WFP: Stok Makanan di Jalur Gaza Hanya Tersisa untuk 4-5 Hari ke Depan
Hingga saat ini konvoi bantuan kemanusiaan belum bisa memasuki Jalur Gaza.
REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Program Pangan Dunia PBB (WFP) mengatakan, situasi di Jalur Gaza terus memburuk. Mereka menyebut, stok makanan yang tersedia di toko-toko di Gaza hanya tersisa untuk empat atau lima hari ke depan.
“Di dalam toko-toko, stoknya hampir habis dalam waktu kurang dari beberapa hari, mungkin stok pangan tersisa empat atau lima hari,” kata Juru Bicara WFP untuk Timur Tengah Abeer Etefa, Selasa (17/10/2023).
Saat ini konvoi bantuan kemanusiaan belum bisa memasuki Jalur Gaza. Mesir menyebut, jalur penyeberangan Rafah, yang merupakan pintu masuk dan keluar utama Jalur Gaza, tak ditutup secara resmi. Namun truk-truk pengangkut bantuan tak bisa melintas masuk karena Israel masih terus membombardir Jalur Gaza, termasuk di wilayah dekat Rafah.
Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan Martin Griffiths diagendakan bertolak ke Timur Tengah pada Selasa. Kedatangannya bertujuan membantu menegosiasikan akses penyaluran bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. “Kita membutuhkan akses terhadap bantuan. Kami sedang melakukan diskusi mendalam dengan Israel, Mesir, dan pihak-pihak lain,” kata Griffiths dalam sebuah pernyataan video, Senin (16/10/2023) lalu, dikutip laman Al Arabiya.
Griffiths sempat menyampaikan bahwa dia berharap memperoleh kabar baik terkait proses penyaluran bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza via jalur penyeberangan Rafah. “Besok saya sendiri akan pergi ke wilayah tersebut untuk mencoba membantu dalam perundingan, mencoba memberikan kesaksian dan menyatakan solidaritas atas keberanian luar biasa dari ribuan pekerja bantuan yang tetap bertahan dan masih membantu masyarakat di Gaza dan Tepi Barat,” kata Griffiths.
Pada Senin lalu, resolusi rancangan Rusia yang berisi seruan gencatan senjata kemanusiaan dalam perang antara Hamas dan Israel gagal disahkan di Dewan Keamanan PBB. Rancangan resolusi tersebut memperoleh lima suara setuju, empat menentang, dan enam lainnya abstain. Sebuah resolusi memerlukan setidaknya sembilan suara setuju dan tanpa veto dari lima anggota tetap Dewan Keamanan untuk bisa diadopsi.
“Hari ini, seluruh dunia menunggu dengan napas tertahan hingga Dewan Keamanan mengambil langkah-langkah untuk mengakhiri pertumpahan darah, namun delegasi negara-negara Barat pada dasarnya telah mengabaikan harapan tersebut,” kata Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia setelah berakhirnya pemungutan suara.
Pada Jumat (13/10/2023) pekan lalu, Rusia mengusulkan rancangan resolusi satu halaman yang di dalamnya turut menyerukan pembebasan sandera, akses bantuan kemanusiaan, dan evakuasi aman bagi warga sipil yang membutuhkan. Teks tersebut mengutuk kekerasan terhadap warga sipil dan semua tindakan terorisme, tanpa menyebutkan pihak mana pun.
Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengkritik tajam Rusia yang menolak mengecam serangan Hamas ke Israel. “Dengan gagal mengecam Hamas, Rusia menutupi kelompok teroris yang melakukan tindakan brutal terhadap warga sipil tak berdosa. Ini keterlaluan. Ini munafik dan tidak bisa dipertahankan,” ujarnya.
Thomas-Greenfield sepakat bahwa Dewan Keamanan PBB harus segera mengambil tindakan untuk merespons eskalasi pertempuran antara Israel dan Hamas. “Namun kita harus melakukannya dengan benar dan kami akan bekerja secara intensif dengan semua anggota di dewan untuk melakukan hal tersebut,” ujarnya.