Kejagung Dalami Nama Lain Penerima Uang Tutup Kasus BTS 4G Selain Qosasih

Nama yang paling diburu sementara ini adalah staf Komisi I DPR.

Republika.co.id/Bambang Noroyono
Anggota BPK Achsanul Qosasi digelandang keluar penyidik Jampidsus Kejagung di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (3/11/2023).
Rep: Bambang Noroyono Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyisakan sejumlah nama yang belum dijebloskan ke sel tahanan sebagai tersangka terkait dugaan penerimaan aliran uang tutup kasus korupsi BTS 4G Bakti di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Nama yang paling diburu sementara ini adalah Staf Ahli Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Nistra Yohan (NY) yang ada terungkap di pengadilan, menerima Rp 70 miliar.

Sedangkan Dito Ariotedjo yang turut disebut-sebut menerima Rp 27 miliar, sudah dihadirkan ke persidangan dan membantah menerima aliran uang dari hasil korupsi BTS 4G Bakti yang merugikan negara Rp 8,03 triliun tersebut.

“Terkait dengan peristiwa tindak pidana yang menyangkut nama-nama lainnya itu, masih tetap kami akan dalami untuk mencari alat-alat bukti yang lain. Dan kita tunggu saja pengembangannya,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Jumat (3/11/2023).

Kuntadi mengatakan, tim penyidikannya, belum dapat meningkatkan status hukum terhadap seseorang, tanpa disertai dengan alat bukti yang mapan. “Tetap kita dalami, dan kita tunggu saja seperti apa perkembangannya,” tegas Kuntadi.

Pada Jumat (3/11/2023) tim penyidik menetapkan Auditor Keuangan III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasih sebagai tersangka. Penetapan tersangka terhadap Qosasih tersebut, terkait dengan penerimaan uang Rp 40 miliar untuk tutup kasus korupsi BTS 4G Bakti 2020-2022.

Kuntadi menerangkan, dugaan penerimaan uang puluhan miliar tersebut untuk ‘menutupi’ temuan dari hasil audit yang dilakukan BPK terkait penggunaan anggaran proyek pembangunan 4.200 menara BTS 4G Bakti Kemenkominfo.

Baca Juga


“Kita mendalami, apakah uang sejumlah Rp 40 miliar tersebut dalam rangka untuk memengaruhi proses penyidikan tindak pidana korupsi BTS 4G Bakti yang sedang kita (penyidik) lakukan pengusutannya. Atau dalam rangka untuk memengaruhi proses audit yang sedang dilakukan BPK terkait BTS 4G Bakti,” terang Kuntadi.

Namun yang pasti, Kuntadi mengatakan, tim penyidiknya, memiliki bukti, bahwa uang Rp 40 miliar tersebut diterima oleh Qosasih. “Yang jelas, peristiwa penyerahan uang tersebut, terjadi pada saat awal-awal kami melakukan penyidikan korupsi BTS 4G Bakti,” ujar Kuntadi.

Kuntadi menerangkan, Achsanul Qosasih diduga menerima uang Rp 40 miliar dari bos PT Solitech Media Sinergi Irwan Hermawan (IH) yang sudah menjadi terdakwa dalam perkara korupsi BTS 4G Bakti. Uang pemberian Irwan tersebut, melalui perintah Direktur Utama (Dirut) Bakti Kemenkominfo Anang Achmad Latif (AAL) yang juga berstatus terdakwa.

Irwan memerintahkan rekannya, Windy Purnama (WP), yang juga berstatus tersangka dalam kasus ini, untuk mengantarkan uang Rp 40 miliar tersebut kepada Achsanul. Lalu Achsanul Qosasi mengutus Sadikin Rusli (SR) yang juga sudah tersangka, untuk mengambil uang yang diantar oleh Windy tersebut.

Windy dan Sadikin, keduanya bertemu di pelataran parkir mobil di Hotel Grand Hyatt di Jakarta Pusat (Jakpus), pada 19 Juli 2022, sekitar Pukul 18:50 WIB. “Bahwa sekitar tanggal 19 Juli 2022, pada pukul 18:50 WIB, bertempat di Hotel Grand Hyatt, tersangka AQ telah menerima sejumlah uang sebesar kurang lebih Rp 40 miliar, dari IH melalui WP, dan SR,” tutur Kuntadi.

Atas penerimaan uang tersebut, penyidik menjerat Achsanul dengan sangkaan Pasal 12 B, Pasal 12 E, atau Pasal 5 ayat (2) b, juncto Pasal 15 Undang-undang (UU) 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dan Pasal 5 ayat (1) UU TPPU 8/2008. Sangkaan tersebut, terkait dengan penerimaan gratifikasi, dan suap, serta pencucian uang.

Nama-nama penerima lainnya...

Sebelum menetapkan Achsanul sebagai tersangka, pada Jumat (13/10/2023), penyidik Jampidsus juga menetapkan seorang pengacara Naek Parulian Washington Huatahaean, alias Edward Hutahaean (NPWH alias EH) sebagai tersangka. Edward, yang juga diketahui sebagai Komisaris PT Pupuk Indonesia itu ada menerima uang Rp 15 miliar untuk melobi Kejagung menghentikan pengusutan korupsi BTS 4G Bakti.

