Ucapan Khalifah yang Mengaku Pengganti Tuhan di Bumi dan Hancurnya Dinasti Abbasiyah

Dinasti Abbasiyah hancur akibat faktor internal dan eksternal

dipity.com
Ambruknya Dinasti Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah hancur akibat faktor internal dan eksternal
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Pada Periode Awal, Dinasti Abbasiyah mendapatkan banyak sekali gangguan terhadap stabilitas pemerintahan. Tapi, itu semua berhasil dipatahkan. Justru popularitas dinasti ini meningkat ketika dipimpin oleh Harun ar-Rasyid (786-809 M) dan putranya, al-Ma'mun (813-833). Tapi, bagaimana setelah kedua khalifah itu mangkat?

Baca Juga


Menurut Badri Yatim dalam Sejarah Peradaban Islam, meningkatnya popularitas Dinasti Abbasiyah karena Harun ar-Rasyid dan al-Ma'mun berhasil membangun peradaban Islam dengan gemilang.

Keduanya mencintai ilmu pengetahun dan kebudayaan. Sehingga, pada masa itu, Baghdad menjadi pusat budaya dan ilmu pengetahuan yang tiada bandingnya.

Akan tetapi, lanjut Badri Yatim, masalah keamanan di provinsi-provinsi luar Baghdad dan perluasan wilayah kurang diperhatikan. Itu kontras dengan Dinasti Umayyah. Ketika itu, Dinasti Umayyah berhasil memperluas wilayah hingga ke India bagian timur dan Spanyol bagian barat.

Di wilayah timur, Dinasti Umawiyyah menguasai Khurasan, Afghanistan, sampai ke Punjab. Di wilayah Barat, menaklukkan Aljazair, Maroko, dan menyeberang ke Kordova, Seville, Evilla, dan Toledo di Spanyol.

Bahkan, pada zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz, pasukan Dinasti Umayyah yang dipimpin oleh Abdur Rahman bin Abdullah al-Ghafiqi masuk ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Mereka mencoba menaklukkan Bordeau dan Poitiers, tetapi gagal.

Sedangkan, Dinasti Abbasiyah, sepertinya sudah puas dengan pengakuan dari provinsi-provinsi yang sebelumnya ditaklukkan oleh Dinasti Umayyah. Provinsi-provinsi itu, kecuali Bani Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di Maroko, taat membayar upeti di saat Baghdad masih kuat. Tapi, ketika lemah, mereka menolak membayar pajak, bahkan berani melepaskan diri dari Baghdad.

Baca juga: Pesan Nabi Muhammad SAW untuk Saudara-Saudara Kita di Palestina

Dinasti yang akhirnya melepaskan diri antara lain adalah Thahiriyyah di Khurasan; Shafariyah di Fars; Samaniyah di Transoxania; Sajiyyah di Azerbaijan; Thuluniyah di Mesir; Ikhsyidiyah di Turkistan; Ghazwaniyah di Afghanistan; dan Seljuk di Suriah, Irak, dan Kurdistan.

Menurut Watt dalam buku Politik Islam dalam Lintas Sejarah, keruntuhan Dinasti Abbasiyah sebenarnya mulai tampak pada awal abad ke-9 M. Mungkin, yang dimaksud Watt itu adalah ketika khalifah pengganti al-Ma'mun, yakni al-Mu'tashim (833-842 M), menyewa tentara bayaran dari Turki untuk mengamankan pemerintahannya.

Kebijakan itu menyebabkan keuangan negara menjadi sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Dan, pada saat yang sama, sang khalifah sudah tidak lagi punya kekuatan untuk memaksa provinsi-provinsi lain membayar pajak ke Baghdad,

 

Tentara bayaran asal Turki, pada akhirnya semakin kuat menguasai pemerintahan. Selanjutnya, bisa ditebak, militer Turki itu menjadi ancaman serius bagi kelangsungan kekuasaan Dinasti Abbasiyah.

Benar saja, pada masa Khalifah al-Mutawakkil, orang-orang Turki berhasil merebut kekuasaan. Dan, sejak itu, kekuasaan tidak lagi berada di tangan Bani Abbas.

Tanda-tanda kelemahan lainnya, kata Watt, sultan-sultan Abbasiyah sepeninggal Harun aL-Rasyid dan al-Ma'mun sangat gemar hidup mewah. Setiap khalifah ingin hidupnya lebih mewah dari khalifah sebelumnya.

Gaya hidup mewah itu juga menjangkiti para hartawan dan anak-anak pejabat. Ini mengakibatkan jumlah masyarakat miskin naik tajam. Kemudian, terjadilah guncangan politik, ekonomi, dan sosial.

Ada pula faktor eksternal, yaitu Perang Salib dan serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Perang Salib dikobarkan oleh Paus Urbanus II (1088-1099 M) melalui fatwanya. Sedangkan, penyerangan Mongol dilatari kebencian Hulagu Khan, panglima Mongol, terhadap Islam.

Kekuasaan Tuhan 

"Inama ana sulthan Allah fi al-ardhi (Sesungguhnya aku adalah kekuasaan Tuhan di muka bumi)," begitu kata Abu Ja'far al-Manshur (754-775 M) tatkala dinobatkan sebagai khalifah kedua Dinasti Abbasiyah.

Muawiyah, khalifah pertama Dinasti Umawiyah, pernah melontarkan pernyataan serupa. Setelah mengalahkan Ali bin Abi Thalib, Muawiyah mendirikan Dinasti Umayyah dan berkata, "Aku adalah khalifah Allah di muka bumi." Itulah sebabnya seorang raja atau sultan Islam masih disebut "khalifah" meskipun pemerintahannya berbentuk monarchy (kerajaan).

Baca juga: Surat Yasin Ayat 9, Diamalkan Nabi SAW dan Dibaca Pejuang Hamas Ledakkan Tank Israel

Ketika Muawiyah mendeklarasikan diri sebagai khalifah Allah dan mengangkat Yazid (putranya) menjadi putra mahkota, langsung tumbuh gerakan oposisi di kalangan rakyat. Mereka mengobarkan api perlawanan yang berkelanjutan. Kelompok oposisi dari kalangan Arab bernama Mawali dan dari Persia bernama Syiah.

 

Risiko yang sama juga dihadapi al-Manshur. Seperti halnya Muawiyah, ia menjadikan khalifah sebagai jabatan yang turun-temurun. Perlawanan rakyat pun meledak di mana-mana.

Situs DInasti Abbasiyah (ilustrasi) - (republika)

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler