Penyanyi K-Pop Eric Nam Ngelike Unggahan Israel-Palestina, Kena 'Semprot' Warganet
Eric Nam dianggap mendukung Israel dan menutup mata atas penderitaan warga Palestina.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musisi Korea Selatan Eric Nam berada di tengah pusaran kritik menyusul like-nya di postingan Instagram mengenai konflik Israel-Palestina. Unggahan viral tersebut menarik perhatian di media sosial, terutama para selebritas yang menyuarakan dukungan mereka meskipun mencoba bersikap netral.
Unggahan Instagram yang disukai Eric berbunyi, “Sangat masuk akal dan logis untuk menentang perlakuan Pemerintah Israel terhadap warga Palestina, sementara secara bersamaan menyerukan perlindungan orang-orang Yahudi di Israel dan di seluruh dunia”.
Namun, sikap netral ini tidak diterima dengan baik bagi penggemarnya. Banyak yang berpendapat bahwa sikap netralnya mengabaikan kompleksitas sejarah dan perjuangan yang sedang berlangsung di wilayah tersebut. Cuitan yang mengkritik netralitas Eric menjadi viral dan banyak yang menunjukkan situasi kemanusiaan yang menyedihkan di Palestina.
Beberapa penggemar merasa dukungan Eric terhadap postingan Instagram tersebut diam-diam mendukung Israel sambil tetap diam atas penderitaan warga Palestina. Kritik tersebut juga meluas ke diskusi seputar tur mendatangnya. Bahkan, beberapa orang menyarankan boikot.
Reaksi keras yang dihadapi Eric menyoroti sikap halus yang diambil para selebritas ketika terlibat dengan isu-isu politik, terutama pada topik-topik yang mudah berubah seperti konflik Israel-Palestina.
Pemberian tanda like Eric pada unggahan tersebut muncul pada saat banyak selebritas dikritik karena pendirian politik mereka menyikapi konflik Israel-Palestina. “Setop mengikuinya dan jangan dengarkan lagunya. Jangan mendukung zionis mana pun,” kata @justyong*****.
“Batalkan acaramu di Malaysia. Tunggu, Malaysia yang membatalkanmu,” ujar @nuar_***.
Situasi yang dialami Eric mencerminkan tantangan yang lebih luas yang dihadapi para selebritas dalam menavigasi lanskap politik. Public figure dihadapkan pada tantangan yang semakin besar di era digital, di mana setiap kata yang mereka ucapkan terkadang memiliki bobot lebih dari yang seharusnya diucapkan oleh seseorang.