WHO: RS Al-Shifa Sudah tidak Berfungsi

Rumah sakit Al Shifa sudah tidak berfungsi sebagai rumah sakit lagi

AP Photo/Abed Khaled
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Ahad (12/11/2023) mengatakan, rumah sakit tersebut kini sudah tidak berfungsi lagi.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah berhasil memulihkan komunikasi dengan para profesional kesehatan di Rumah Sakit al-Shifa di Gaza utara. Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Ahad (12/11/2023) mengatakan, rumah sakit tersebut kini sudah tidak berfungsi lagi.

“Sayangnya, rumah sakit tersebut sudah tidak berfungsi sebagai rumah sakit lagi,” ujar Tedros dalam unggahan di platform media sosial, X.

WHO kehilangan komunikasi pada Sabtu (11/11/2023). Kementerian Kesehatan di Gaza menyatakan keprihatinan besar atas keselamatan semua orang yang terjebak di RS al-Shifa akibat pertempuran. Juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan, operasi di kompleks rumah sakit Al Shifa, yang terbesar di wilayah kantong Palestina, dihentikan pada Sabtu setelah rumah sakit tersebut beroperasi.

Serangan udara Israel di Gaza telah  menghancurkan bangsal jantung Rumah Sakit al-Shifa yang merupakan fasilitas kesehatan utama. Sedikitnya 13 orang meninggal dunia dalam serangan udara Israel terhadap bangunan tempat tinggal di Khan Younis

Serangan berlanjut ketika Israel meningkatkan serangannya di dekat rumah sakit utama Gaza, al-Shifa. Para pejabat kesehatan mengatakan ribuan petugas medis, pasien dan pengungsi terjebak tanpa listrik dan persediaan yang berkurang.

Direktur RS al-Shifa, Muhammad Abu Salmiya mengatakan, dua pasien unit perawatan intensif meninggal dunia karena kekurangan listrik dan oksigen.  Ia mengatakan, korban lainnya berisiko meninggal jika kekurangan bahan bakar di rumah sakit terus berlanjut.

“Jika situasi bencana ini terus berlanjut, semua pasien ICU akan meninggal,” kata Abu Salmiya kepada saluran berita Arab, Ahad (12/11/2023).

Rumah sakit tersebut telah berulang kali mendapat kecaman. Pasukan Israel menuduh RS al-Shifa digunakan oleh pejuang Hamas sebagai perlindungan bagi pusat komando. Namun tuduhan ini dengan tegas dibantah oleh Hamas. Sementara Israel belum memberikan bukti atas tuduhan tanpa dasar itu.

Para saksi di dalam Rumah Sakit al-Shifa mengatakan, pertempuran dengan kekerasan telah terjadi di sekitar rumah sakit sepanjang Sabtu (11/11/2023) malam. Satu serangan udara menghancurkan bangsal jantung rumah sakit tersebut. Sementara pemadaman listrik mematikan inkubator di unit neonatal yang menampung sekitar 40 bayi dan ventilator untuk bayi lain yang menerima perawatan darurat.

Ahli bedah Doctors Without Borders, Mohammed Obeid mengatakan dalam pesan audio yang diunggah di media sosial bahwa, dua bayi meninggal di unit neonatal al-Shifa setelah aliran listrik ke inkubator mereka habis. Sementara seorang pria juga meninggal ketika ventilatornya terputus. Mohammad Qandil, seorang dokter di rumah sakit Nasser di Khan Younis di Jalur Gaza selatan mengatakan, Al-Shifa berada di luar jangkauan bagi korban luka baru.

“Rumah Sakit Al-Shifa sekarang tidak berfungsi, tidak ada yang diperbolehkan masuk, tidak ada yang diperbolehkan keluar, dan jika Anda terluka atau terluka di sekitar wilayah Gaza Anda tidak dapat dievakuasi dengan ambulans kami ke Rumah Sakit al-Shifa, jadi Rumah Sakit al-Shifa kini tidak dapat digunakan lagi,” kata Qandil kepada kantor berita Reuters.

Dokter bedah rumah sakit Al Shifa mengatakan, rumah sakit tersebut tidak aman namun tidak ada seorang pun yang mampu atau memiliki keberanian untuk meninggalkan rumah sakit. Israel telah melancarkan kampanye pengeboman dan serangan darat yang menghancurkan di Jalur Gaza yang terkepung sejak 7 Oktober. Pengeboman Israel telah membunuh sedikitnya 11.000 warga Palestina, lebih dari sepertiganya adalah anak-anak. Sementara badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan, setidaknya 100 staf mereka tewas dalam perang tersebut.

Pengeboman Israel juga telah membuat sekitar 1,6 juta warga Palestina mengungsi, atau lebih dari 70 persen total populasi daerah kantong tersebut, dan menghancurkan sebagian besar infrastruktur.  Warga Palestina yang terpaksa meninggalkan rumah mereka kini hidup dalam kondisi yang memprihatinkan. Mereka seringkali berlindung di kamp-kamp luar ruangan yang penuh sesak dan sangat membutuhkan makanan, air, dan obat-obatan.  Para pekerja kemanusiaan mengatakan, sedikitnya bantuan yang dibolehkan masuk ke wilayah kantong tersebut hanya “setetes air” jika dibandingkan dengan jumlah yang dibutuhkan.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler