-Ukraina dan Palestina-Israel

Hanya segelintir negara Eropa yang mengecam serangan Israel di Gaza

AP Photo/Hatem Ali
Hanya segelintir negara Eropa yang mengecam serangan Israel di Gaza
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pemimpin negara Barat menyampaikan pernyataan yang munafik ketika menanggapi invasi Rusia ke Ukraina, dan serangan masif Israel ke Gaza. Ketika perang Rusia-Ukraina berkecamuk, para pemimpin negara Barat kompak mengecam Rusia.

Barat mengecam Rusia karena telah melancarkan serangan yang memutus listrik, pasokan air, dan menargetkan warga sipil. Bahkan, para pemimpin Barat menyebut invasi Rusia ke Ukraina sebagai kejahatan perang.

Kini, ketika perang Palestina dan Israel berkobar, para pemimpin Barat seperti menjilat ludah sendiri. Serangan masif Israel di Jalur Gaza telah menyebabkan kerugian besar bagi warga sipil. Ribuan warga sipil, termasuk anak-anak Palestina meninggal dunia akibat bombardir Israel yang bertubi-tubi.

Tak hanya itu, Israel juga memutus aliran listrik, air, dan makanan ke Gaza. Keputusan ini membuat warga Gaza semakin nelangsa. Situasi ini serupa dengan kondisi ketika invasi Rusia ke Ukraina. Namun, tidak ada pemimpin Barat yang membela Palestina. Mereka justru kompak mendukung agresi Israel yang terus menerus membombardir warga sipil di Gaza.

Pada 3 November 2022, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengecam serangan Rusia ke Ukraina. Macron mengatakan, serangan Rusia yang menyebabkan pemadaman listrik dan kekurangan pasokan air adalah sebuah kejahatan perang.

"Serangan bom masif terjadi di Ukraina, yang menyebabkan pemadaman listrik dan kekurangan pasokan air. Setiap serangan yang menyerang infrastruktur sipil adalah kejahatan perang dan harus dihukum," ujar Macron dilansir Aljazirah.

Namun, ketika perang Palestina-Israel meletus, tanggapan Macron tak setegas sebelumnya. Macron tidak mengecam Israel yang telah membombardir Gaza dan membunuh warga sipil. Macron tidak menyebut Israel melakukan kejahatan perang, padahal mereka memutus aliran listrik, memutus pasokan air dan makanan.

Sebaliknya, Macron justru menyatakan dukungannya kepada Israel. Macron menyebut Israel punya hak untuk membela diri.

"Kami meyakinkan Israel dan rakyatnya atas solidaritas dan dukungan kami yang tak tergoyahkan dalam respons sah mereka.  Israel mempunyai hak untuk mempertahankan diri dengan melenyapkan kelompok Hamas, sekaligus menjaga populasi sipil," ujar Macron.

Pernyataan serupa juga dilontarkan oleh Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen. Pada 2022, von der Leyen mengecam keras invasi Rusia ke Ukraina yang menyebabkan terputusnya aliran listrik dan air selama musim dingin. Bahkan politisi asal Jerman itu tidak segan menyebut Rusia sebagai teroris.

"Serangan yang ditargetkan terhadap infrastruktur warga sipil hingga memutus aliran air dan listrik selama musim dingin, tindakan ini murni teror dan kita harus menyebutnya demikian," ujar von der Leyen.

Namun, kemunafikan von der Leyen tampak ketika Israel membombardir Gaza yang menyebabkan kematian ribuan warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan. Von der Leyen menyebut, Israel punya hak untuk membela diri meski harus memutus aliran listrik dan air di Gaza.

Perang Palestina-Israel terbaru dimulai pada Sabtu (7/10/2023) ketika Hamas memulai Operasi Badai Al-Aqsa terhadap Israel. Hamas melancarkan serangan mengejutkan dengan menembakkan ribuan roket dan infiltrasi ke Israel melalui darat, laut, dan udara. Hamas mengatakan, serangan ini merupakan tanggapan keras atas penyerbuan Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur oleh pemukim Yahudi, dan meningkatnya kekerasan pemukim Israel terhadap warga Palestina. Israel dibuat kewalahan dengan operasi mendadak Hamas yang menggunakan taktik jenius.

Menanggapi tindakan Hamas, militer Israel melancarkan Operasi Pedang Besi di Jalur Gaza. Serangan udara Israel menghancurkan rumah warga sipil Gaza, gedung perkantoran, dan fasilitas publik seperti sekolah. Ribuan warga sipil Gaza, termasuk anak-anak meninggal dunia. Respons Israel meluas hingga memotong pasokan air dan listrik ke Gaza, yang semakin memperburuk kondisi kehidupan di wilayah yang terkepung sejak 2007.

Hanya segelintir negara Eropa yang mengecam serangan Israel di Gaza...

Baca Juga


Hanya segelintir negara Eropa yang mengecam serangan Israel di Gaza. Wakil Perdana Menteri Spanyol, Yolanda Diaz mendesak komunitas internasional untuk memberikan tekanan pada Israel agar menghindari “pembantaian” di Gaza. Pernyataan Diaz muncul setelah pasukan Israel memperingatkan lebih dari 1 juta penduduk di utara Gaza untuk pindah ke selatan dalam waktu 24 jam.

"Uni Eropa harus menuntut Israel menghentikan rencana yang menyebabkan pembantaian tersebut," ujar Diaz, dilaporkan Anadolu Agency, Jumat (13/10/2023).

Diaz meminta Spanyol dan Uni Eropa untuk segera melakukan mobilisasi demi perdamaian. Diaz adalah ketua partai Sumar yang beraliran kiri di Spanyol. Partai Sumar merupakan mitra junior dalam pemerintahan koalisi Spanyol.

PBB telah memperingatkan, perintah Israel untuk mengevakuasi bagian utara Gaza di tengah pemboman yang terus-menerus tidak mungkin dilakukan tanpa konsekuensi kemanusiaan yang menghancurkan. Spanyol adalah salah satu dari sedikit negara Barat yang mengumumkan peningkatan bantuannya ke Palestina di tengah perang.

"Apa yang kita perlukan di masa mendatang bukanlah bantuan yang lebih sedikit, ini lebih merupakan bantuan kemanusiaan untuk Palestina," Menteri Luar Negeri Spanyol, Jose Manuel Albares.

Kementerian Luar Negeri Spanyol juga berkoordinasi dengan negara-negara Eropa lainnya untuk mencoba mengevakuasi sekitar 120 warga Spanyol dari Jalur Gaza yang terkepung. Namun, para pejabat mengatakan, saat ini tidak mungkin masuk atau keluar Gaza.  Untuk memfasilitasi evakuasi, pihak berwenang Spanyol memerlukan izin dari Israel, Hamas, dan kemungkinan kolaborasi Mesir.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler