MK Ciptakan Kekacauan Hukum karena Kabulkan Sebagian Gugatan Syarat Capres-Cawapres
MK seharusnya konsisten menolak seluruh gugatan batas usia capres-cawapres.
JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengumumkan hasil putusan atas gugatan aturan usia minimal capres-cawapres. Ketua MK Anwar Usman menyatakan MK mengabulkan gugatan terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Mahkamah membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum atau Pilkada. “Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Anwar Usman pada saat sidang pembacaan putusan, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10).
Pada sidang putusan tersebut juga terjadi perbedaan pendapat dari 9 Hakim MK terkait soal kepala daerah bisa menjadi capres. Lima hakim setuju, dua hakim menolak dan dua hakim menyatakan seharusnya gugatan tidak diterima. Namun hasil akhir mengabulkan sebagian putusan MK tersebut.
Beberapa pengamat dan tokoh mengkomentari negatif hasil putusan MK terkait usia minimal capres dan cawapres. Di antaranya adalah Aktivis 98, Firman Tendry, Ketum YLBHI, Muhamad Isnur, Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, dan putri sulung Gus Dur, Alissa Wahid. Intinya mereka berpendapat MK seharusnya konsisten menolak seluruh gugatan batas usia capres-cawapres. Putusan itu membuat MK menciptakan kekacauan hukum dengan mengabulkan gugatan sebagian gugatan syarat cawapres demi melanggengkan Gibran Rakabuming.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif PARA Syndicate, Ari Nurcahyo mengatakan hubungan antara Jokowi dan Prabowo sangat kompleks, dan pertanyaan tentang apakah mereka akan bekerja sama menggunakan Mahkamah Konstitusi masih menjadi tanda tanya besar. “Dinamika politik saat ini tampak diatur oleh pihak-pihak terkait, dan publik mulai memahami politik yang mengalir, meskipun kadang sulit membedakan yang asli dan yang palsu,” kata Ari di acara Diskusi Media dengan mengangkat tema “MK Bukan Mahkamah Keluarga: Tahta, Kuasa, Lupa?”, kata dia Ahad (15/10/2023).
Di tempat yang sama, Wakil Ketua SETARA Institute, Bonar Tigor Naipospos berpendapat banyak yang telah dibangun Jokowi, termasuk popularitas di dalam negeri dan kemampuannya untuk melihat jauh ke depan dalam menjaga posisi politik Indonesia di masa depan. “Jokowi menjadi sosok yang sangat kuat dalam sejarah politik Indonesia, dan pengaruhnya semakin terlihat dengan anaknya yang mulai tampil di layar politik. Jokowi perlu mempertimbangkan dampaknya jika memaksakan Gibran sebagai Cawapres Prabowo, yang dapat mempengaruhi hubungan dengan Megawati dan Prabowo,” jelas Bonar.
Hal senada juga diungkapkan Direktur Lingkar Madani/LIMA Indonesia, Ray Rangkuti, jika MK menerima gugatan, hal ini berpotensi memperdalam kontroversi politik. Rekomposisi antara oposisi dan pendukung pemerintah mungkin terjadi, sehingga posisi Presiden Jokowi menjadi semakin rumit.
“Terdapat setidaknya lima partai politik yang menjadi oposisi, yang berpotensi menciptakan ketidakstabilan politik dalam setahun ke depan,” ujar dia.