TKN Prabowo-Gibran Minta Polisi Usut Pembocor Putusan MK Batas Usia Cawapres
TKN Prabowo-Gibran tidak akan melaporkan langsung kasus tersebut ke polisi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka meminta aparat kepolisian mengusut kasus kebocoran informasi rapat permusyawaratan hakim (RPH) Mahkamah Konstitusi (MK) atas putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia minimum capres-cawapres.
Hal itu disampaikan seusai Majelis Kehormatan MK (MKMK) menyatakan bahwa semua hakim konstitusi terbukti gagal menjaga informasi rahasia RPH yang digelar tertutup. Komandan Echo (Hukum dan Advokasi) TKN Prabowo-Gibran, Hinca Panjaitan mengatakan, MKMK dalam putusannya menyimpulkan telah terjadi pembocoran informasi RPH. Hanya saja, MKMK tidak bisa menemukan siapa pelakunya.
Menurut TKN Prabowo-Gibran, ujar Hinca, pembocoran informasi rahasia tersebut merupakan perbuatan pidana. Karena itu, pihaknya meminta aparat kepolisian mengusut kasus ini dan menindak pelakunya.
"Kami meminta aparat penegak hukum untuk menindaklanjutinya dan menemukan pelakunya," kata Hinca saat konferensi pers merespons putusan MKMK di Sekber Relawan Prabowo, Jakarta Barat, Selasa (7/11/2023) malam.
Hinca memastikan bahwa tim hukum TKN Prabowo-Gibran akan mengawal kasus pembocoran informasi rahasia tersebut. Pengawalan akan dilakukan pula dari parlemen karena mayoritas pasukan tim hukum TKN merupakan anggota Komisi III DPR RI, komisi yang mitra kerjanya adalah Polri dan Kejaksaan Agung.
Ketika ditanya apakah TKN Prabowo-Gibran akan melaporkan langsung kasus tersebut ke polisi, Hinca menyatakan tidak. "Kami hanya meminta. Siapa yang melapor masing-masing terserah," kata politikus Partai Demokrat itu.
Wakil Komandan Echo, Supriansa mengatakan, pelaku yang membocorkan informasi rahasia RPH melanggar Pasal 322 KUHP. "Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatannya atau pencariannya baik sekarang, maupun terdahulu, diancam dengan pidana penjara 9 bulan," begitu bunyi pasal tersebut.
"Oleh karena itu, kami mendorong aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian untuk mencari siapa pelaku-pelakunya ini agar ke depan tidak ada lagi kerahasian-kerahasian negara yang dimunculkan sebelum waktunya," kata Supriansa dalam kesempatan sama.
Sebagai catatan, dalam putusan MKMK sebenarnya ada banyak pelanggaran hakim yang terbukti. Hanya saja, TKN Prabowo-Gibran saat konferensi pers memberikan perhatian lebih pada pelanggaran pembocoran rahasia RPH.
Hinca mengatakan, pihaknya fokus pada pembocoran rahasia karena kasus tersebut sudah terjadi berulang kali, bukan hanya pada putusan MK Nomor 90. Pengusutan secara tuntas harus dilakukan untuk mengembalikan maruwah MK sebagai lembaga penjaga konstitusi. "Biar bersih MK itu. Kalau tidak bersih, capek kita," ucapnya.
MKMK membacakan putusan atas perkara pelanggaran kode etik Ketua MK Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta, hari ini, Selasa (7/11/2023) sore. Salah satu kesimpulan MKMK adalah Anwar dan delapan hakim konstitusi lainnya gagal menjaga informasi rahasia RPH Putusan Nomor 90.
Dalam pertimbangan putusannya, MKMK mengakui tidak bisa membuktikan siapa yang membocorkan isi RPH, sebuah forum tertutup yang hanya diikuti sembilan hakim konstitusi dan panitera serta staf yang disumpah. Sebab, semua hakim konstitusi ketika diperiksa mengaku tidak tahu siapa pelaku yang membocorkan informasi tersebut.
Selain itu, pengusutan pelaku juga terhenti karena MKMK enggan meminta kesaksian sebuah media massa yang menerima dan mempublikasikan informasi rahasia tersebut. MKMK mengaku terbentur dengan UU Pers ihwal media massa wajib melindungi sumbernya.
MKMK tak hanya menyimpulkan ada pembocoran informasi, tapi juga menyimpulkan Anwar Usman melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Salah satu pelanggaran yang dilakukan Anwar adalah dia terlibat dalam RPH penentuan putusan nomor 90 yang berkaitan dengan kepentingan keponakannya, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai cawapres.
Karena itu, sejumlah sanksi dijatuhkan kepada Anwar. "Kedua, menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi," ujar Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie. Artinya, Anwar hanya kehilangan jabatan ketua, tapi tetap menjabat sebagai hakim konstitusi yang mulia dan terhormat.