Naskah Khutbah Jumat: Menegakkan Hukum Sebagai Refleksi Amanah Keadilan Tuhan
Menurut Islam menegakkan keadilan adalah salah satu tugas manusia.
REPUBLIKA.CO.ID,
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا ، وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجمعين.
أَيُّهَا الْإِخْوَانُ رَحِمَكُمُ اللَّهُ. أُوصِيكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللَّهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُونَ. كَمَا قَالَ تَعَالَى فِي قُرْآنِهِ الْكَرِيمِ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شِنَانُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا ، اعْدِلُوا ، هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى . وَقَالَ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَّنَتَ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ. رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي أَمَّا بَعْدُ.
Sidang Jamaah Jumat yang dirahmati Allah.
Mari kita bersyukur kehadirat Allah SWT karena kita dirahmati dengan kesehatan dan kesadaran imani untuk melaksanakan sholat Jumat pada siang ini. Seperti yang saya sampaikan dari kutipan ayat tadi, kita hidup ini harus selalu menjaga diri dan selalu menjalani hidup ini dengan takwa agar pada saat meninggalkan dunia ini kelak kita mati dalam keadaan Muslim, berserah diri kepada Allah SWT.
Ibarat perang, bertakwa itu mengandung dimensi defensif (bertahan) dan ofensif (menyerang). Defensif artinya kita bertahan atau menahan diri agar tidak terjerumus terhadap godaan-godaan setan untuk berbuat tidak baik karena nafsu amarah.
Sedangkan ofensif artinya kita berbuat aktif atau giat untuk melakukan hal-hal yang baik sesuai dengan perintah Allah yakni menebar maslahat di bumi. Dalam pengertian yang seperti ini sering didefinisikan bahwa takwa adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangannya. Berdasar sebuah percakapan antara dua sahabat nabi, Umar bin Khattab dan Ubay bin Ka'ab, sebenarnya takwa adalah hidup berhati-hati agar kita tidak terjerumus ke jurang kenistaan atau kesesatan.
Salah satu bentuk sikap dan perilaku takwa adalah menegakkan keadilan hukum. Oleh sebab itu melalui khutbah ini saya serukan juga agar kita selalu berlaku adil dan menegakan keadilan hukum.
Seruan agar kita berbuat adil ini penting karena berbuat adil itu harus sengaja diniatkan dan dilaksanakan oleh manusia dengan sikap dan tindakan, bukan dibiarkan mengalir sendiri. Hal ini penting diingat karena sampai sekarang masih ada yang mengatakan bahwa manusia tidak bisa berbuat adil karena keadilan itu hanya bisa dilakukan oleh Allah sebagai wujud kekuasaan mutlak Tuhan dalam menentukan perjalanan hidup manusia.
Dalam pergaulan masyarakat kita sering ada pernyataan salah, "jangan percaya pada pengadilan manusia karena keadilan itu hanya bisa dilakukan oleh Allah, yang ada hanyalah keadilan Allah, manusia tidak bisa berbuat adil,". Pernyataan tersebut jelas salah karena di dalam Alquran dan sunah nabi banyak perintah kepada manusia dan amanah untuk berbuat adil dan menegakkan keadilan.
Jadi menurut Islam menegakkan keadilan adalah salah satu tugas manusia untuk mewujudkan ketakwaan kepada Allah seperti difirmankan oleh di dalam Alquran pada potongan surat Al Maidah ayat 8:
اعدلوا هو أقرب للتقوى
Artinya: Berlaku adil lah kamu semua karena berbuat adil itu lebih dekat kepada takwa
Persoalan tentang keadilan manusia dan keadilan Allah memang ada dalam perdebatan teologi dalam khazanah Islam. Dalam aliran pemikiran teologi Islam memang ada dua pandangan yang berbeda yang kemudian ada titik temunya.
Aliran jabbariyah mengatakan bahwa manusia tidak bisa berbuat apa-apa, termasuk tidak bisa berbuat adil karena setiap nasib manusia itu sepenuhnya menjadi urusan dan mutlak ditentukan oleh Allah. Tetapi pandangan aliran ini dibantah oleh aliran Qadariyyah yang mengatakan bahwa keadilan itu harus diusahakan dan dibangun atas usaha manusia sesuai dengan perintah Allah.
Kaum mu'tazilah yang sering mewakili pandangan aliran Qadariyyah menyebut bahwa yang menciptakan perbuatan manusia adalah manusia sendiri karena Allah menciptakan manusia sekaligus menciptakan kemampuan kehendak pada diri manusia dengan segala tugas dan tanggung jawabnya.
Dalam waktu yang terbatas ini kita tidak perlu menilai kebenaran setiap aliran pemikiran teologis tersebut karena setiap aliran ada dalil-dalilnya sendiri sesuai dengan paradigma dan konteksnya. Dalam kesempatan ini khatib ingin mengajak kita untuk berusaha berbuat adil sesuai dengan perintah Allah untuk mengisi hidup sebelum mati, yakni, dalil pada kitab suci Alquran surat Ali Imran ayat 145:
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلًا ۗ وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الْآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا ۚ وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ
Artinya: Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (Ali Imran ayat 145).
Sidang Jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Kutipan ayat di atas cukup memberi penegasan bahwa Allah itu Maha Kuasa dan Maha menentukan penciptaan dan takdir manusia tetapi Allah juga memerintahkan manusia untuk memilih jalan hidupnya, apakah mau memilih pahala dunia atau pahala akhirat yang nanti akan diberikan oleh Allah sesuai dengan kehendak dan usaha kita sendiri. Dalam konteks ini keharusan bagi kita untuk berbuat adil di antara manusia merupakan perintah Allah untuk menegakkan pesan ke-Maha Adilan Allah.
Dengan demikian keadilan hukum yang harus dilakukan oleh manusia sebenarnya merupakan upaya untuk merefleksikan amanah keadilan Allah dalam membangun ketakwaan kita kepada Allah. Di dalam kitab suci Alquran surat An Nisa ayat 58 Allah SWT berfirman agar jika kita berhukum diantara manusia maka tegakkanlah hukum dengan adil.
Sekurang-kurangnya ada dua pesan mendasar dari ayat ini: Pertama, keadilan itu harus memberlakukan sama antara semua manusia tanpa membedakan perbedaan primordial, sebab di dalam ayat tersebut Allah tidak menyebut keadilan 'baynal muslimin, baynal muhajirin, baynal arabiyyin, baynal Indonesiyyin, dan lain-lain tetapi menyebut keadilan 'bayn al-naas atau keadilan antar sesama manusia.
Kedua, menegakkan hukum tidak selalu sama dengan menegakkan keadilan sebab ada kalanya manusia sering melakukan peradilan berdasar norma hukum yang secara formal bisa dimanipulasi sehingga secara substantif tidak berkeadilan. Itulah sebabnya Allah memerintahkan, 'Jika kalian berhukum hendaklah berhukum dengan adil,'.
Apakah arti adil itu? Di dalam khazanah Islam sering dipakai ungkapan Ibn Khaldun bahwa adil adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya, memberikan sesuatu kepada seseorang sesuai dengan hak, kewajiban, prestasi, dan tanggung jawabnya. Jika mengacu kepada ajaran Islam adil itu seringkali dikaitkan dengan sikap dan perlakuan sama, seimbang, dan proporsional dalam berbagai lapangan kehidupan.
Menegakkan nilai-nilai keadilan dalam berhukum pada umumnya mencakup dua hal yakni membuat aturan hukum dan melaksanakan atau menegakkan aturan hukum. Baik dalam membuat aturan maupun dalam melaksanakannya sebagai norma-norma yang mengikat dalam kehidupan bersama harus dilakukan dengan memuat nilai-nilai kepastian, keadilan, dan kemaslahatan. Kalau dikaitkan dengan kehidupan berbangsa kita di NKRI maka dalam membuat dan melaksanakan hukum kita harus memasukan dan mengimplementasikan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, kebersatuan, permusyawaratan, dan keadilan sosial.
Sidang Jamaah sholat Jumat yang berbahagia
Penekanan bahwa dalam berhukum kita harus menanamkan dan melaksanakan nilai-nilai keadilan sebagai sikap ketakwaan sesuai dengan perintah Allah ini penting karena dalam kehidupan umat manusia seringkali terjadi kecurangan dalam berhukum sehingga timbul ketidakadilan. Dalam bidang legislasi atau pembuatan aturan hukum dan pembuatan kebijakan pemerintahan misalnya kerap kali ada ketidakadilan struktural karena sejak awal dibuat untuk menguntungkan dirinya sendiri, kelompok tertentu, dan diskriminatif terhadap kaum marginal.
Dalam lapangan eksekusi atau pelaksanaan aturan hukum dan kebijakan kerap kali terjadi kesewenang-wenangan, arogansi, dan pengabaian atas hak-hak warga masyarakat secara koruptif.
Begitupun dalam lapangan yudikasi atau penegakan hukum di lembaga peradilan jika terjadi konflik terkadang terjadi ketidakadilan bagi kaum dhuafa atau kaum lemah sehingga muncul istilah-istilah mafia peradilan atau mafia hukum dan ungkapan-ungkapan kekesalan seperti hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas, hukum hanya milik penguasa, tidak ada keadilan di pengadilan, dan sebagainya. Untuk menuju hidup yang takwa kepada Allah SWT kita dituntut untuk membersihkan ketidakadilan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Banyak jalan dan cara untuk bertakwa dan salah satu hal yang penting adalah menegakan keadilan hukum atau hukum yang berkeadilan.
بارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقَّ الْمُبِينُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ صَادِقُ الْوَعْدَ الْمُبِينَ وَارْسِلْهُ رَحْمَةً لِلْعَلَمَيْنِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا ابْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ انْكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اِتَّقُوا اَللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ. وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِهْرَجَانٌ وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ. أَنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ. اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعاً مَرْحُوْماً، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقاً مَعْصُوْماً، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْماً
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَ كُلاًّ مِنَّا لِسَاناً صَادِقاً ذَاكِراً، وَقَلْباً خَاشِعاً مُنِيْباً، وَعَمَلاً صَالِحاً زَاكِياً، وَعِلْماً نَافِعاً رَافِعاً، وَإِيْمَاناً رَاسِخاً ثَابِتاً، وَيَقِيْناً صَادِقاً خَالِصاً، وَرِزْقاً حَلاَلاً طَيِّباً وَاسِعاً، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ . رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ . رَبَّنَا أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا، وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ. ،وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً، وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ . رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمِّدِِ وَّعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الحَمْدُ لِلهِ رَبِّ العَالَمِينَ.
(Sumber: Mimbar Jumat Masjid Istiqlal. Khutbah Jumat di atas disusun dan disampaikan oleh Prof. Dr. Moh. Mahfud MD di Masjid Istiqlal Jakarta pada 28 Januari 2022).