Rusia: Sebagai Negara Penjajah, Israel tak Punya Hak Bela Diri
Rusia mengakui hak Israel untuk menjamin keamanannya.
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Duta Besar Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya mengatakan, Israel tidak mempunyai hak untuk membela diri dalam konflik Palestina. Hal itu karena Israel adalah negara pendudukan atau yang menjajah Palestina.
Dalam sesi khusus Majelis Umum PBB tentang Palestina yang digelar Rabu (1/11/2023), Nebenzya menyoroti kemunafikan Amerika Serikat (AS) dan para sekutunya terkait konflik Israel-Palestina yang sedang berlangsung. Menurut Nebenzya, di luar isu konflik Palestina, AS dan sekutunya kerap menyerukan kepatuhan terhadap hukum kemanusiaan, membentuk komisi investigasi, serta menjatuhkan sanksi terhadap mereka yang menggunakan kekerasan.
“Dan hari ini, melihat kehancuran yang mengerikan di Gaza, yang melebihi apa yang mereka kritik dalam konteks regional lainnya–serangan terhadap fasilitas sipil, kematian ribuan anak-anak, dan penderitaan mengerikan warga sipil di tengah blokade total, mereka (AS dan sekutunya) pura-pura bungkam,” ujar Nebenzya, dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.
“Yang bisa mereka (AS dan sekutunya) lakukan hanyalah terus mengatakan tentang dugaan hak Israel untuk membela diri, yang sebagai negara pendudukan, tidak dimiliki Israel, seperti yang dikonfirmasi oleh keputusan konsultatif Mahkamah Internasional pada tahun 2004,” kata Nebenzya.
Dia menekankan, Rusia mengakui hak Israel untuk menjamin keamanannya. “Kami mengakui hak-hak Israel untuk menjamin keamanannya. Keamanan ini hanya dapat dijamin sepenuhnya jika kita menyelesaikan masalah Palestina berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB yang relevan,” ujarnya.
Nebenzya mengungkapkan, cepat atau lambat, solusi diplomatik harus diambil guna mengakhiri pertempuran yang sedang berlangsung saat ini. Namun, dia mempertanyakan, berapa banyak korban jiwa yang bakal melayang selama periode mencapai solusi diplomatik.
Dewan Keamanan PBB telah empat kali gagal mengadopsi rancangan resolusi jeda kemanusiaan di Jalur Gaza. Dua rancangan resolusi di antaranya diajukan Rusia. Pada 25 Oktober 2023 lalu, dua rancangan resolusi yang diajukan secara terpisah oleh Rusia dan AS gagal diadopsi karena diveto.
Pada rancangan resolusi AS, di dalamnya menuntut jeda kemanusiaan di Jalur Gaza. Namun, draf resolusi itu turut mengutuk serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu.
Resolusi usulan AS juga menyerukan Hamas membebaskan seluruh warga Israel dan warga asing lainnya yang mereka sandera di Gaza tanpa syarat apa pun. Rancangan resolusi AS memperoleh 10 suara mendukung. Namun, Rusia, Cina, dan Uni Emirat Arab (UEA) menentangnya. Moskow dan Beijing diketahui merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield menyayangkan keputusan Rusia dan Cina memveto rancangan resolusi terkait Israel-Palestina yang diajukan negaranya. Dia menilai resolusi tersebut kuat dan seimbang. “Itu adalah hasil konsultasi dengan para anggota Dewan (Keamanan) ini. Kami mendengarkan Anda semua. Kami memasukkan masukan,” ujarnya, dikutip Anadolu Agency.
Rancangan resolusi yang diajukan Rusia juga berisi tentang tuntutan gencatan senjata kemanusiaan di Gaza. Namun, resolusi tersebut turut ditolak dengan komposisi empat negara mendung, dua menentang, dan sembilan lainnya abstain. AS dan Inggris adalah dua negara yang menolak rancangan resolusi Rusia.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan, negaranya menyesalkan Dewan Keamanan tidak dapat menggunakan kesempatan lainnya untuk merespons krisis yang belum terjadi sebelumnya di Timur Tengah. Sebelumnya Dewan Keamanan PBB memang sudah dua kali gagal mengadopsi rancangan resolusi untuk merespons situasi di Jalur Gaza.
Pada 16 Oktober 2023 lalu, resolusi rancangan Rusia yang berisi seruan gencatan senjata kemanusiaan dalam perang antara Hamas dan Israel gagal disahkan di Dewan Keamanan PBB. Rancangan resolusi tersebut memperoleh lima suara setuju, empat menentang, dan enam lainnya abstain. AS termasuk di antara negara yang menentang.
Selain Rusia, Brasil juga mengajukan rancangan resolusi serupa. Namun rancangan resolusi tersebut juga gagal diadopsi pada 18 Oktober 2023 lalu akibat diveto AS. Sejak pecahnya pertempuran pada 7 Oktober 2023 lalu, Washington telah berulang kali menyatakan bahwa Israel memiliki hak untuk membela diri ketika diserang.
Namun, sejumlah negara dan lembaga internasional menilai, apa yang dilancarkan Israel ke Jalur Gaza telah melampaui aksi pembelaan diri. Hal itu mengingat banyaknya korban dan infrastruktur sipil, termasuk rumah sakit serta tempat ibadah yang terimbas serangan Israel.