“Bahwa tersangka NPWH alias EH ini, telah secara melawan hukum melakukan permufakatan jahat, menyuap, atau gratifikasi, atau menerima, menguasai, memanfaatkan, menggunakan harta kekayaan berupa uang sebesar Rp 15 miliar, yang diketahuinya merupakan uang hasil tindak pidana korupsi penyediaan infrastruktur Paket-1 sampai dengan Paket-5 BTS 4G Bakti pada Kementerian Komunikasi dan Informatika,” kata Kuntadi, Jumat (13/10/2023).

Terungkapnya nama-nama penerima aliran uang untuk tutup kasus korupsi BTS 4G Bakti tersebut, berawal dari pengakuan terdakwa Irwan Hermawan (IH), dan tersangka Windy Purnama (WP) dalam berita acara pemeriksaan (BAP) keduanya saat penyidikan. Saat keduanya dihadirkan sebagai saksi mahkota atas terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak (GMS), dan terdakwa Anang Latif di PN Tipikor Jakarta, Irwan dan Windy membeberkan tentang uang Rp 243 miliar dari korupsi BTS 4G Bakti yang gelontorkan ke 11 nama untuk membantu upaya tutup kasus korupsi BTS 4G Bakti.

Selain diduga diserahkan kepada Achsanul Qosasih melalui Sadikin senilai Rp 40 miliar, dan Edward Rp 15 miliar, gelontoran uang tutup kasus BTS 4G Bakti tersebut juga diberikan ke nama yang juga sudah menjadi tersangka. Yakni Staf Ahli Menkominfo Walberthus Nathalius Wisang (WNW) senilai Rp 4 miliar.

Juga diberikan ke nama Windu Aji Sutanto (WAS), bos PT Lawu Agung Mining (LAM) senilai Rp 75 miliar. Windu Aji Sutanto, pun sebetulnya sudah tersangka, tetapi dalam perkara berbeda terkait korupsi pertambangan nikel di Konawe Utara di Sulawesi Tenggara (Sultra).

Juga ada terungkap nama Dito Aritedjo yang menerima Rp 27 miliar. Dito kini menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora). Politikus muda Partai Golkar itu, pada Juli 2023 pernah diperiksa di penyidikan Jampidsus terkait penerimaan tersebut. Pun Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah menghadirkan Dito sebagai saksi khusus untuk terdakwa Anang Latif, dan Galumbang Menak di PN Tipikor, Rabu (11/10/2023).

Dari kesaksiannya itu, Dito membantah ada menerima uang Rp 27 miliar dari Irwan. “Itu tidak benar,” kata Dito. Pun Dito mengaku tak pernah kenal dengan Irwan. Meskipun mengaku mengenal Galumbang.

Sementara terhadap Nistra Yohan, juga turut disebut-sebut menerima Rp 70 miliar dari terdakwa Irwan, yang diantarkan oleh Windy atas perintah Anang Latif. Nistra terungkap di pengadilan adalah sebagai Staf Khusus Anggota Komisi-1 DPR.

Penyerahan uang kepada Nistra itu, untuk tutup kasus korupsi BTS 4G Bakti melalui jalur anggota dewan di komisi mitra Kemenkominfo tersebut. Tetapi, Nistra sampai hari ini tak pernah diperiksa, dan tak diketahui keberadaannya.

Jampidsus sudah tetapkan 16 tersangka...

Jampidsus Kejagung, dalam pengusutan korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo, sudah menetapkan 16 orang sebagai tersangka. Enam sudah diajukan sebagai terdakwa, dan sudah dilakukan penuntutan. Diantaranya, terdakwa eks Menkominfo Johnny Gerard Plate (JGP) yang dituntut 15 tahun penjara.

Jaksa juga menuntut politikus Partai Nasdem itu dengan pidana denda Rp 1 miliar, dan mengganti kerugian negara senilai Rp 17,8 miliar. Terdakwa lainnya, adalah Dirut Bakti Kemenkominfo Anang Latif yang dituntut jaksa 18 tahun penjara, dan pidana mengganti kerugian negara sebesar Rp 5 miliar.

Terdakwa lainnya, pihak swasta. Terdakwa Yohan Suryanto (YS), terdakwa Irwan Hermawan (IH), dan terdakwa Mukti Ali (MA) yang masing-masing dituntut 6 tahun penjara. Sedangkan terhadap terdakwa Galumbang Menak dituntut 15 tahun penjara.

Selain enam terdakwa itu, dua tersangka dari swasta lainnya, yakni Windy Purnama (WP) dan Muhammad Yusrizki Muliawan (MY alias YUS) akan segera diajukan ke persidangan sebagai terdakwa.

Dalam penyidikan lanjutan, Jampidsus juga menetapkan tersangka tambahan terhadap bos PT Sansaine Exindo Jemmy Setjiawan (JS). Tersangka Muhammad Feriandri Mirza (MFM) selaku Kepala Divisi Lastmile/Backhaul Bakti Kemenkominfo, dan Elvano Hatorongan (EH) yang ditetapkan tersangka terkait perannya selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bakti Kemenkominfo. Pada Selasa (31/10/2023) kejaksaan menetapkan tersangka ke-15, Kepala Hudev-UI Mohammad Amar Khoerul Umam (MAK).

Anatomi Bakti Kasus Kemenkominfo - (Republika)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler