Dalih Prabowo Bela Praktik Politik Dinasti Usai Umumkan Gibran Jadi Cawapresnya

Pascaputusan MK, praktik politik dinasti menuai protes warganet dan demo mahasiswa.

Republika/Thoudy Badai
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menyampaikan keterangan pers usai Rapat Pimpinan Nasional Partai Gerindra di Jakarta, Senin (23/10/2023).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Eva Rianti, Fauziah Mursid, Antara

Baca Juga


Pada Ahad (22/10/2023) di kediamannya di Jalan Kertanegara, Jakarta, capres Prabowo Subianto mengumumkan, bahwa Gibran Rakabuming Raka adalah cawapres yang akan mendampinginya di Pilpres 2024. Keputusan Prabowo yang diklaimnya didukung secara bulat oleh Koalisi Indonesia Maju itu kemudian menuai pro dan kontra khususnya yang menyoroti soal dinasti politik Joko Widodo (Jokowi).

Gibran adalah putra sulung Jokowi, yang kini menjabat sebagai wali kota Solo. Gibran, bisa menjadi cawapres menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (16/10/2023) lalu yang membolehkan kepala daerah ikut berkontestasi di pilpres meski belum berusia 40 tahun.

"Dinasti, semua dinasti, bung, semua dinasti, ya kan. Kita jangan cari yang negatif lah, cari yang positif, ya. Orang ingin berbakti apa salahnya, ya kan," ujar Prabowo menjawab pertanyaan wartawan soal politik dinasti, di sela Rapimnas Gerindra, di Jakarta, Senin (23/10/2023).

Prabowo pun mengaku bagian dari sebuah dinasti. Karena ayahnya, yakni Soemitro Djojohadikoesoemo dulunya merupakan mantan Menteri Perdagangan dan Industri, Menteri Keuangan, dan Menteri Riset baik selama era Orde Lama maupun Orde Baru.

Kemudian kakeknya adalah Margono Djojohadikoesoemo, yang merupakan pendiri Bank Negara Indonesia. Menurutnya, mereka adalah sosok yang memiliki tujuan besar untuk berbakti kepada Indonesia.

"Kita dinasti merah putih, kita dinasti patriot, kita dinasti yang ingin mengabdi untuk rakyat. Kalau dinastinya Pak Jokowi ini berbakti untuk rakyat. Kenapa? Salahnya apa? Jadi berpikir yang baiklah, berpikir positif," ujar Prabowo.

Putusan MK Berubah Setelah Adik Ipar Jokowi Ikut Rapat - (infografis Republika)

Setelah putusan MK pekan lalu, Gibran pun sudah menjadi bulan-bulanan sebagian warganet lantaran dinilai mempraktikkan politik dinasti. Tidak hanya di media sosial, putusan MK juga disambut oleh gelombang demonstrasi mahasiswa di Jakarta beberapa hari lalu.

"Biar warga yang menilai ya," jawab Gibran kepada Republika usai dicecar berkali-kali mengenai isu politik dinasti, di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Sabtu (21/10/2023) malam. 

Gibran tak banyak bicara kemudian. Dia hanya menelungkupkan tangan, tanda bahwa dia tidak mau banyak berkomentar. "Makasih ya," kata dia singkat. 

Gibran malam itu diketahui hadir dalam acara deklarasi pemuda dukung Prabowo-Gibran di Tugu Proklamasi. Dia datang pada sekira pukul 21.10 WIB. Gibran disambut ribuan anak muda dari berbagai kalangan, baik mahasiswa, pegiat media sosial, pengusaha, hingga pedagang.

Dalam kesempatan itu, Gibran sempat menyampaikan bahwa usai diusung secara resmi oleh Partai Golkar sebagai cawapres Prabowo, dirinya melakukan silaturahmi ke sejumlah ketua umum partai koalisi. Yakni, tentu Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartanto, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra, sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. 

"Muter-muter ke ketum koalisi. Baik (hasilnya)," ujarnya.

Komik Si Calus : Dinasti - (Daan Yahya/Republika)

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai, langkah Prabowo yang bersikukuh menggandeng Gibran di tengah sorotan publik menunjukkan tekad Menteri Pertahanan itu untuk menang di Pilpres 2024. Pengalaman Prabowo yang kalah dua kali di Pilpres 2014 dan 2019 dari Jokowi, membuatnya perlu mendapat dukungan dari Presiden ketujuh RI tersebut.

"Pak Prabowo kalah dua kali di Pilpres 2014 dan 2019 maka Pak Prabowo ingin menang, maka harus bersinergi dan berkolaborasi dengan Pak Jokowi, simbiosis mutualisme. Jadi Pak Prabowo ingin mendapatkan dukungan dari Pak Jokowi," ujar Ujang dalam keterangannya, Senin (23/10/2023).

Di sisi lain, lanjut Ujang, kompromi dari dukungan ke Prabowo tentu juga perlu menguntungkan bagi Jokowi. Karena itu, Gibran dimajukan untuk mengisi posisi bakal cawapres.

"Makanya komprominya ya nama Gibran menjadi cawapres Pak Prabowo yang didukung juga oleh Koalisi Indonesia Maju. Dalam konteks itu ada kekuasaan penggabungan antara kekuatan Prabowo dan kekuatan Jokowi," ujarnya.

Ujang menambahkan, berdasarkan perhitungan pilpres sebelumnya, jika kekuatan Prabowo-Jokowi bersatu maka peluang kemenangan Prabowo terbuka di pilpres mendatang. Namun demikian, pasangan Prabowo-Gibran akan mendapat banyak tantangan ke depan.

Hal ini karena publik menyoroti sejak awal pemilihan Gibran yang dinilai dipaksakan sejak awal hingga melanggengkan politik dinasti.

"Menurut saya kuat walaupun akan banyak serangan maupun bully-an kepada kubu Prabowo, Gibran dan Jokowi. Itu tantangan yang harus dihadapi dan bagian dinamika. Tetapi bully-an ini seminggu dua minggu paling, paling lama sebulan, lama kelamaannya juga akan hilang karena masyarakat Indonesia itu mudah lupa mudah melupakan sesuatu, misal karena ada isu lain yang muncul yang lebih besar," ujarnya.

Semntara, pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengatakan politik dinasti adalah hal lumrah terjadi di negara-negara demokratis. Baik negara maju maupun negara berkembang dan suara rakyat menjadi penentu dalam ini.

"Di Amerika Serikat, George H. W. Bush dan anak tertuanya, George W. Bush, keduanya pernah menjadi presiden; sementara anaknya yang lain, John E. Bush, pernah menjadi gubernur di Florida," kata Denny dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu pekan lalu.

Menurut dia, hal itu terjadi sebagai konsekuensi dari penerapan prinsip-prinsip demokrasi, terutama prinsip persamaan hak. "Semua warga negara memiliki hak yang sama untuk menjadi pemimpin. Seorang warga, entah ia anak petani atau anak presiden, tak boleh didiskriminasi," tambah Denny.

Selain itu, lanjutnya, konstitusi yang merupakan aturan tertinggi di negara demokratis tidak melarang anak pejabat menjadi pemimpin daerah maupun pemimpin nasional saat orang tuanya masih menjabat. Lagipula, menurut Denny, kesuksesan seseorang yang mengikuti kontes politik di Indonesia ditentukan oleh rakyat melalui pemilihan yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

"Pada akhirnya, penentuan terpilih atau tidaknya seorang pemimpin berdasarkan hasil pemilihan umum," ucapnya.

Dia pun menuturkan beberapa contoh peran masyarakat dalam persaingan politik di Indonesia. Misalnya, saat tiga anak Presiden pertama RI Soekarno mendirikan partai, hanya Megawati Soekarnoputri yang sukses menjadi pemimpin partai besar di Indonesia dengan ribuan kader dan simpatisan.



BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler