Pakar: Kebakaran TPA Berdampak Pada Kesehatan dan Mempercepat Pemanasan Global
Asap dari sampah yang dibakar menghasilkan senyawa yang bisa menyebabkan kanker.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melaporkan bahwa sepanjang tahun 2023, 35 tempat pembuangan akhir (TPA) mengalami kebakaran. Fenomena ini bukan hanya berdampak buruk bagi lingkungan, namun juga kesehatan masyarakat bahkan mempercepat laju pemanasan global.
Peneliti Pusat Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada (UGM) Iqmal Tahir mengungkapkan bahwa asap yang dihasilkan dari kebakaran sampah di TPA, umumnya sangat pekat dan mengandung partikel-partikel jelaga halus. Selain akan menimbulkan polusi udara, yang paling berbahaya adalah partikel-partikel polutan dalam asap dapat terhirup ke saluran pernapasan dan terakumulasi dalam paru-paru.
"Mengingat TPA di Indonesia tidak diolah secara sanitary landfill yang baik dan sampah pun tidak dipilah, maka kontaminasi sampah kategori B3 sangat dimungkinkan. Jika terjadi kebakaran, sampah B3 yang mengandung aerosol, selain ikut memicu kebakaran, juga bisa sangat mengganggu pernapasan," kata Iqmal saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (10/11/2023).
Sampah kategori B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang mengandung logam berat saat terbakar juga dimungkinkan melepaskan partikel-partikel yang mengandung logam berat, yang jika terbawa angin dan terhirup bisa membahayakan kesehatan manusia. Partikel itu juga bersifat kronis dalam tubuh.
Akumulasi sampah plastik yang terbakar di TPA juga melepaskan senyawa dioksin. Menurut Iqmal, senyawa ini merupakan hasil degradasi termal yang tidak sempurna dari polimer plastik.
"Dari aspek kesehatan, senyawa-senyawa dioksin bersifat kronis sebagai zat karsinogenik yakni suatu senyawa kimia yang memicu timbulnya penyakit kanker beberapa tahun mendatang bagi orang yang menghirupnya," kata Iqmal yang juga menjadi dosen di Departemen Kimia UGM.
Adapun untuk dampak ke lingkungan, menurut Iqmal, kebakaran TPA bisa menyebabkan penurunan kualitas udara di sekitar lokasi kebakaran serta pelepasan gas-gas rumah kaca di stratosfer yang dapat mempercepat laju pemanasan global.
Lebih lanjut, Iqmal menjelaskan bahwa kebakaran TPA bisa terjadi karena penyebab yang disengaja atau tidak disengaja karena kemarau berkepanjangan. Insiden kebakaran TPA bisa terjadi karena terbentuk konsep ‘segitiga api’ yang berupa panas cuaca, bahan mudah terbakar berupa gas metana dan bahan sampah itu sendiri, serta komponen udara sebagai oksidatornya. Saat ketiga komponen tersebut berada dalam satu kesatuan, maka timbul nyala api secara spontan atau timbullah kebakaran di lokasi TPA.
“Dan umumnya, kebakaran akan padam saat kondisi menjadi dingin atau bahan mudah terbakar habis atau terisolir. Jadi memang efek dari kebakaran sampah di TPA ini sangat luar biasa,” jelas Iqmal.