Pengamat: Erick Thohir Lebih Tepat Dampingi Prabowo

Pendukung Prabowo dikhawatirkan akan hengkang jika diduetkan dengan Gibran.

dok tangkapan layar/instagram
Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir langsung mengunjungi makam sang ayah, Haji Mochamad Thohir setelah mengikuti lawatan Presiden Joko Widodo ke China dan Arab Saudi. Erick, memakai kemeja putih, mengunjungi makam Haji Mochamad Thohir bersama sang istri Liza Thohir.
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG  -- Pengamat politik Universitas Ketolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Mikhael Rajamuda Bataona mengatakan sosok Erick Thohir lebih tepat mendampingi Prabowo ketimbang Gibran Rakabuming Raka.

Baca Juga


"Jika Prabowo tetap memaksakan opsi maju dengan Gibran, maka dalam waktu ke depan yang dihadapi Prabowo dan koalisinya adalah kampanye masif terbuka dan penolakan terhadap politik dinasti," kata Mikhael Bataona di Kupang, Sabtu, terkait dukungan Golkar kepada Gibran untuk menjadi Cawapres Prabowo.

Selain itu, Prabowo akan berhadapan dengan kampanye tentang hidupnya kembali watak oligarki dan dinasti Orde Baru.

Dia mengatakan bayang-bayang kembalinya praktik rezim Orde Baru ini bisa sangat merugikan citra dan popularitas Prabowo, karena siapa pun tahu bahwa Prabowo adalah anak mantu Soeharto, sang penguasa selama 32 tahun memimpin Indonesia.

"Mimpi buruk dan bayang-bayang kembalinya rezim Orde Baru akan langsung mengubah dan menggerus dukungan ke Prabowo," katanya.

Selanjutnya, kata ia, sudah pasti isu ini hari-hari ini langsung kencang didiskusikan masyarakat. Publik sekarang sudah lebih cerdas dan teredukasi.

Isu ini akan terus dihidupkan di ruang-ruang publik virtual dan dikapitalisasi dalam berbagai demonstrasi dan protes di Indonesia. "Jadi menurut saya, jika Prabowo tetap memaksakan opsi Golkar dan partai koalisi untuk maju bersama Gibran, maka yang akan dia hadapi adalah rasionalitas dan nalar publik yang antiterhadap politik dinasti, oligarki dan nepostisme, sehingga sebelum dideklarasikan, Prabowo harus menghitung dampak pilihan ini secara cermat dan hati-hati," katanya.

Dia menambahkan jika nanti Prabowo benar-benar maju dengan Gibran maka akan terjadi migrasi dan eksodus suara ke kubu Anies dan Muhaimin. Mengapa? karena Gibran itu anak biologis dan ideologis Jokowi.

Sementara, sebagian besar pendukung Prabowo adalah pemilih setia mantan Danjen Kopasus itu. Pemilih-pemilih ini sudah menjadi voters yang setia atau voters kepala baru dari Pilpres 2019 yang sangat berseberangan dengan Jokowi.

"Jika Gibran menjadi cawapres Prabowo maka sudah pasti mereka akan pindah ke Anies-Muhaimin," katanya.

Selain itu, di lapisan berikutnya dari pendukung Prabowo adalah pemilih Jokowi yang menyukai figur Prabowo dan Jokowi. Nah, mereka ini juga tidak semuanya akan tetap setia mendukung Prabowo ketika rasionalitas mereka terganggu dan terlukai oleh majunya Gibran karena pendukung Jokowi itu tidak hanya pemilih tradisional.

"Banyak juga yang kelompok kelas menengah di kota, kaum terdidik, budayawan, dan kaum rasional yang sangat membenci praktik politik dinasti. Mereka ini sudah pasti terganggu dan bisa melakukan migrasi ke Ganjar maupun ke Anis karena praktik politik dinasti itu bagi banyak orang adalah sesuatu yang tidak etis," katanya.

Masyarakat sudah trauma dengan praktik ini selama Orde Baru. Mereka tidak ingin mimpi buruk itu terulang kembali. "Argumentasi bahwa ini pemilihan langsung sehingga sangat tergantung pada pilihan masyarakat adalah sebuah pernyataan hanya rasional saja tapi tidak empirik sehingga kontradiktif, katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler